@copasajaa
Namaku
Ryan. Usiaku 28 tahun. Aku akan menceritakan tentang kisah kehidupanku
yang kemudian mengubah pola pikirku dalam memahami cinta dan nafsu.
Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu saat aku mempunyai seorang
pacar yang sedang mengerjakan skripsi guna menyelesaikan studi S1-nya.
Sebagai seorang pacar aku selalu mencoba menemaninya mengerjakan skripsi
namun di sisi lain sebagai seorang karyawan aku pun harus mengutamakan
pekerjaanku. Kisah ini terjadi pada 28 Juli 2004 di suatu senja di kota
K.
"Hallo Ryan.. 'Met sore" Risa pacarku meneleponku.
O
ya, sebagai gambaran, aku mempunyai pacar yang sangat cantik, wajahnya
hampir mirip artis yang sering tampil di layar televisi, bodynya sexy,
montok, serta ukuran BH-nya 36 B.
"Hallo juga Risa, lagi dimana nih?"
"Aku di rumah, eh kamu ada acara nggak?"
"kalau ya kenapa dan kalau nggak kenapa"
"Eku mau minta tolong dong, ortuku kan lagi pergi ke Jakarta. Di rumah
aku sendirian, aku mau garap skripsi. Mau nggak nemenin aku?"
"Kapan?"
"Setahun lagi.. Gimana sih ya sore ini dong"
"Yah kalau sore ini aku nggak bisa, aku udah janjian ama temen bisnisku untuk merancang pembuatan proposal proyek"
"Ya udah kalau nggak bisa aku minta temenin temen kampusku aja biar sekalian busa diskusi"
Aku kemudian bergegas untuk pergi dengan teman bisnisku, sebenarnya
ingin sekali aku menemani Risa, namun apa boleh buat karena aku berpikir
bisnis ini kan juga untuk masa depan kami berdua, jadi nggak mungkin
aku batalkan. Sementara Risa kemudian mengajak temennya Rico yang memang
sudah kukenal untuk menemaninya mengerjakan skripsi. Rico ini adalah
sahabat Risa, teman sekampusnya. Kalau kulihat dari tatapan matanya aku
tahu betul kalau Rico itu naksir kepada Risa, apalagi memang Risa
orangnya sangat friendly dan cantik lagi sehingga siapapun lelaki pasti
tak akan menolaknya ketika diajak menemani.
Acara dengan rekan
bisnisku ternyata tidak berlangsung lama, karena ternyata ia ada
saudaranya yang meninggal sehingga harus segera pergi. Di satu sisi aku
girang juga karena aku segera dapat menemani kekasihku Risa. Segera
kupacu mobilku menuju ke rumahnya. Sengaja aku tidak meneleponnya karena
aku akan memberi kejutan kalau aku bisa menemaninya. Terbayang wajahnya
yang cantik, aku ingin memeluknya dan segera berduaan dengannya.
Tiba-tiba di tengah jalan aku teringat kalau ia tadi sudah menelepon
temannya Rico. Entah mengapa tiba tiba aku jadi cemburu membayangkan
mereka lagi berduaan dan bercanda ria. Padahal aku biasanya tidak
merasakan ini karena aku paham betul siapa Rico.
Pukul 20.00
tepat sampailah aku di rumah Risa. Sayup-sayup kudengar orang
tertawa-tawa dari dalam, sepertinya mereka tidak menyadari ada orang
yang datang. Kuurungkan niatku untuk menekan bel, aku ingin tahu apa
yang sedang mereka lakukan, sehingga aku mencoba mengintip dari jendela
kaca. Kulihat mereka lagi bercanda, apalagi Rico orangnya memang pintar
melawak. Ada perasaan cemburu dalam dadaku melihat keasyikan mereka
berdua. Sesekali kulihat Risa mencubit Rico karena saking gemasnya. Aku
betul-betul tak tahan melihatnya. Langsung kubuka pintu depan rumahnya,
hingga membuat mereka terkejut.
"E Ryan.." Serempak mereka mengucapkan itu melihat kedatanganku.
"Katanya garap skripsi kok malah asyik berduaan gitu?" bentakku ke Risa, karena cemburukku yang tidak terkontrol.
"Iya.. Kita kan lagi istirahat dulu" jawab Risa sambil tergagap.
Kulihat Rico hanya diam saja mematung. Nampaknya ia tidak mau terlalu
ikut campur karena "internal" kami.
"Kok nggak ada buku-bukunya?" tanyaku dengan kesal.
Tanpa menunggu jawaban kemudian aku keluar sembari membanting pintu
menuju mobilku yang kuparkir di halaman. Aku sendiri tidak paham kenapa
aku bisa secemburu ini padahal aku juga sudah kenal baik dengan Rico dan
aku pun paham meski pun kadang Risa agak sedikit genit namun dia tidak
mungkin melakukan hal yanhg aneh-aneh dan melebihi batas.
Aku masuk ke mobilku dan kustarter mobilku, tiba-tiba Risa keluar dari rumah dan berteriak-teriak memanggil namaku.
"Ryan.. Ryan.." Ia langsung masuk ke mobillku.
"Kamu kenapa sih Ryan kok nggak biasanya kamu begitu?"
"Gak usah banyak tanya, kan udah jelas kamu ini nggak tahu diri, aku
lagi susah-susah untuk berusaha mengerjakan bisnis untuk masa depan kita
berdua tapi kamu malah enak-enakan, bermesra-mesraan dengan Rico"
"Kamu jangan salah paham Ryan.. Kok tega kamu menganggap aku serendah
itu, aku kan hanya minta tolong sama rico apalagi dia yang lebih paham
masalah skripsi ini.. Kamu jahat Ryan" Risa mencoba menjelaskan sambil
menangis.
Melihatnya menangis aku menjadi iba, teringat aku akan kebaikannya, lucunya, keceriannya, bibir seksinya.
Sejenak aku diam, kemudian kurengkuh badannya dalam pelukanku.
"Tapi kamu nggak selingkuh kan sayang?"
Risa menggeleng, kuseka air matanya, kuelus pipinya kemudian kukecup bibirnya. Ia membalas, lidah kami saling bertautan.
"Uhh.., ogh.." ia melenguh ketika sambil kucium bibirnya tangan bergerilya ke payudaranya.
"Uhh Ryan.. Aku sayang kamu" ciuman lidahnya makin panas dalam mulutku,
sementara tanganku terus bergerilya pada dua buah dadanya yang montok.
Aku tahu betul kalau Risa ini paling tidak tahan ketika dadanya di
sentuh, apalagi kalau putingnya di pegang pasti langsung mengeras
bagaikan tersengan listrik 3000 volt.
"Ahh.. Uh.. Ryan.. Aku nggak tahan, kita lanjutin di kamar yuk.. Gak enak kalau kelihatan orang"
Wajah Risa memerah, nampak sekali kalau ia menahan gairah yang luar
biasa. Tanpa banyak bicara langsung kupapah Risa sambil terus
berangkulan menuju kamarnya. Kulihat di ruang tengah Rico tak ada,
mungkin ia sedang di belakang. Tapi kami tak ambil pusing, langsung
kubawa Risa ke kamarnya. Tanpa sempat menutup pintu sehingga agak
terbuka sedikit. Kurebahkan tubuh Risa di kasur, kuciumi bibirnya,
pipinya dan tak ingun kulepaskan.
"Ohh.. Ryan.. Uh.. Nikmat sekali" Risa terus menggelinjang ketika kubuka bajunya.
Tersembul di depan mukaku dua buah gunung yang masih terbungkus kain
meski tidak menutupi semuanya. Putih bersih begitu indah dan
menggairahkan. Kuciumi kembali 'buah' yang masih tertutup itu.
"Uh.. Ogh.. Uh.. Ogh.."
Desahan suara Risa semakin menggairahkan aku untuk terus memainkan
payudaranya. Perlahan kubuka kait tali BH nya dari belakang, sedikit
demi sedikit kutarik semua BH nya.
"Oh.."
Lenguhan
Risa semakin kencang. Sejenak kupandangi dua buah gunung yang sudah tak
berkain lagi, tampak putingnya yang kecoklatan mengeras tegak seolah
memanggilku untuk segera menjilatnya
"Kok dipandangi aja sih.. Cium dong".
Risa memintaku seakan tak sabar untuk segera memintaku melumat habis
putingnya. Kudekatkan perlahan kepalaku di dadanya. Kujilat-jilat kulit
di sekitar putingnya sembari menggodanya untuk memberikan sensasi yang
luar biasa.
"Oh.. Oh, ogh," Risa merintih ketika lidahku tepat berada di putingnya. Kubasahi putingnya dengan ludahku.
"Aughh.. Ohh.. Ogh.." Rintihan dan lenguhannya makin keras saat kutarik putingnya dengan mulutku..
"Ohh.. Ambil semua Ryan.. Ambil semua.. Aku milikmu Ryan" napas risa
semakin tak beraturan menggelinjang ke kanan ke kiri bagai cacing
kepanasan.
Sementara itu akibat kelalaian kami tak menutup
pintu, sepasang mata terus mengamati aktivitas yang aku dan Risa
lakukan. Di luar sepengetahuanku, Rico ternyata mengintip perbuatan
kami. Memang bukan sepenuhnya dia yang salah tapi juga karena
keteledoran kami yang karena terlalu asyik tidak sempat menutup pintu.
Aku terus mencumbu Risa, kujilat perutnya dan terus kebawah. Pelan
namun pasti kubuka celana jeans Risa, tangannya secara refleks juga ikut
membantu menurunkan celananya. Terlepaslah celana jeans biru Risa, kini
yang tertinggal hanyalah celana dalam warna pink yang di dalamnya
tampak gundukan hitam yang ditumbuhi rambut ynag cukup lebat.
"Oh.. Rico.." Teriak tertahan Risa yang makin terangsang, sambil menggigit bibir menahan gelora nafsu yang kian panas.
"CD-mu lepas sekalian yah?"
"Ehm.." Ungkap Risa sembari menggangguk, seakan tak mampu lagi untuk mengeluarkan kata-kata.
Kini Risa telah telanjang bulat di depanku, bodynya betul-betul
menggairahkan membuat 'adik' kecilku yang masih tersimpan di celana
berontak meminta untuk keluar ikut bergabung.
"Kamu lepasin juga dong pakaianmu.. Kan nggak adil kamu masih lengkap aku dah telanjang bulat gini"
Tanpa banyak bicara kulepaskan seluruh pakaianku, hingga keluarlah
senjataku yang telah berdiri tegak dan bersiap menjemput mangsanya.
Kutundukkan kepalaku untuk menciumi gundukan bukit kecil Risa yang
ditumbuhi hutan hitam yang lebat.
"Ohh.. Uhh.. Ugh" teriakan
Risa makin tak beraturan, apalagi saat kutemukan benda kecil bagai
kacang berwarna merah dan basah. Sejenak kupandangi kemudian kembali
kusapu dengan lidahku meminum sari-sari kacang itu dengan nikmatnya.
"Ah.. Ryan.. Kamu pintar sekali, terusin Ryan.. Terusin" sambil
menggelinjang tangan Risa mencari-cari sesuatu. Ups.. Akhirnya ia
dapatkan juga tongkatku yang sudah tegak.
"Oh.. Oh.." aku pun mendesah geli ketika tongkatku dipegang tangan halusnya, perlahan tongkatku dikocoknya.
"Uh.. Uh.." Aku semakin tak tahan merasakan sensasi yang begitu nikmat.
Tiba-tiba Risa bergerak memutar tubuhnya hingga mulutnya persis berada
di 'adik' kecilku seolah ia mau berdiskusi lebih jauh dengan 'adik'ku
yang gagah. Sedangkan mulutku juga tepat berada di bukit yang di
tengahnya terdapat lorong ditutup kacang. Kami bermain dengan gaya 69.
"Oh.. Uhh.. Ogh.."
"Ah.. Uh.. Slurp.. Slurp.." Bunyi gesekan mulut dan tongkat serta mulut
dan gua makin keras terdengar. Kami asyik dengan mainan kami
masing-masing hingga berlangsung sekitar 20 menit.
"Ryan.. Aku nggak
tahan lagi, masukin dong tongkatmu ke guaku" Rengek Risa sambil terus
berdiskusi dengan tongkatku, dijilatnya tongkatku hingga licin, bahkan
sesekali telornya pun ia cicipi juga.
"Ryan.. Please.. Cepetan donk.. Aku nggak tahan lagi.."
"He eh.." Jawabku sambil terus menikmati kacangnya..
Bersambung...
Cemburu Membawa Sensasi I
Written By Unknown on Minggu, 16 Maret 2014 | 23.03
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar