Putri Malu

Putri Malu

Romantika Dua Saudara III

Written By Unknown on Rabu, 05 Februari 2014 | 06.04



Dia pun naik ke ranjang dan menutup kelambu yang tersingkap, kemudian kembali dia merangkak ke atasku. Dia merendahkan pinggulnya dan mulai kurasakan sentuhan benda panasnya itu pada selangkanganku. Kemudian dia menindihku rapat sekali hingga dadaku dihimpit oleh dada bidangnya. Tangannya bergerak ke bawah menggapai pahaku dan menyibakkan pahaku yang tadi kurapatkan hingga kurasakan pinggulnya berlabuh di antara dua pahaku.

Terasa kitangnya semakin menekan epotku dan dia tidak henti-hentinya menggesekkan pahanya dengan pahaku. Selanjutnya dia mengangkat dadanya dan mengubah posisi sehingga kurasakan ada sesuatu yang menusuknusuk epotku. Epotku yang sudah basah karena campuran lendir dan ludahnya itu, kembali dicucuk-cucuk dan kemudian dia diam sejenak. Sebentar kemudian dia menekan lagi hingga kurasakan ada benda yang mau memasuki liang epotku. Benda itu menyundul-nyundul lubang milikku itu.

"Abang akan masukkan obat ke dalam diri kamu, kamu harus bantu Abang dan jangan takut. Kamu tenang saja dan rasakan saja jika nanti agak sakit katakan pada Abang tapi jika enak nikmati saja," katanya setengah berbisik di sela-sela nafasnya yang bergemuruh.

Aku tetap diam menunggu apa yang akan dilakukannya. Aku terus terang merasakan kenikmatan ketika benda miliknya itu menyentuh bibir epotku. Kemudian dia mulai lagi menggerak-gerakkan pinggulnya dan terasa kitangnya tepat persis di liang milikku, dia mulai mendorongnya sedikit dan aku merasakan bibir epotku telah menjepit benda itu. Dia mendiamkannya sambil mengatur posisi tubuhnya dengan bertumpu pada sikunya. Kemudian lidahnya dijulurkannya ke mulutku dan terus dilumatnya bibirku. Cukup lama juga dia melumat bibirku hingga membuatku terangsang kembali.

Seketika kemudian pinggulnya ditekannya hingga kitangnya terbenam lagi sedikit dan aku merasa agak perih di sekitar epotku. Otot-otot epotku bereaksi menerima masuknya benda asing itu walaupun mungkin baru ujungnya saja yang masuk. Dia kembali terdiam seperti membiarkan aku merasakan benda itu. Kemudian aku merasakan kegelian yang amat sangat ketika dia menjilat-jilat telinga kiriku dan kadang-kadang ujung lidahnya menjolok-jolok lubang telingaku. Entah berapa lama pula dia merangsangku dengan cara demikian dan kemudian dia berpindah pula ke telinga kananku.

Posisinya rapat menindih tubuhku, tangannya diletakkan di bawah kepalaku dan kurasakan kepalaku diangkat-angkat olehnya. Sepertinya dia sangat geram sekali dengan aku. Rangsangan demi rangsangan itu membuatku betul-betul terlena hingga tidak sadar pinggulku kugerakkan ke kiri dan ke kanan. Menikmati gerakan-gerakanku itu, Bang Atin malah semakin gencar melumat-lumat telingaku, bibirku, hidungku dan juga pipiku tidak luput dari sapuan lidahnya. Pada saat aku begitu terlena, dengan kuat ditekannya pantatnya hingga membuatku terkejut karena kurasakan ada benda panas yang menerobos epot ku.

"Auuw.. Ohh," teriakku.
"Maaf, sayang, Abang mau memasukkannya. Nanti akan terasa enak," katanya.

Kemudian semua hening dan terdiam hanya suara nafas kami saja yang terdengar. Bang Atin membiarkan kitangnya terbenam, mungkin belum separuh miliknya masuk, agar epotku mulai menyesuaikannya. Aku masih merasakan perih dan pedih pada bibir epotku. Kemudian Bang Atin mulai lagi menjilat-jilat leherku dan kembali mengulangi lagi lumatan-lumatannya pada bibir, telinga dan semua wajahku tidak luput dari lidahnya. Aku tentu saja kembali dilanda birahi yang amat sangat, sehingga dengan tidak sadar seluruh tubuhku bergerak bergetar serta pinggulku kembali meliuk-liuk dan aku pun merasakan gerakan tubuh Bang Atin di atasku menggesekkan perut dan dadanya pada tubuhku.

Sungguh suatu perasaan yang luar biasa sekali. Aku merasakan otot epotku mulai meremas-remas kitang Bang Atin, keadaan ini sangat nikmat sekali. Aku berharap Bang Atin menggerak-gerakkan kitangnya, tetapi dia malah diam saja. Namun rangsangan yang kuterima dari cumbuan-cumbuannya cukup membuat tubuhku menggelinjang hebat hingga sampai aku merasa tubuhku menegang dan pinggulku bergerak liar dan kembali kenikmatan orgasme mulai melandaku.

Ketika aku tengah menikmati denyutan orgasme itu dengan tiba-tiba aku terkejut dan menjerit, "Auuww, sakiit, oohh," teriakku kuat.

Kurasakan ada sesuatu yang membelah selangkanganku dan merobek alur epotku. Rupanya Bang Atin menunggu kesempatan ini untuk memasukkan miliknya. Menunggu aku lupa dengan benda yang menunggu di pintu epotku itu. Alangkah perihnya lubang epotku saat itu dan aku merasa ada yang robek. Ketika kulihat ke bawah ternyata pinggul kami sudah menyatu. Bang Atin malah mencari-cari bibirku untuk mendiamkan suaraku dan langsung melumatnya.

Tetapi rasa perih dan pedih itu belum hilang ketika kurasakan Bang Atin mulai menggerak-gerakkan kitangnya di dalam milikku. Mulanya dia hanya gerakkan sedikit saja ke atas dan ke bawah, namun kemudian dia menariknya dan ditekan lagi sedikit. Aku menggigit bibir menahan sakit karena tidak terbiasa menerima benda itu. Semakin lama dia semakin gencar mendorong dan menarik milikknya keluar masuk milikku. Kadang ditekannya kuat-kuat dicabutnya perlahan, kemudian ditekan lagi dengan cepat dan ditariknya dengan cepat pula.

Aku merasa milikku itu menguncup dan mengembang seiring keluar masuknya milik Bang Atin. Aku belum bisa menikmatinya karena keterkejutan tadi. Kitang Bang Atin semakin cepat keluar masuk menghajar epotku. Kadang-kadang dia pelintir-pelintir ke kiri dan kanan sehingga rasa perih masih tetap terasa. Kemudian dengus nafasnya semakin cepat saja dan kurasakan tubuhku terasa remuk diobrak-abriknya. Pinggulnya menghantam selangkanganku dengan keras dan bertenaga sekali sehingga bunyi ranjang berderit-derit tak beraturan. Kelambu pun bergoyang goyang.

Aku hanya sanggup mengaduh menahan sakit, aku tidak berani menjerit. Tidak berapa lama Bang Atin mengobrak-abrik epotku dengan kitangnya akhirnya dengan gerakan yang kuat sekali kurasakan tubuhnya menghimpit dadaku dan pinggulnya menekan rapat selangkanganku hingga aku sesak. Ketika itulah kurasakan cairan panas menyemprot dalam epotku.

"Ahh, ahh, Abang telah masukkan obatnya," katanya dengan nafas sesak.

Kemudian kitangnya masih terus mengeluarkan cairan itu sambil berdenyut-denyut. Aku merasakan cairan itu meleleh ke bibir epotku. Dia masih mendiamkan kitangnya dalam epotku namun aneh aku masih ingin benda itu tetap di dalam. Padahal tadi aku sangat kesakitan sekali. Aku merasakan rangsangan aneh sejak cairan tadi (sperma) menyemprot ke dalam epotku, mungkin aku bergairah kembali. Bang Atin mulai mencabut kitangnya sedikit demi sedikit, tetapi aku sebenarnya tidak rela, namun aku pasrah saja. Bang Atin pun berguling ke samping. Nafasnya masih berbunyi berat.

Kemudian dia tersenyum padaku. Kemudian dia mengatakan bahwa dia senang mengobatiku dan nanti pengobatannya akan dia lakukan lagi. Kemudian aku meraba selangkanganku dan terasa cairan yang sangat banyak sekali. Aku mencoba melihatnya dan aku terkejut karena warnanya bercampur antara putih dan merah darah. Aku kaget dan muncul rasa takut. Namun Bang Atin mengetahui perasaanku. Dia menenangkanku dengan mengatakan bahwa itu biasa saja karena aku masih perawan. Dia katakan bahwa orang perawan kalau dilakukan pengobatan akan mengeluarkan darah sedikit.

Kemudian dia mengambil selembar kain dan mengelap cairan dan darah yang ada di selangkanganku setelah itu dia pun mengelap cairan yang ada pada kitangnya. Aku melihat kitangnya sudah tidak sebesar tadi lagi. Kemudian dia mencium pipiku kiri dan kanan.

"Abang keluar kamar dulu, ya? Kamu tunggu saja di sini dan tidurlah!" bisiknya.

Dia mengambil handuk dan menyelimuti tubuhku kemudian dia menyingkapkan kelambu dan terus memakai sarung dan singlet. Setelah itu dia berjalan ke pintu dan membukanya serta terus keluar. Kudengar langkah-langkahnya menuju ke perigi belakang rumah. Tidak berapa lama terdengar suara guyuran air, mungkin dia mandi setelah melakukan pengobatan tadi kepadaku. Aku masih menerawang membayangkan apa yang telah kami lakukan, sayang Kakak Antan tidak mengetahuinya karena saat ini mungkin dia masih tidur.

Aku menjadi orang yang benar-benar bingung, bahwa seperti mimpi rasanya menikmati pengobatan tadi dengan perasaan yang senikmatnikmatnya namun kemudian malah berganti dengan rasa perih yang sangat dan saat ini aku masih menginginkan kitang Bang Atin memasuki milikku. Namun akhirnya karena keletihan tersebut aku tertidur. Entah berapa lama aku tertidur, sampai sayup-sayup kudengar suara percakapan dua lelaki di luar. Kudengar suara kakakku berbincang-bincang dengan Bang Atin. Kakakku menanyakan keadaan pengobatanku dan Bang Atin menjawabnya dengan mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan akan segera sembuh.

Kudengar Bang Atin mengatakan bahwa pengobatannya masih ada 2 hari lagi dan selanjutnya nanti biar kakakku yang meneruskan. Setelah beberapa lama tidak ada lagi suara mereka yang kudengar. Kemudian kulihat pintu kamar terkuak dan dari balik pintu muncul Bang Atin dengan memakai kain sarung dan singlet, kemudian dia masuk dan menutup pintu kembali.

"Klik," kudengar suara pintu dikunci.

Bang Atin menyibakkan kelambu dan naik ke ranjang kemudian dia langsung berbaring di sampingku. Sekilas kulihat dia tersenyum sambil membuka singletnya dan setelah itu dia miring menghadapku. Dia menatap wajahku dengan pandangan lembut yang penuh arti, seperti pandangannya saat mulai mencumbuiku beberapa waktu yang lalu. Aku hanya memandangnya dengan mata sayu. Kemudian dia mengelus pipiku dan membelai rambutku.

"Kakakmu sudah tidur. Katanya dia baru kali ini dapat tidur nyenyak seperti ini," kata Bang Atin menceritakan kakakku, Antan. Memang selama ini aku dan kakakku tidur hanya di beralaskan tikar lusuh saja.
"Kamu tidak tidur ya? Apa kamu lapar, Munah? Atau kamu mau minum?" tanya Bang Atin kepadaku.
"Aku mau buang air, Bang," jawabku.
"Baiklah. Sekarang Abang antar kamu ke belakang," tawar Bang Atin.

Tangan Bang Atin menarik lenganku dan mendudukkanku, kemudian dia membelitkan handuk di pinggangku. Diambilkannya bajuku dan disuruhnya kupakai. Aku menurutinya dengan patuh. Selanjutnya ditariknya tanganku untuk turun dari ranjang. Dia menyibakkan kelambu dan terus membimbingku menuju pintu. Aku merasakan perih di selangkanganku yang masih belum hilang. Ketika berjalan aku masih tertatih-tatih dan terpincang-pincang. Di ruang tengah memang kulihat Kak Antan tertidur pulas dengan suara dengkurnya.

Bang Atin rupanya telah menyelimutinya sehingga pantas Kak Antan tertidur nyenyak. Setelah sampai ke perigi aku mengambil segayung air dan mulai buang air. Terasa pedih epotku ketika disirami oleh air kencingku. Mungkin luka karena kitang Bang Atin tadi masih membekas dan belum hilang. Kemudian aku menyiramnya dan semakin terasa perih dan pedih terkena air yang dingin itu. Aku harus menahan rasa itu. Bang Atin menyodorkan sabun kepadaku dan menyuruhku menyabun selangkanganku. Aku mulai mengoleskan sabun dan rasa pedih terpaksa kutahan.

"Kamu harus bersihkan dulu, karena nanti Bang Atin akan obati lagi," katanya.

Aku tersentak dan terbayang olehku kitang Bang Atin pasti akan mengobrak-abrik lagi epotku yang perih ini. Aku hanya mampu menurut karena aku harus sembuh. Setelah selesai Bang Atin kembali membimbing tanganku untuk kembali ke kamar. Sambil berjalan masih sempat ku melirik kakakku yang tertidur. Bagaimana reaksi kakakku nanti seandainya dia tahu Bang Atin mengobatiku seperti itu.



Setelah membuka pintu kami pun masuk ke kamar dan Bang Atin langsung mengunci pintu. Sambil berjalan ke arah ranjang kulihat Bang Atin langsung menaggalkan sarungnya, dan terpacaklah kitangnya yang besar itu. Rupanya kitangnya kembali besar seperti saat dia mengobatiku tadi. Kemudian dilepasnya singletnya, sementara itu aku terus naik ranjang dan segera berbaring. Aku siap untuk menerima pengobatan lagi oleh Bang Atin. Bang Atin segera menaiki ranjang dan langsung merangkak ke atasku. Kitangnya yang besar tadi benar-benar mencanak dan mengarah ke selangkanganku.

Segera dia melepaskan lilitan handukku dan dia mulai membuka kancing-kancing bajuku. Nafasku kembali sesak dan rasa cemas kembali menghantui. Sambil menolong membukakan bajuku kurasakan tubuh bagian bawahku sudah ditindihnya. Kitangnya sudah terjepit selangkanganku. Bulu romaku pun berdiri merasakan kegelian akibat sentuhan-sentuhan Bang Atin itu. Sekarang aku berada dalam dekapan eratnya. Dia membisikkan kata-kata bahwa dia sangat senang dapat mengobatiku dan katanya dia ingin terus melakukannya selama tiga hari ini. Sambil mendekap erat tubuhku, bibirnya mulai melumat-lumat bibirku yang membuatku merasa sesak.

Kemudian lidahnya menyapu lembut pipi dan leherku dan terus ke arah telingaku dan menjolok-jolok lubang telingaku yang membuatku menggelinjang hebat. Pinggulnya pun digerak-gerakkan sehingga kitangnya yang terasa hangat itu menggesek-gesek milikku. Perasaan tubuhku saat itu dilanda kegelian yang sangat. Setelah puas memainkan bibir dan lidahnya di wajah dan telingaku, kemudian dia beralih ke payudaraku. Puting kiri dan kananku jadi bulan-bulanan Bang Atin. Kadang-kadang dihisapnya kuat-kuat kadang-kala diremas-remasnya. Semua perlakuan Bang Atin terhadap itup (puting)ku itu membuatku menggelinjang dan menahan rasa gatal yang amat sangat.

Aku merasa epotku telah basah karena rangsangan tadi, namun Bang Atin masih belum puas menyonyot payudaraku. Dia masih sibuk meremas dan memilin-milin. Aku rasanya tak sanggup lagi menahan dan ingin segera agar kitang Bang Atin kembali mengobati epotku. Aku mendesis-desis dan akhirnya aku beranikan diri berkata kepada Bang Atin yang selama ini aku hanya diam saja.

"Bang, Munah tidak tahan. Munah ingin diobati lagi," pintaku padanya.
"Oh iyya, tentu Munah," jawabnya segera dan dia langsung mendongakkan kepalanya dan tersenyum kepadaku.

Selanjutnya kembali dia mendekapku sangat erat sepertinya terasa lengket tubuh kami. Saat itulah dia membisikkan kepadaku: "Munah, aku mencintaimu!"

Suatu kata yang sangat asing bagiku. Aku tidak mengerti dengan kata "mencintai" tersebut. Namun aku merasakan nyaman ketika dia mengatakannya secara lembut di telingaku. Bang Atin mengatur posisinya. Ujung kitangnya tepat diarahkannya ke epotku yang sudah basah. Kemudian dia kembali mendekapku sambil kurasakan tekanan-tekanan pada epotku oleh ujung kitangnya. Aku merasa posisinya telah tepat dan sambil menunggu sodokannya aku merasakan kenikmatan yang sangat indah kala itu. Aku merasa damai dengan kedua tubuh kami yang berimpit dan terasa menyatu luar dalam. Dengan lembut Bang Atin menggesekkan tubuhnya dengan tubuhku sementara itu bibir dan lidahnya selalu bermain disekitar wajahku. Aku tidak lagi merasakan pedih pada epotku seperti waktu itu, yang ada hanyalah rasa gatal dan ingin segera dimasuki oleh Bang Atin. Bang Atin mulai menekan pantatnya menyebabkan kepala kitangnya menekan-nekan bibir epotku.

Beberapa kali ditekan-tekannya sampai akhirnya kepala kitangnya masuk sedikit. Kemudian dia mendiamkannya sebentar dan dicoba menekan lagi hingga masuk sedikit demi sedikit. Dia menariknya kembali dan terus didorongnya dan malah semakin dalam masuknya. Karena rasa gairahku yang semakin tinggi menyebabkan rasa pedih dan perih seperti yang lalu tidak begitu terasa, walaupun ada sedikit rasa ngilu. Beberapa kali ditariksorongnya oleh Bang Atin menyebabkan epotku basah, sehingga semakin lancar saja kitang Bang Atin keluar masuk. Aku merasakan nikmat yang sangat luar biasa karena Bang Atin bukan hanya melakukan tarik sorong saja tetapi juga melumat-lumat bibir, telinga dan leherku.

Sesekali Bang Atin menghunjamkan dalam-dalam miliknya hingga membuatku tersentak dan tubuh kami semakin rapat dan basah oleh peluh. Bang Atin semakin rajin menggenjot kitangnya yang sangat keras itu keluar masuk epotku. Ketika dia menarik keluar serasa bagian dalam epotku menjemputnya ke atas dan ketika dibenamkannya dalam-dalam terasa sisi dalam epotku menyibak dan menimbulkan rasa nikmat yang sangat luar biasa. Itulah yang kurasakan saat itu. Aku tidak sadar lagi bahwa ranjang kami berderit-derit keras dan kelambu bergoyang hebat dan kedengarannya riuh rendah suara derit, dengus nafas dan juga rintihanku bergabung satu memenuhi kamar kecil tersebut. Bang Atin sudah tidak peduli lagi dengan sekelilingnya, bahkan dengan keras dia menyodok epotku hingga aku tercungapcungap kehilangan nafas.

Bunyi kecipak-kecipuk suara lendir epotku semakin menambah semangat Bang Atin mengobarak-abrik epot mungilku ini. Aku betul-betul kelelahan dan tekanan-tekanan dalam epotku membuatku berkelojotan dan menegang. Aku telah sampai pada orgasme, seluruh otot-ototku meregang nikmat, sementara itu Bang Atin semakin beringas menghajar milikku.

"Ohh, ohh, Munah, Abang sayang kamu. Enak sekali Munah. Abang tidak ingin berhenti sayang. Kamu disini saja selamanya. Abang enak mengobatimu," begitulah suara racau Bang Atin ketika mengobrak-abrik milikku ini.
"Abang, ingin menembak obatnya, terima ya?," kata Bang Atin dengan nafas sesak.

Aku yang sudah letih meneguk orgasme dari tadi, terkulai lemas dan terkapar tak berdaya. Melihat kondisiku seperti itu, Bang Atin malah semakin mempercepat kocokannya pada epotku dan akhirnya semburan panas itu kuterima jua. Berdenyut-denyut kitang Bang Atin menyemprotkan sisa cairannya sampai akhirnya dia terkapar di atasku dengan suara nafas yang sangat keras dan cepat.

"Abang sangat bahagia, sayang. Kamu begitu cantik, kamu telah memberikan Abang segalanya," bisik Bang Atin kepadaku.

Dalam diamku yang lemas, aku sempat berpikir apa memang begini pengobatan yang harus dilakukan kepadaku. Apakah betul begini pengobatan itu, akh sudahlah, aku sudah merasakan ada dunia lain yang betul-betul nikmat. Dalam merenung itu aku merasakan Bang Atin mengelap pangkal pahaku dengan selembar kain. Antara sadar dan tidak karena letih aku terus diam dan tertidur. Aku baru terbangun ketika kurasakan ada orang yang menaikiku, ketika kubuka mata ternyata Bang Atin sudah berada di atasku dalam keadaan telanjang dan begitu pula aku. Rupanya sewaktu kutidur dia bekerja membugilkanku. Dia membelai-belai rambutku dan sesekali diciumnya pipiku. Tangannya mulai mengelus dadaku dan berhenti pada puting itupku, kemudian memutar-mutarnya sehingga membuatku kegelian.

"Munah, Abang masih ingin melakukannya lagi sebelum kita keluar," begitu kata Bang Atin padaku.

Seperti biasa aku hanya diam dan mengangguk saja. Aku teruskan menikmati gesekangesekan yang diberikan Bang Atin. Tidak berapa lama kemudian dengan mengubah posisinya, dia mengarahkan kitangnya ke lubang epotku. Dia menekannya kemudian ditarik lagi, ditekan lagi ditarik lagi, begitu seterusnya hingga kurasakan kepala kitangnya terjepit bibir epotku. Agaknya dia begitu kesulitan memasukkan batangnya karena epotku belum basah. Dengan gigih terus disodok-sodok dan dicabut-cabut serta tekan tusuk ke lubang epotku, hingga kurasakan sedikit demi sedikit benda itu menyeruak memasuki epotku. Setelah separuh masuk dia berhenti dan mengatur nafas.

"Oh, sempit sekali punyamu Munah. Tidak seperti tadi," katanya.
"Abang berkeringat dibuatnya," sambungnya lagi.

Kemudian dia meneruskan usahanya menekan kitangnya hingga kurasakan kandas. Aku merasakan panas sekali seakan terbakar epotku dibuatnya. Dimulainya tusuk tekan pada epotku. Seiring gerakan tusuk tarik itu begitu pula kurasakan perih dan panas bibir-bibir epotku. Dia tetap terus dengan sodokan-sodokannya dan bahkan tidak peduli dengan rintihan kesakitan yang kurasakan. Semakin lama dia melakukan gerakan-gerakan itu semakin berkurang rasa perih karena epotku sudah mulai basah. Bang Atin malah semakin beringas. Bunyi derit ranjang dan lenguhannya menjadi satu. Aku pun sudah mulai menikmati. Dengan cepat diaduknya lubang epotku seakan hancur.

"Oh, oh, Munah, Abang akan hantam punyamu. Rasakan! Abang akan lantak sampai pagi. Ohh, nikmatnya," racau Bang Atin saat itu.

Kemudian dengan gerakan yang tidak teratur dan beringas, dia menyudahi pekerjaannya dengan menyemprotkan cairan-cairan itu ke epotku. Seperti sebelumnya kurasakan denyut-denyut kitangnya menyudahi pengobatan ini. Sebentar kemudian dia sudah terkapar dengan nafas memburu di sampingku. Dia mengecup keningku dan terus mengelap pahaku. Bang Atin bangkit dan memakai sarung serta singletnya kemudian terus ke pintu dan membukanya. Aku terkejut begitu melihat cahaya pagi sudah memasuki rumah itu. Berarti semalaman aku telah diobati oleh Bang Atin dengan penuh pengalaman yang menarik bagiku. Aku membereskan diri dan memakai sarung serta handuk dan berniat untuk terus ke kamar mandi.

Ketika berjalan keluar, kulihat Kