Putri Malu

Putri Malu

Wiwin

Written By Unknown on Sabtu, 17 Desember 2011 | 16.44



Wiwin, kukenal nama itu lewat chatting di internet. Ku ketahui dia berasal dari kota P di Jawa Tengah sana.
Kami sering ber-chatting ria. Wiwin, memang selalu enak untuk diajak diskusi. Hampir dalam segala hal, dia tahu. Setahun yang lalu, dia pindah ke kota B di daerah Jawa Barat. Karena jarak yang cukup dekat denganku, akhirnya kami berjanji untuk saling bertemu di daerah K di Jakarta. Dari pertemuan itu aku mengenal Wiwin lebih jauh. Wiwin kuliah di salah satu universitas terkemuka di kotanya. Wiwin secara fisik biasa saja. Ukuran badannya kira-kira setinggi 160 cm. Tubuh agak bungkuk udang, memiliki rambut panjang terurai. Namun ada yang menarik dari penampilannya, payudaranya! Payudaranya terlihat unik dan menantang. Aku hanya menelan ludahku bila tanpa sengaja mengintip bagian yang menggunung itu. Wiwin memintaku untuk mengangkatnya sebagai "adik", sedangkan aku diangkatnya sebagai "abang"! Karena dia bilang, Wiwin tidak memiliki kakak. Aku setuju-setuju saja.
Pertemuan kedua dan selanjutnya kami semakin 'terbuka'. Aku-pun sudah 'diizinkan' untuk memegang payudaranya yang unik itu. Hanya saja dia bilang "dasar, abang nakal!!" aku hanya tersenyum...
Kalau sudah dibilangin begitu, maka akupun kadang lebih berani lagi. Tanganku menjelajah ke daerah terlarangnya....
Seminggu yang lalu aku menjenguknya di daerah P. Walau dengan mengendarai motor bututku, aku sampai juga ke rumahnya setelah berjalan selama beberapa jam dari rumahku.
Kulihat kegembiraan yang amat sangat, saat dia tahu bahwa aku yang datang. Memang sudah dua bulan aku tidak main ke rumahnya. Dia sudah kangen, tampaknya... Pada saat membukakan pintu Wiwin memakai daster putih, Terlihat cukup jelas, pepayanya yang unik menerawang dari balik sangkarnya. Wiwin menyilahkanku duduk dan berbalik sebentar ke dapur untuk kemudian kembali lagi dengan membawakanku segelas minuman dingin.
Setelah ngobrol ngalor ngidul. Wiwin menyandarkan wajahnya ke dadaku... Aku menyambut dengan tenang. Karena memang tujuanku ingin mencoba menuntaskan hasratku yang ada selama ini, dengannya. Kutundukkan mukaku untuk menjangkaunya. Aku menciumnya. Kususuri dengan bibirku. Dari kening, ciumanku turun ke alis matanya yang hitam lebat teratur, ke hidung dan sampai ke bibirnya. Ciuman kami semakin lama semakin bergelora, dua lidah saling berkait diikuti dengan desahan nafas yang semakin memburu. Tanganku yang tadinya memeluk punggungnya, mulai menjalar ke depan, perlahan menuju ke payudaranya yang cukup besar dan unik. Unik karena bentuk payudaranya yang memanjang dan besar, mirip dengan buah pepaya. 'Adikku' ini pintar juga memilih daster yang berkancing di depan dan hanya 4 buah, mudah bagi tanganku untuk membukanya tanpa harus melihat. Tidak lama kemudian kaitan BH-nya berhasil dilepaskan oleh tanganku yang sudah cukup terlatih ini. Kedua bukit kembar dengan puncaknya yang coklat kemerahan tersembul dengan sangat indah. Daster dan BH itupun segera terlempar ke lantai. Sementara itu, Wiwin juga telah berhasil membuka kancing celana jeanku, lalu berusaha melepas t-shirt yang aku pakai. Aku tetap menjaga agar Wiwin tidak memelorotkan celana jeanku. Bukan apa-apa, ini kan di rental komputernya? hehehe...
Kulepaskan ciumanku dari bibirnya, menjalar ke arah telinga, lalu desahkan erangan-erangan lembut. Dia tersenyum dan menatapku sambil terus melanjutkan pengembaraannya menelusuri 'senjataku'. Kulanjutkan ciumanku ke lehernya, turun ke dadanya, lalu dengan amat perlahan, dengan lidah kudaki bukit indah itu sampai ke puncaknya. Kujilati dan kukulum puting susunya yang sudah mengacung keras. Wiwin mulai mendesah dan meracau tidak jelas. Sempat kulihat matanya terpejam dan bibirnya yang merah indah itu sedikit merekah. Sungguh merangsang. Tanganku mengelus, meremas dan memilin puting di puncak bukit satunya lagi. Aku tidak ingin buru-buru, aku ingin menikmati detik demi detik yang indah ini secara perlahan. Berpindah dari satu sisi ke sisi satunya, diselingi dengan ciuman ke bibirnya lagi, membuatnya mulai berkeringat. Tangannya semakin liar mengacak-acak rambutku, bahkan kadang-kadang menarik dan menjambaknya, yang membuat nafsuku semakin bergelora. Apalagi suaranya yang meracau itu....
Dengan berbaring menyamping berhadapan, kulepaskan celana dalamnya. Satu-satunya kain yang masih tersisa. Perlakuan yang sama kuterima darinya, Wiwin melepaskan celana jeanku. Aku tidak menolak, sebab akupun ingin menuntaskan semuanya. Wiwin dengan bersemangat mengocok 'sang pusakaku' itu, membuat semakin mengeras dan mengacung gagah. Kubelai kakinya sejauh tanganku bisa menjangkau, perlahan naik ke paha. Berputar-putar, berpindah dari kiri ke kanan, sambil sekali-sekali seakan tidak sengaja menyentuh gundukan berbulu yang tidak terlalu lebat tapi terawat teratur. Sementara Wiwin rupanya sudah tidak sabar, dibelai dan digenggamnya kemaluanku, digerakkan tangannya maju mundur. Nikmat sekali. Walaupun hal itu sudah sering kurasakan dalam kencan-kencan liar kami selama beberapa saat sejak aku berkenalan dengan Wiwin, tetapi kali ini rasanya lain. Pikiran dan konsentrasiku tidak lagi terpecah.
Melalui paha sebelah dalam, perlahan tanganku naik ke atas, menuju ke kemaluannya. Begitu tersentuh, desahan nafasnya semakin keras, dan semakin memburu. Perlahan kubelai rambut kemaluannya, lalu jari tengahku mulai menguak ke tengah. Kubelai dan kuputar-putar tonjolan daging sebesar kacang tanah yang sudah sangat licin dan basah. Tubuh Wiwin mulai menggelinjang, pinggulnya bergerak ke kiri-ke kanan, juga ke atas dan ke bawah. Keringatnya semakin deras keluar dari tubuhnya yang wangi. Ciumannya semakin ganas, dan mulai menggigit lidahku yang masih berada dalam mulutnya. Sementara tangannya semakin ganas bermain di kemaluanku, maju-mundur dengan cepat. Tubuhnya mengejang dan melengkung, kemudian terhempas ke tempat tidur disertai erangan panjang. Orgasme yang pertama telah berhasil kupersembahkan untuknya. Dipeluknya aku dengan keras sambil berbisik, "Ohhh, nikmat sekali. terima kasih sayang."
Aku tidak ingin istirahat berlama-lama. Segera kutindih tubuhnya, lalu dengan perlahan kuciumi dia dari kening, ke bawah, ke bawah, dan terus ke bawah. Deru nafasnya kembali terdengar disertai rintihan panjang begitu lidahku mulai menguak kewanitaannya. Cairan vagina ditambah dengan air liurku membuat lubang hangat itu semakin basah. Kumainkan klitorisnya dengan lidah, sambil kedua tanganku meremas-remas pantatnya yang padat berisi. Tangannya kembali mengacak-acak rambutku, dan sesekali kukunya yang tidak terlalu panjang menancap di kepalaku. Ngilu tapi nikmat rasanya. Kepalanya terangkat lalu terbanting kembali ke atas bantal menahan kenikmatan yang amat sangat. Perutnya terlihat naik turun dengan cepat, sementara kedua kakinya memelukku dengan kuat.
Beberapa saat kemudian, ditariknya kepalaku, kemudian diciumnya aku dengan gemas. Kutatap matanya dalam-dalam sambil meminta ijin dalam hati untuk memasukkan pusakaku ke liang kenikmatannya. Tanpa kata, tetapi sampai juga rupanya. Sambil tersenyum sangat manis, dianggukkannya kepalanya.
Perlahan, dengan tangan kuarahkan kemaluanku menuju ke kewanitaannya. Kugosok-gosok sedikit, kemudian dengan amat perlahan, kutekan dan kudorong masuk. Terasa sekali kalau daerah terlarang itu sudah basah dan mengeluarkan banyak cairan. Kudorong perlahan... dan terasa ada yang menahan tongkat pusakaku. Wow...! Wiwin ini masih perawan rupanya. Kulihat dia meringis, mungkin kesakitan, tangannya tanpa kusangka mendorong bahuku sehingga tubuhku terdorong ke bawah. Kulihat ada air mata meleleh di sudut matanya. Aku tidak tega, aku kasihan! Kupeluk dan kuciumi dia. Hilang sudah nafsuku saat itu juga.
Wiwin tahum aku kecewa. Karena itu dia cepat mendekapku. Dan tiba-tiba dengan ganasnya, dia melumat dan mengulum senjataku yang mulai mengendur. "Argh... " aku mendesis...! Ternyata sedotan demi sedotan dari Wiwin mendatangkan kenikmatan yang luar biasa... Aku membiarkan saja, apa yang dilakukan Wiwin. Kulihat Wiwin dengan rakusnya telah melahap dan mengulum kemaluanku yang sudah kembali membesar dan sangat keras. Nikmat tiada tara. Tapi, aku kesulitan untuk melakukan oral terhadapnya dalam posisi seperti ini. Jadi kuminta dia telentang di tempat tidur, aku naik ke atas tubuhnya, tetap dalam posisi terbalik. Aku pernah beberapa kali melakukan hal yang sama dulu, tetapi rasa yang ditimbulkan jauh berbeda. Hampir bobol pertahananku menerima jilatan dan elusan lidahnya yang hangat dan kasar itu. Apalagi bila dia memasukkan kemaluanku ke mulutnya seperti akan menelannya, kemudian bergumam. Getaran pita suaranya seakan menggelitik ujung kemaluanku. Bukan main nikmatnya. Larva panas hampir tidak tertahankan lagi, aku memberi isyarat padanya untuk menghentikan emutannya...

* Wiwin, bila kau baca. Ini adalah cerita tentang kita. Walau kau anggap aku abang dan aku menganggapmu gadis mungil yang nakal, tetapi dalam banyak hal kita bisa saling berbagi...*

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik