Hari itu Bang Atin mengajak Kak Antan untuk
pergi berburu ke hutan. Bang Atin bercerita bahwa dia sering berburu dan
dapat banyak hewan seperti pelanduk, kancil dan bahkan ada rusa juga.
Mendengar hal itu tentu saja kakakku
sangat tertarik. Setelah makan pagi mereka berdua berangkat dengan
peralatan yang telah disiapkan oleh Bang Atin. Tinggallah aku sendiri di
rumah itu. Di rumah tersebut aku bekerja mencuci pinggan mangkok yang
sudah kotor serta juga mencuci kain-kain yang sudah kotor. Saat itu
memang masih kurasakan perih di selangkanganku, apalagi bila kena air,
karena pengobatan yang dilakukan oleh Bang Atin. Setelah selesai semua
pekerjaan tersebut lalu aku tidur-tiduran di kamar. Aku merenung
mengenang masa lalu dan memikirkan tentang apa yang baru saja kualami.
Akhirnya dengan tanpa sadar aku pun tertidur. Aku terbangun dari tidurku setelah ada suara yang memanggilku dari luar rumah. Aku terus bangun dan keluar membukakan pintu, ternyata Bang Atin telah pulang dari berburu dengan membawa seekor pelanduk. Hari saat itu baru kira-kira tengah hari karena kulihat matahari tepat berada di atas kepala. Namun aku menjadi heran kenapa Bang Atin pulang sendirian. Seharusnya dia pulang bersama kakakku. Bang Atin tersenyum kepadaku. Setelah meletakkan hasil buruannya di lantai, dia merengkuh kepalaku dan langsung mencium pipiku. Aku terkejut karena keherananku belum terjawab.
Akhirnya aku pun bertanya: "Bang, Kak Antan mana?" tanyaku padanya.
"Oo, kakakmu masih berburu di hutan. Aku tadi berjanji kepadanya pada waktu sedang dalam perjalanan ke hutan, apabila nanti dapat satu ekor hewan maka akan Abang Atin antarkan langsung pulang agar dapat dimasak oleh Adik Munah. Selain itu Abang juga sampaikan padanya bahwa Abang akan mengobatimu siang ini sebentar," cerita Bang Atin panjang lebar.
Mendengar cerita itu tahulah aku apa yang akan terjadi. Pastilah epot mungilku ini nanti akan jadi bulan-bulanan kitang Bang Atin. Belum sempat aku berpikir tentang itu, tangan Bang Atin telah merengkuh tanganku dan menarikku ke kamar. Setelah sampai di kamar Bang Atin menyuruhku berbaring di ranjang sementara itu dia pergi keluar dan tampaknya dia pergi menutup pintu. Kemudian dia masuk lagi dan dengan tergesa-gesa dia menanggalkan pakaian berburunya satu persatu hingga akhirnya dia telanjang bulat. Dia memandangku dengan sorot mata tajam seperti hendak menelanku saja.
Hari inilah baru pertama kali aku melihat tubuhnya dengan jelas karena semalam aku hanya melihatnya dalam keremangan sinar lampu togok. Dengan jelas kulihat raut tubuhnya yang hitam manis berminyak diselingi bulubulu halus di sekujur tubuhnya. Aku melihat jelas kitang Bang Atin yang berwarna hitam berurat itu sedang tegak-tegaknya. Dengan tersenyum dia mendekatiku dan menaiki ranjang tersebut. Hatiku terkesiap dan merasakan akan terjadi sesuatu yang di luar perkiraanku. Dia menyuruhku segera membuka pakaian.
"Munah, tolong buka pakaianmu!" perintahnya padaku.
"Ii.. I.. Ya," jawabku.
Aku segera duduk dan mulai membuka satu persatu pakaianku mulai dari baju dan terus ke sarung yang kupakai. Sambil membuka baju aku merasakan dia mempermainkan kitangnya di punggungku. Ikh, terasa benda itu menggesek-gesek pinggulku. Setelah aku bugil tanpa sehelai benang pun, dia merengkuh bahuku dan langsung membaringkanku di atas ranjang itu. Aku ditelentangkannya sambil tangannya mengelus tubuhku dari dada sampai ke perut. Kemudian dia mulai merangkak ke atasku dan bertumpu pada kedua sikunya. Sementara itu aku merasakan tubuh bagian bawahnya sudah merapat ke pahaku. Sangat nyata kurasakan kitang Bang Atin yang sudah keras itu menusuk selangkanganku. Berat tubuhnya menambah tertekannya epotku oleh kitangnya.
"Sayang, Abang tadi waktu berburu ingat dengan Munah. Abang masih merasakan kenikmatan sewaktu mengobatimu tadi malam," katanya setengah berbisik padaku.
Aku hanya mengangguk saja. Kemudian Bang Atin memulai operasinya pada tubuhku dengan menggelitik telingaku dengan ujung lidahnya. Seterusnya dia semakin ke bawah menggerakkan lidahnya hingga sampai pada leherku dan berputar-putar di situ. Dengan gemasnya Bang Atin melumat-lumat bibirku entah beberapa puluh kali hingga aku merasa kegelian. Selanjutnya Bang Atin mengisap-isap puting susuku bergantian kiri kanan dengan rakusnya hingga kadang-kadang aku merasa kesakitan. Sementara itu aku juga merasakan tekanan-tekanan pada selangkanganku oleh kitang Bang Atin semakin kuat saja. Bang Atin sedikit mengangkat badannya dan mulailah kitangnya menusuk-nusuk epot mungilku ini.
Aku merasakan bibir-bibir epotku timbul tenggelam seiring tusukannya. Semakin lama dia menekan-nekan kitangnya semakin basah epotku dan semakin terasa keenakannya hingga akhirnya kitang Bang Atin yang lumayan itu mulai menyeruak ke antara bibir epotku. Masuk sedikit demi sedikit seiring tarik dorong yang di lakukannya. Cukup lama juga dia berusaha menerobos epotku dengan cara begitu sampai keringatnya membanjiri tubuhnya dan menetes di dadaku. Setelah sekian lama terasa sudah separuh kitangnya yang masuk namun dia tetap menarik dan mendorong ke keluar dan kedalam.
"Aww, sakiit, Baang!" teriakku ketika satu hentakan yang sangat kuat menghantam epotku.
Rupanya Bang Atin sengaja mempermainkan aku dengan menunda-nunda memasukkan kitangnya. Sekarang kitang besar itu sudah terbenam habis dan sudah bersarang dalam epotku. Selangkangan kami sudah bertaut tidak ada jarak lagi. Tubuh kami telah menyatu, keringat Bang Atin pun sudah membasahi dada dan perutku. Bang Atin merapatkan tubuhnya serapat-rapatnya sehingga aku jadi sesak untuk bernafas. Sementara itu rasa perih juga masih terasa pada epotku yang saat ini menampung benda besar itu. Benda itu masih diam di sarangnya tanpa gerak dan secara otomatis epotku menyesuaikan diri dengan kehadirannya.
Tidak berapa lama kemudian aku sudah merasakan gerakan-gerakan kitangnya menerjang ke atas dan ke bawah. Seiring dengan itu tubuh Bang Atin bergerak lincah menggesek dan menggilas tubuhku. Semakin lama semakin kurasakan rangsangan yang enak melanda epotku. Berjuta-juta rasa nikmat melanda seiring terjangan-terjangan kitang Bang Atin dan ditambah lagi cumbuan-cumbuannya pada leher dan seluruh wajahku.
"Alangkah nikmatnya pengobatan ini," pikirku saat itu.
Setelah agak lama menyodok keluar masuk, aku merasakan jemari tangan Bang Atin menyelinap ke bawah bongkahan pantatku. Kemudian kurasakan tangan itu meremasremas pantatku, sehingga ada kenikmatan lain yang kurasakan. Selanjutnya kedua tangannya mendekap erat pantatku hingga kurasakan epotku merapat erat dengan milik Bang Atin. Ketika itulah dia memutar-mutar pinggulnya yang menimbulkan kenikmatan luar biasa bagiku.
"Ohh.. Ohh.. Ohh.." rintihku saat itu karena meregang nikmat.
Kemudian tubuhku mengejang dan bergetar sejadi-jadinya karena orgasme yang telah melanda diriku. Tidak berapa lama kemudian dengan beringasnya Bang Atin menggoyang tubuhku kuat sekali dan..
Crot.. Crot.. semburan cairannya memenuhi ruang epotku. Kami berdua terkapar lemas, Bang Atin kemudian mencabut kitangnya dan berbisik padaku.
"Munah, kamu istirahat di rumah ya? Masak daging pelanduk tadi dan makan sepuaspuasmu. Nanti malam Abang akan mengobatimu lagi," bisiknya lembut dekat telingaku.
Kemudian dia bergegas berpakaian dan langsung pergi meninggalkanku. Dia kembali pergi menemui kakakku Antan yang sedang berburu di hutan. Sorenya mereka kembali dari berburu dan mendapat banyak hewan buruan seperti kancil dan pelanduk serta ayam hutan. Bang Atin dan kakakku sibuk membersihkan hasil buruan mereka dan sebagian dimasak sore itu juga. Malamnya kami pun makan bersama. Setelah selesai makan dan bercerita sebentar, semuanya bersiap-siap untuk tidur. Kakakku Antan karena sangat capek berburu langsung tertidur lelap di ranjang ruang tengah.
Sementara itu aku mulai beringsut ke kamar dan berbaring di ranjang. Mataku menerawang membayangkan akan terjadi lagi pengobatan rutin oleh Bang Atin. Benar saja! Sebentar kemudian Bang Atin telah muncul di kamar dan naik ke ranjang. Dia langsung memelukku dan menciumiku bertubi-tubi, dia sangat rindu dan bernafsu sekali. Malam itu adalah seperti malam sebelumnya, Bang Atin sampai tiga kali mengarungi kenikmatan bersamaku hingga paginya. Pertama sekali ketika akan tidur, selanjutnya ketika aku terjaga tengah malam dia telah lebih dahulu menaiki tubuhku dan terakhir ketika pagi harinya.
Aku terbangun paginya ketika matahari sudah meninggi. Bang Atin dan Kak Antan sudah tidak di rumah lagi, mereka telah berangkat berburu. Hari itu adalah hari kedua kami di rumah Bang Atin. Kira-kira tengah harinya kembali aku dikejutkan dengan kedatangan Bang Atin dari berburu. Herannya masih seperti hari sebelumnya hanya dia sendiri yang pulang, namun hari ini dia tidak membawa hewan buruan. Dia cuma membawa dedaunan hutan. Katanya dedaunan ini agar disayur saja sebagai obat. Ketika kutanyakan keberadaan kakakku, dia bilang bahwa kakakku lagi berburu dan menunggu di hutan. Bang Atin minta izin pada kakakku mengantarkan dedaunan tersebut untuk obatku. Aku tahu apa yang akan terjadi. Pasti sebentar lagi aku akan bergumul dengan kitang Bang Atin.
Dan benar saja, setelah Bang Atin keluar dari kamar mandi langsung saja mengajakku ke ranjang di kamar. Dengan pasrah aku menurut perintahnya untuk membuka seluruh pakaian. Kejadian seperti hari kemarin kembali terjadi, namun hari ini aku betul-betul menikmati permainan obat Bang Atin. Hari ini aku diberikan sebuah cara yang menurutku cukup nikmat yaitu ketika kitangnya sedang enak-enaknya membenam dalam epotku, posisi kami dibaliknya sehingga aku tepat berada di atasnya. Pinggulku digoyang-goyangnya sehingga kenikmatan kitangnya dapat kuatur sesuai seleraku.
Aku betul-betul menikmati permainan ini. Sambil mengatur kenikmatan kitang Bang Atin, aku merasakan bibir-bibirnya mengecup ganas puting susuku sehingga aku semakin berkelojotan dan akhirnya mengejang menahan kenikmatan orgasme. Melihat aku terkapar lemas, Bang Atin membalikkan posisi. Sekarang dia berada di atasku, dengan bersemangat dan bernafsu sekali dia mengerjai epotku menyudahi permainan ini. Dia menghabiskan beberapa waktu untuk mengobarak-abrik empotku hingga akhirnya aku kembali orgasme dan terakhir dia menyemprotkan cairan itu ke dalam epotku.
Selama tiga malam dan tiga hari itu aku betul-betul diobati Bang Atin sepuaspuasnya. Ketika kakakku terlelap dan ketika berburu dia berkesempatan melakukan itu kepadaku. Malam hari entah beberapa kali aku harus pergi ke sumur untuk membersihkan epotku dari sperma Bang Atin, sambil lewat aku memperhatikan bahwa Kak Antan malah enak-enaknya tidur lelap di ruang tengah. Sementara itu aku membanting tulang melayani keperkasaan Bang Atin di ranjang. Bahkan pada saat-saat perpisahan kami di hari ketiga, siang itu Bang Atin meminta kepada kakakku untuk mengobatiku sebentar di kamar. Anehnya, kakakku malah mengiyakan hingga terjadilah kembali pergumulan perpisahan yang betul-betul dimanfaatkan Bang Atin untuk menghajar dan mengobarak-abrik milikku dengan sepuas-puasnya.
Dengan senyum kemenangan Bang Atin berpesan padaku agar aku tetap menjaga tubuh dengan baik, kalau menginginkan hal seperti ini lagi agar aku mendatanginya. Dia malah mengajakku agar tinggal saja bersamanya, namun aku tidak mau karena memikirkan kakakku.
Demikianlah cerita ini berakhir bersama Bang Atin saat itu. Petualangan pun kami mulai lagi bersama Kak Antan.
Akhirnya dengan tanpa sadar aku pun tertidur. Aku terbangun dari tidurku setelah ada suara yang memanggilku dari luar rumah. Aku terus bangun dan keluar membukakan pintu, ternyata Bang Atin telah pulang dari berburu dengan membawa seekor pelanduk. Hari saat itu baru kira-kira tengah hari karena kulihat matahari tepat berada di atas kepala. Namun aku menjadi heran kenapa Bang Atin pulang sendirian. Seharusnya dia pulang bersama kakakku. Bang Atin tersenyum kepadaku. Setelah meletakkan hasil buruannya di lantai, dia merengkuh kepalaku dan langsung mencium pipiku. Aku terkejut karena keherananku belum terjawab.
Akhirnya aku pun bertanya: "Bang, Kak Antan mana?" tanyaku padanya.
"Oo, kakakmu masih berburu di hutan. Aku tadi berjanji kepadanya pada waktu sedang dalam perjalanan ke hutan, apabila nanti dapat satu ekor hewan maka akan Abang Atin antarkan langsung pulang agar dapat dimasak oleh Adik Munah. Selain itu Abang juga sampaikan padanya bahwa Abang akan mengobatimu siang ini sebentar," cerita Bang Atin panjang lebar.
Mendengar cerita itu tahulah aku apa yang akan terjadi. Pastilah epot mungilku ini nanti akan jadi bulan-bulanan kitang Bang Atin. Belum sempat aku berpikir tentang itu, tangan Bang Atin telah merengkuh tanganku dan menarikku ke kamar. Setelah sampai di kamar Bang Atin menyuruhku berbaring di ranjang sementara itu dia pergi keluar dan tampaknya dia pergi menutup pintu. Kemudian dia masuk lagi dan dengan tergesa-gesa dia menanggalkan pakaian berburunya satu persatu hingga akhirnya dia telanjang bulat. Dia memandangku dengan sorot mata tajam seperti hendak menelanku saja.
Hari inilah baru pertama kali aku melihat tubuhnya dengan jelas karena semalam aku hanya melihatnya dalam keremangan sinar lampu togok. Dengan jelas kulihat raut tubuhnya yang hitam manis berminyak diselingi bulubulu halus di sekujur tubuhnya. Aku melihat jelas kitang Bang Atin yang berwarna hitam berurat itu sedang tegak-tegaknya. Dengan tersenyum dia mendekatiku dan menaiki ranjang tersebut. Hatiku terkesiap dan merasakan akan terjadi sesuatu yang di luar perkiraanku. Dia menyuruhku segera membuka pakaian.
"Munah, tolong buka pakaianmu!" perintahnya padaku.
"Ii.. I.. Ya," jawabku.
Aku segera duduk dan mulai membuka satu persatu pakaianku mulai dari baju dan terus ke sarung yang kupakai. Sambil membuka baju aku merasakan dia mempermainkan kitangnya di punggungku. Ikh, terasa benda itu menggesek-gesek pinggulku. Setelah aku bugil tanpa sehelai benang pun, dia merengkuh bahuku dan langsung membaringkanku di atas ranjang itu. Aku ditelentangkannya sambil tangannya mengelus tubuhku dari dada sampai ke perut. Kemudian dia mulai merangkak ke atasku dan bertumpu pada kedua sikunya. Sementara itu aku merasakan tubuh bagian bawahnya sudah merapat ke pahaku. Sangat nyata kurasakan kitang Bang Atin yang sudah keras itu menusuk selangkanganku. Berat tubuhnya menambah tertekannya epotku oleh kitangnya.
"Sayang, Abang tadi waktu berburu ingat dengan Munah. Abang masih merasakan kenikmatan sewaktu mengobatimu tadi malam," katanya setengah berbisik padaku.
Aku hanya mengangguk saja. Kemudian Bang Atin memulai operasinya pada tubuhku dengan menggelitik telingaku dengan ujung lidahnya. Seterusnya dia semakin ke bawah menggerakkan lidahnya hingga sampai pada leherku dan berputar-putar di situ. Dengan gemasnya Bang Atin melumat-lumat bibirku entah beberapa puluh kali hingga aku merasa kegelian. Selanjutnya Bang Atin mengisap-isap puting susuku bergantian kiri kanan dengan rakusnya hingga kadang-kadang aku merasa kesakitan. Sementara itu aku juga merasakan tekanan-tekanan pada selangkanganku oleh kitang Bang Atin semakin kuat saja. Bang Atin sedikit mengangkat badannya dan mulailah kitangnya menusuk-nusuk epot mungilku ini.
Aku merasakan bibir-bibir epotku timbul tenggelam seiring tusukannya. Semakin lama dia menekan-nekan kitangnya semakin basah epotku dan semakin terasa keenakannya hingga akhirnya kitang Bang Atin yang lumayan itu mulai menyeruak ke antara bibir epotku. Masuk sedikit demi sedikit seiring tarik dorong yang di lakukannya. Cukup lama juga dia berusaha menerobos epotku dengan cara begitu sampai keringatnya membanjiri tubuhnya dan menetes di dadaku. Setelah sekian lama terasa sudah separuh kitangnya yang masuk namun dia tetap menarik dan mendorong ke keluar dan kedalam.
"Aww, sakiit, Baang!" teriakku ketika satu hentakan yang sangat kuat menghantam epotku.
Rupanya Bang Atin sengaja mempermainkan aku dengan menunda-nunda memasukkan kitangnya. Sekarang kitang besar itu sudah terbenam habis dan sudah bersarang dalam epotku. Selangkangan kami sudah bertaut tidak ada jarak lagi. Tubuh kami telah menyatu, keringat Bang Atin pun sudah membasahi dada dan perutku. Bang Atin merapatkan tubuhnya serapat-rapatnya sehingga aku jadi sesak untuk bernafas. Sementara itu rasa perih juga masih terasa pada epotku yang saat ini menampung benda besar itu. Benda itu masih diam di sarangnya tanpa gerak dan secara otomatis epotku menyesuaikan diri dengan kehadirannya.
Tidak berapa lama kemudian aku sudah merasakan gerakan-gerakan kitangnya menerjang ke atas dan ke bawah. Seiring dengan itu tubuh Bang Atin bergerak lincah menggesek dan menggilas tubuhku. Semakin lama semakin kurasakan rangsangan yang enak melanda epotku. Berjuta-juta rasa nikmat melanda seiring terjangan-terjangan kitang Bang Atin dan ditambah lagi cumbuan-cumbuannya pada leher dan seluruh wajahku.
"Alangkah nikmatnya pengobatan ini," pikirku saat itu.
Setelah agak lama menyodok keluar masuk, aku merasakan jemari tangan Bang Atin menyelinap ke bawah bongkahan pantatku. Kemudian kurasakan tangan itu meremasremas pantatku, sehingga ada kenikmatan lain yang kurasakan. Selanjutnya kedua tangannya mendekap erat pantatku hingga kurasakan epotku merapat erat dengan milik Bang Atin. Ketika itulah dia memutar-mutar pinggulnya yang menimbulkan kenikmatan luar biasa bagiku.
"Ohh.. Ohh.. Ohh.." rintihku saat itu karena meregang nikmat.
Kemudian tubuhku mengejang dan bergetar sejadi-jadinya karena orgasme yang telah melanda diriku. Tidak berapa lama kemudian dengan beringasnya Bang Atin menggoyang tubuhku kuat sekali dan..
Crot.. Crot.. semburan cairannya memenuhi ruang epotku. Kami berdua terkapar lemas, Bang Atin kemudian mencabut kitangnya dan berbisik padaku.
"Munah, kamu istirahat di rumah ya? Masak daging pelanduk tadi dan makan sepuaspuasmu. Nanti malam Abang akan mengobatimu lagi," bisiknya lembut dekat telingaku.
Kemudian dia bergegas berpakaian dan langsung pergi meninggalkanku. Dia kembali pergi menemui kakakku Antan yang sedang berburu di hutan. Sorenya mereka kembali dari berburu dan mendapat banyak hewan buruan seperti kancil dan pelanduk serta ayam hutan. Bang Atin dan kakakku sibuk membersihkan hasil buruan mereka dan sebagian dimasak sore itu juga. Malamnya kami pun makan bersama. Setelah selesai makan dan bercerita sebentar, semuanya bersiap-siap untuk tidur. Kakakku Antan karena sangat capek berburu langsung tertidur lelap di ranjang ruang tengah.
Sementara itu aku mulai beringsut ke kamar dan berbaring di ranjang. Mataku menerawang membayangkan akan terjadi lagi pengobatan rutin oleh Bang Atin. Benar saja! Sebentar kemudian Bang Atin telah muncul di kamar dan naik ke ranjang. Dia langsung memelukku dan menciumiku bertubi-tubi, dia sangat rindu dan bernafsu sekali. Malam itu adalah seperti malam sebelumnya, Bang Atin sampai tiga kali mengarungi kenikmatan bersamaku hingga paginya. Pertama sekali ketika akan tidur, selanjutnya ketika aku terjaga tengah malam dia telah lebih dahulu menaiki tubuhku dan terakhir ketika pagi harinya.
Aku terbangun paginya ketika matahari sudah meninggi. Bang Atin dan Kak Antan sudah tidak di rumah lagi, mereka telah berangkat berburu. Hari itu adalah hari kedua kami di rumah Bang Atin. Kira-kira tengah harinya kembali aku dikejutkan dengan kedatangan Bang Atin dari berburu. Herannya masih seperti hari sebelumnya hanya dia sendiri yang pulang, namun hari ini dia tidak membawa hewan buruan. Dia cuma membawa dedaunan hutan. Katanya dedaunan ini agar disayur saja sebagai obat. Ketika kutanyakan keberadaan kakakku, dia bilang bahwa kakakku lagi berburu dan menunggu di hutan. Bang Atin minta izin pada kakakku mengantarkan dedaunan tersebut untuk obatku. Aku tahu apa yang akan terjadi. Pasti sebentar lagi aku akan bergumul dengan kitang Bang Atin.
Dan benar saja, setelah Bang Atin keluar dari kamar mandi langsung saja mengajakku ke ranjang di kamar. Dengan pasrah aku menurut perintahnya untuk membuka seluruh pakaian. Kejadian seperti hari kemarin kembali terjadi, namun hari ini aku betul-betul menikmati permainan obat Bang Atin. Hari ini aku diberikan sebuah cara yang menurutku cukup nikmat yaitu ketika kitangnya sedang enak-enaknya membenam dalam epotku, posisi kami dibaliknya sehingga aku tepat berada di atasnya. Pinggulku digoyang-goyangnya sehingga kenikmatan kitangnya dapat kuatur sesuai seleraku.
Aku betul-betul menikmati permainan ini. Sambil mengatur kenikmatan kitang Bang Atin, aku merasakan bibir-bibirnya mengecup ganas puting susuku sehingga aku semakin berkelojotan dan akhirnya mengejang menahan kenikmatan orgasme. Melihat aku terkapar lemas, Bang Atin membalikkan posisi. Sekarang dia berada di atasku, dengan bersemangat dan bernafsu sekali dia mengerjai epotku menyudahi permainan ini. Dia menghabiskan beberapa waktu untuk mengobarak-abrik empotku hingga akhirnya aku kembali orgasme dan terakhir dia menyemprotkan cairan itu ke dalam epotku.
Selama tiga malam dan tiga hari itu aku betul-betul diobati Bang Atin sepuaspuasnya. Ketika kakakku terlelap dan ketika berburu dia berkesempatan melakukan itu kepadaku. Malam hari entah beberapa kali aku harus pergi ke sumur untuk membersihkan epotku dari sperma Bang Atin, sambil lewat aku memperhatikan bahwa Kak Antan malah enak-enaknya tidur lelap di ruang tengah. Sementara itu aku membanting tulang melayani keperkasaan Bang Atin di ranjang. Bahkan pada saat-saat perpisahan kami di hari ketiga, siang itu Bang Atin meminta kepada kakakku untuk mengobatiku sebentar di kamar. Anehnya, kakakku malah mengiyakan hingga terjadilah kembali pergumulan perpisahan yang betul-betul dimanfaatkan Bang Atin untuk menghajar dan mengobarak-abrik milikku dengan sepuas-puasnya.
Dengan senyum kemenangan Bang Atin berpesan padaku agar aku tetap menjaga tubuh dengan baik, kalau menginginkan hal seperti ini lagi agar aku mendatanginya. Dia malah mengajakku agar tinggal saja bersamanya, namun aku tidak mau karena memikirkan kakakku.
Demikianlah cerita ini berakhir bersama Bang Atin saat itu. Petualangan pun kami mulai lagi bersama Kak Antan.
Sekarang
aku telah balik ke hutan lagi bersama kakak kandungku, Kak Antan. Di
hutan ini ada lagi petualangan hidup yang kami alami. Di sini aku akan
ceritakan kepada anda, semoga anda puas.
Dalam perjalanan pulang dari rumah Bang Atin, kami menemukan kesulitan untuk kembali karena kami harus melawan arus sungai ke hulu. Kak Antan berpikir bahwa jika diteruskan maka kami pasti tidak akan mampu lagi, apalagi melihat kondisiku yang sudah payah dan letih setelah berobat dengan Bang Atin. Anda pasti tahu bahwa selama tiga hari tiga malam aku diobati Bang Atin, seluruh tenagaku terkuras untuk mengimbangi alat suntik Bang Atin yang begitu perkasa mengoabrak-abrik kemaluanku yang masih mungil dan kecil ini. Sehingga Kak Antan memutuskan untuk mencari pemukiman baru yang tidak jauh dari kampung itu.
Di dekat pinggir sungai itu kami membuat dangau tempat tinggal. Kak Antan yang cekatan dengan tangkasnya hanya memerlukan waktu sebentar untuk membuat tempat tinggal kami. Akhirnya selesai sudah pembuatan satu buah dangau kecil yang akan kami tempati berdua. Dangau kami yang baru ini jauh lebih kecil dari dangau yang kami tempati dulu. Setelah malam tiba kami tidur. Kak Antan tidur seperti biasa dekat pintu sedang kan aku tidur di tepi dinding sebelahnya lagi. Kami tidur nyenyak sekali, apalagi aku yang sudah tiga malam kekurangan tidur akibat dibangunkan selalu oleh Bang Atin untuk melayani pengobatan yang dilakukannya padaku.
Siang harinya seperti biasa Kak Antan pergi berburu dan mencari buah-buahan untuk makanan, sedangkan aku hanya menunggu di rumah sambil bekerja menyiangi sekitar rumah. Jika dulu aku sering ikut Kak Antan berburu namun sekarang Kak Antan malah melarangku ikut karena dia khawatir dengan sakitku. Begitulah kehidupan kami setelah menetap di dangau itu. Setelah seminggu tinggal di dangau itu aku mulai kembali mengingat Bang Atin. Ada rasa inginku untuk kembali dibelai dan dicumbuinya. Mungkin perasaan alamiah yang kurasakan, sehingga setiap hari aku selalu bermenung dan melamun. Keadaanku yang seperti ini diperhatikan oleh kakakku sehingga dia pun menanyakan padaku.
"Munah, aku lihat kamu setiap hari hanya melamun saja, ada apa denganmu?" tanya Kak Antan suatu hari.
Aku terkejut dari lamunanku dan mencoba biasa-biasa saja.
"Aku mengingat Bang Atin, Kak. Sudah lama kita tidak berjumpa," jawabku jujur.
"Oo, jadi kamu mau diobati lagi sama Bang Atin? Bagaimana jika kakak saja yang mengobatimu? Kamu kan tahu apa bahan yang dibuat mengobatinya?" jawab kakakku.
"Ah, biar sajalah Kak," jawabku lagi.
Akhirnya berlalu begitu saja. Suatu malam ketika kami mau tidur, Kak Antan mulai lagi membicarakan tentang pengobatan yang dilakukan oleh Bang Atin. Saat itu aku betul-betul merindukan Bang Atin, aku membayangkan bagaimana dia dengan lembutnya mengerjai epot mungilku. Aku membayangkan saat-saat kitang Bang Atin menembus epotku yang membuatku merasa nikmat yang luar biasa. Aku mengingat saat-saat kitang itu menyemprotkan cairan obatnya ke dalam epotku.
"Akh, sungguh aku merindukanmu Bang Atin," hasratku.
"Munah, waktu kita di rumah Bang Atin, kakak mendengar suara ribut dari kamar pengobatanmu. Aku mendengar seperti suara rintihan kamu, apakah Bang Atin menyakiti sewaktu mengobatimu?" tanya Kak Antan.
Aku berpikir bahwa rupanya Kak Antan tidak tidur waktu itu sehingga dia mendengar suara-suara kami.
"Tidak, Kak. Malah Bang Atin membuat Munah merasa keenakan diobati," jawabku seenaknya.
"Kalau begitu, biar kakak saja yang mengobati Munah, ajarkan saja caranya!" pinta Kak Antan padaku.
Karena sudah didesak seperti itu, maka aku pun bersedia.
"Pertama, harus buka dulu pakaian kakak!" kataku memulai.
"Apa? Kok pakaian kakak yang dibuka? Yang diobati kan kamu!" bantah Kak Antan.
"Iya, aku juga," jawabku sambil menanggalkan pakaianku satu persatu.
Kak Antan hanya melongo saja melihat aku sudah telanjang bulat. Rupanya dia belum pernah melihat aku telanjang bulat. Dari atas sampai ke bawah dipandangnya aku dengan mata tak berkedip.
"Sekarang, buka pakaian kakak!" perintahku padanya. Namun dia hanya diam.
"Kakak sungguh mau mengobatiku? Jika ya, buka pakaian kakak!" perintahku lagi.
Akhirnya dibukalah pakaiannya satu persatu. Aku memperhatikan dia mempreteli satu persatu kain-kainnya dalam terang cahaya lampu togok itu. Aku menunggu saat dia membuka celananya, membayangkan bentuk kitang Kak Antan, apakah masih seperti kepunyaan Bang Atin juga atau tidak. Aku sudah merindukan saat-saat benda itu menerobos epot mungilku dan mengoyak-ngoyak liangku. Aku tidak peduli lagi akan pengobatan diriku, yang kuinginkan sekarang adalah benda panjang itu mengaduk-aduk milikku.
"Oops, ehh," ketika celananya terselak, ternyata punya Kak Antan masih lisut dan kempes, besarnya lebih sedikit dari jempol.
"Waduhh," pikirku.
Aku tidak kehilangan akal, kusuruh Kak Antan memegang payudaraku seperti Bang Atin pernah lakukan padaku. Kak Antan bergerak mendekatiku dan sambil duduk dia mulai memegang payudaraku.
"Remas, Kak!" kataku. Kak Antan mulai meremas-remasnya.
"Munah, rasanya kok lembut sekali? Malah enak meremasnya" kata Kak Antan.
"Terus saja Kak!" jawabku lagi.
Akhirnya aku lihat kitang Bang Atin bergerak sendiri semakin membesar. Setelah ukurannya maksimal, aku perhatikan kok bentuknya membengkok ke kanan, tidak lurus seperti punya Bang Atin. Semakin ke ujung semakin membesar namun lingkaran pangkalnya cukup kecil dan ukuran panjangnya menyamai kitang Bang Atin. Aku tidak tahan lagi, segera kuraih benda itu. Namun Kak Antan terkejut dan menghindar.
"Ehh, Munah, kamu mau apa?" tanyanya.
"Kak, waktu Bang Atin mengobatiku, dia menggunakan benda punyanya seperti punya Kakak itu. Namanya kitang," terangku kepadanya.
"Benda itulah yang menyalurkan obat ke tubuhku," jelasku lagi.
"Eh, kok bisa, bagaimana caranya?" tanya Kak Antan heran.
"Caranya akan Munah jelaskan asalkan Kakak menuruti perintahku," jawabku tak sabar.
"Baiklah, kakak akan menuruti" Kak Antan menyerah.
Aku mulai berbaring telentang. Kak Antan kusuruh meremas-remas payudaraku, setelah agak lama, aku menyuruhnya menelungkup di atasku. Kucari bibirnya dan kukulum-kulum bibir Kak Antan. Bibirnya terasa dingin, namun aku merasakan kitangnya sudah terimpit di antara pahaku. Aku menyuruhnya memasukkan kitangnya ke epotku, karena aku tidak sabar lagi. Namun, dia malah tidak mengerti. Terpaksa aku bantu dengan tanganku.
Bles, bles... Kitang kakakku mulai masuk dan dia langsung menekannya sekuatkuatnya. Sepertinya dia menemukan suatu kenikmatan baru yang belum pernah dirasakannya. Ampun! Suara nafasnya memburu seperti habis berlari jauh. Kemudian belum sempat aku menikmati permainan ini, dengan tergesa-gesa dia memaju mundurkan kitangnya dengan cepat sekali, sehingga terasa panas epotku dan tidak berapa lama kemudian crot.. crot... obatnya (air maninya) kurasakan menyemprot banyak sekali. Setelah itu dengan cepat langsung dicabutnya kitangnya tanpa menunggu rileks, sehingga menimbulkan rasa perih di epotku. Biasanya Bang Atin membiarkan dulu beberapa saat sebelum mencabutnya.
"Akh, Dik, apa yang telah Kakak lakukan padamu?" tanyanya padaku.
"Kak, begitulah Bang Atin mengobatiku selama 3 hari itu. Namun Bang Atin bisa membuat Munah merasa enak karena dia melama-lamakannya." jawabku dengan kecewa.
"Apa kamu tidak merasa sakit?"
"Waktu pertama saja Kak sakitnya, setelah itu tidak lagi" jawabku.
Kejadian itu merupakan pengalaman pertamaku dengan Kakak Antan, selanjutnya di gubuk kecil itu hampir setiap malam kami melakukannya. Aku mengajari Kakak Antan bagaimana yang telah dilakukan oleh Bang Atin. Aku menjadi ketagihan dan setiap hari aku selalu menunggu Kak Antan pulang dari berburu untuk kemudian berburu kenikmatan dengan dalih mengobatiku. Perbuatan ini kami lakukan berbulan-bulan, hingga suatu saat aku merasa ada keganjilan pada perut dan perasaanku.
Perutku bertambah besar dan payudaraku pun semakin besar, padahal tujuan kami sebelumnya adalah mengobati agar payudaraku jangan membesar. Disamping itu ada perasaan aneh pada diriku, yaitu selalu mual-mual dan ingin muntah. Sedangkan darah yang selama ini selalu keluar setiap bulannya dari epotku sudah sembuh. Dalam kebingungan ini akhirnya kami putuskan untuk kembali menemui Bang Atin. Kembali kami ke rumah Bang Atin pada suatu sore dan menjumpai Bang Atin sedang duduk-duduk di depan rumahnya. Melihat kami datang Bang Atin terkejut dan kemudian tersenyum. Dia melirik nakal ke arahku. Aku kembali merasa denyut birahi yang dulu selalu diobati Bang Atin kembali muncul ketika melihat Bang Atin.
"Apa kabar kalian sekarang," tanya Bang Atin.
"Bang, adikku bukannya sembuh tapi malah semakin bertambah penyakitnya," jawab Kak Antan gusar.
"Oh, itu masalahnya. Dik Antan jangan marah dulu. Nanti aku ceritakan," kata Bang Atin.
Sore itu dijelaskanlah oleh Bang Atin, bahwa sebenarnya aku hamil karena telah melakukan suatu perkawinan antara lelaki dengan wanita. Terungkaplah di sana cerita kakakku bahwa kami pun telah melakukannya di rumah. Mendengar itu Bang Atin malah marah dan mengatakan bahwa yang kami lakukan itu terlarang karena kami bersaudara. Kak Antan menangis menyesali itu semua, namun Bang Atin mengatakan bahwa janin yang ada di perutku bukan milik Kak Antan tetapi miliknya.
Penyelesaiannya saat itu adalah bahwa aku harus menjadi istri Bang Atin dan Kak Antan boleh tinggal di rumah itu dan nanti akan dicarikan pula istrinya. Malam itu kami tidur kembali di rumah Bang Atin. Setelah kakakku tertidur, Bang Atin dengan berbisik kemudian mengajakku ke kamarnya dan kami pun melepaskan rindu di sana. Jadilah malam itu merupakan malam kenikmatan yang tak dapat kulupakan. Mengingat aku yang hamil, maka Bang Atin memasukkan kitangnya dari belakang dan posisiku menungging. Sensasi lain yang kurasakan saat itu membuat aku menggapai orgasme berkali-kali. Akhirnya malam itu selesai juga, terobati pulalah rindu kami.
Kehidupan kami selanjutnya dan sampai saat ini tetap bermukim di kampung itu. Aku telah menjadi istri Bang Atin dan telah mempunyai dua orang anak yang lucu sekali, keduanya perempuan. Sedangkan Kak Antan baru setahun dinikahkan dengan famili Bang Atin, saat ini istrinya sedang hamil tua. Kami selalu merahasiakan kisah kami kepada famili dan penduduk kampung.
TAMAT
Dalam perjalanan pulang dari rumah Bang Atin, kami menemukan kesulitan untuk kembali karena kami harus melawan arus sungai ke hulu. Kak Antan berpikir bahwa jika diteruskan maka kami pasti tidak akan mampu lagi, apalagi melihat kondisiku yang sudah payah dan letih setelah berobat dengan Bang Atin. Anda pasti tahu bahwa selama tiga hari tiga malam aku diobati Bang Atin, seluruh tenagaku terkuras untuk mengimbangi alat suntik Bang Atin yang begitu perkasa mengoabrak-abrik kemaluanku yang masih mungil dan kecil ini. Sehingga Kak Antan memutuskan untuk mencari pemukiman baru yang tidak jauh dari kampung itu.
Di dekat pinggir sungai itu kami membuat dangau tempat tinggal. Kak Antan yang cekatan dengan tangkasnya hanya memerlukan waktu sebentar untuk membuat tempat tinggal kami. Akhirnya selesai sudah pembuatan satu buah dangau kecil yang akan kami tempati berdua. Dangau kami yang baru ini jauh lebih kecil dari dangau yang kami tempati dulu. Setelah malam tiba kami tidur. Kak Antan tidur seperti biasa dekat pintu sedang kan aku tidur di tepi dinding sebelahnya lagi. Kami tidur nyenyak sekali, apalagi aku yang sudah tiga malam kekurangan tidur akibat dibangunkan selalu oleh Bang Atin untuk melayani pengobatan yang dilakukannya padaku.
Siang harinya seperti biasa Kak Antan pergi berburu dan mencari buah-buahan untuk makanan, sedangkan aku hanya menunggu di rumah sambil bekerja menyiangi sekitar rumah. Jika dulu aku sering ikut Kak Antan berburu namun sekarang Kak Antan malah melarangku ikut karena dia khawatir dengan sakitku. Begitulah kehidupan kami setelah menetap di dangau itu. Setelah seminggu tinggal di dangau itu aku mulai kembali mengingat Bang Atin. Ada rasa inginku untuk kembali dibelai dan dicumbuinya. Mungkin perasaan alamiah yang kurasakan, sehingga setiap hari aku selalu bermenung dan melamun. Keadaanku yang seperti ini diperhatikan oleh kakakku sehingga dia pun menanyakan padaku.
"Munah, aku lihat kamu setiap hari hanya melamun saja, ada apa denganmu?" tanya Kak Antan suatu hari.
Aku terkejut dari lamunanku dan mencoba biasa-biasa saja.
"Aku mengingat Bang Atin, Kak. Sudah lama kita tidak berjumpa," jawabku jujur.
"Oo, jadi kamu mau diobati lagi sama Bang Atin? Bagaimana jika kakak saja yang mengobatimu? Kamu kan tahu apa bahan yang dibuat mengobatinya?" jawab kakakku.
"Ah, biar sajalah Kak," jawabku lagi.
Akhirnya berlalu begitu saja. Suatu malam ketika kami mau tidur, Kak Antan mulai lagi membicarakan tentang pengobatan yang dilakukan oleh Bang Atin. Saat itu aku betul-betul merindukan Bang Atin, aku membayangkan bagaimana dia dengan lembutnya mengerjai epot mungilku. Aku membayangkan saat-saat kitang Bang Atin menembus epotku yang membuatku merasa nikmat yang luar biasa. Aku mengingat saat-saat kitang itu menyemprotkan cairan obatnya ke dalam epotku.
"Akh, sungguh aku merindukanmu Bang Atin," hasratku.
"Munah, waktu kita di rumah Bang Atin, kakak mendengar suara ribut dari kamar pengobatanmu. Aku mendengar seperti suara rintihan kamu, apakah Bang Atin menyakiti sewaktu mengobatimu?" tanya Kak Antan.
Aku berpikir bahwa rupanya Kak Antan tidak tidur waktu itu sehingga dia mendengar suara-suara kami.
"Tidak, Kak. Malah Bang Atin membuat Munah merasa keenakan diobati," jawabku seenaknya.
"Kalau begitu, biar kakak saja yang mengobati Munah, ajarkan saja caranya!" pinta Kak Antan padaku.
Karena sudah didesak seperti itu, maka aku pun bersedia.
"Pertama, harus buka dulu pakaian kakak!" kataku memulai.
"Apa? Kok pakaian kakak yang dibuka? Yang diobati kan kamu!" bantah Kak Antan.
"Iya, aku juga," jawabku sambil menanggalkan pakaianku satu persatu.
Kak Antan hanya melongo saja melihat aku sudah telanjang bulat. Rupanya dia belum pernah melihat aku telanjang bulat. Dari atas sampai ke bawah dipandangnya aku dengan mata tak berkedip.
"Sekarang, buka pakaian kakak!" perintahku padanya. Namun dia hanya diam.
"Kakak sungguh mau mengobatiku? Jika ya, buka pakaian kakak!" perintahku lagi.
Akhirnya dibukalah pakaiannya satu persatu. Aku memperhatikan dia mempreteli satu persatu kain-kainnya dalam terang cahaya lampu togok itu. Aku menunggu saat dia membuka celananya, membayangkan bentuk kitang Kak Antan, apakah masih seperti kepunyaan Bang Atin juga atau tidak. Aku sudah merindukan saat-saat benda itu menerobos epot mungilku dan mengoyak-ngoyak liangku. Aku tidak peduli lagi akan pengobatan diriku, yang kuinginkan sekarang adalah benda panjang itu mengaduk-aduk milikku.
"Oops, ehh," ketika celananya terselak, ternyata punya Kak Antan masih lisut dan kempes, besarnya lebih sedikit dari jempol.
"Waduhh," pikirku.
Aku tidak kehilangan akal, kusuruh Kak Antan memegang payudaraku seperti Bang Atin pernah lakukan padaku. Kak Antan bergerak mendekatiku dan sambil duduk dia mulai memegang payudaraku.
"Remas, Kak!" kataku. Kak Antan mulai meremas-remasnya.
"Munah, rasanya kok lembut sekali? Malah enak meremasnya" kata Kak Antan.
"Terus saja Kak!" jawabku lagi.
Akhirnya aku lihat kitang Bang Atin bergerak sendiri semakin membesar. Setelah ukurannya maksimal, aku perhatikan kok bentuknya membengkok ke kanan, tidak lurus seperti punya Bang Atin. Semakin ke ujung semakin membesar namun lingkaran pangkalnya cukup kecil dan ukuran panjangnya menyamai kitang Bang Atin. Aku tidak tahan lagi, segera kuraih benda itu. Namun Kak Antan terkejut dan menghindar.
"Ehh, Munah, kamu mau apa?" tanyanya.
"Kak, waktu Bang Atin mengobatiku, dia menggunakan benda punyanya seperti punya Kakak itu. Namanya kitang," terangku kepadanya.
"Benda itulah yang menyalurkan obat ke tubuhku," jelasku lagi.
"Eh, kok bisa, bagaimana caranya?" tanya Kak Antan heran.
"Caranya akan Munah jelaskan asalkan Kakak menuruti perintahku," jawabku tak sabar.
"Baiklah, kakak akan menuruti" Kak Antan menyerah.
Aku mulai berbaring telentang. Kak Antan kusuruh meremas-remas payudaraku, setelah agak lama, aku menyuruhnya menelungkup di atasku. Kucari bibirnya dan kukulum-kulum bibir Kak Antan. Bibirnya terasa dingin, namun aku merasakan kitangnya sudah terimpit di antara pahaku. Aku menyuruhnya memasukkan kitangnya ke epotku, karena aku tidak sabar lagi. Namun, dia malah tidak mengerti. Terpaksa aku bantu dengan tanganku.
Bles, bles... Kitang kakakku mulai masuk dan dia langsung menekannya sekuatkuatnya. Sepertinya dia menemukan suatu kenikmatan baru yang belum pernah dirasakannya. Ampun! Suara nafasnya memburu seperti habis berlari jauh. Kemudian belum sempat aku menikmati permainan ini, dengan tergesa-gesa dia memaju mundurkan kitangnya dengan cepat sekali, sehingga terasa panas epotku dan tidak berapa lama kemudian crot.. crot... obatnya (air maninya) kurasakan menyemprot banyak sekali. Setelah itu dengan cepat langsung dicabutnya kitangnya tanpa menunggu rileks, sehingga menimbulkan rasa perih di epotku. Biasanya Bang Atin membiarkan dulu beberapa saat sebelum mencabutnya.
"Akh, Dik, apa yang telah Kakak lakukan padamu?" tanyanya padaku.
"Kak, begitulah Bang Atin mengobatiku selama 3 hari itu. Namun Bang Atin bisa membuat Munah merasa enak karena dia melama-lamakannya." jawabku dengan kecewa.
"Apa kamu tidak merasa sakit?"
"Waktu pertama saja Kak sakitnya, setelah itu tidak lagi" jawabku.
Kejadian itu merupakan pengalaman pertamaku dengan Kakak Antan, selanjutnya di gubuk kecil itu hampir setiap malam kami melakukannya. Aku mengajari Kakak Antan bagaimana yang telah dilakukan oleh Bang Atin. Aku menjadi ketagihan dan setiap hari aku selalu menunggu Kak Antan pulang dari berburu untuk kemudian berburu kenikmatan dengan dalih mengobatiku. Perbuatan ini kami lakukan berbulan-bulan, hingga suatu saat aku merasa ada keganjilan pada perut dan perasaanku.
Perutku bertambah besar dan payudaraku pun semakin besar, padahal tujuan kami sebelumnya adalah mengobati agar payudaraku jangan membesar. Disamping itu ada perasaan aneh pada diriku, yaitu selalu mual-mual dan ingin muntah. Sedangkan darah yang selama ini selalu keluar setiap bulannya dari epotku sudah sembuh. Dalam kebingungan ini akhirnya kami putuskan untuk kembali menemui Bang Atin. Kembali kami ke rumah Bang Atin pada suatu sore dan menjumpai Bang Atin sedang duduk-duduk di depan rumahnya. Melihat kami datang Bang Atin terkejut dan kemudian tersenyum. Dia melirik nakal ke arahku. Aku kembali merasa denyut birahi yang dulu selalu diobati Bang Atin kembali muncul ketika melihat Bang Atin.
"Apa kabar kalian sekarang," tanya Bang Atin.
"Bang, adikku bukannya sembuh tapi malah semakin bertambah penyakitnya," jawab Kak Antan gusar.
"Oh, itu masalahnya. Dik Antan jangan marah dulu. Nanti aku ceritakan," kata Bang Atin.
Sore itu dijelaskanlah oleh Bang Atin, bahwa sebenarnya aku hamil karena telah melakukan suatu perkawinan antara lelaki dengan wanita. Terungkaplah di sana cerita kakakku bahwa kami pun telah melakukannya di rumah. Mendengar itu Bang Atin malah marah dan mengatakan bahwa yang kami lakukan itu terlarang karena kami bersaudara. Kak Antan menangis menyesali itu semua, namun Bang Atin mengatakan bahwa janin yang ada di perutku bukan milik Kak Antan tetapi miliknya.
Penyelesaiannya saat itu adalah bahwa aku harus menjadi istri Bang Atin dan Kak Antan boleh tinggal di rumah itu dan nanti akan dicarikan pula istrinya. Malam itu kami tidur kembali di rumah Bang Atin. Setelah kakakku tertidur, Bang Atin dengan berbisik kemudian mengajakku ke kamarnya dan kami pun melepaskan rindu di sana. Jadilah malam itu merupakan malam kenikmatan yang tak dapat kulupakan. Mengingat aku yang hamil, maka Bang Atin memasukkan kitangnya dari belakang dan posisiku menungging. Sensasi lain yang kurasakan saat itu membuat aku menggapai orgasme berkali-kali. Akhirnya malam itu selesai juga, terobati pulalah rindu kami.
Kehidupan kami selanjutnya dan sampai saat ini tetap bermukim di kampung itu. Aku telah menjadi istri Bang Atin dan telah mempunyai dua orang anak yang lucu sekali, keduanya perempuan. Sedangkan Kak Antan baru setahun dinikahkan dengan famili Bang Atin, saat ini istrinya sedang hamil tua. Kami selalu merahasiakan kisah kami kepada famili dan penduduk kampung.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar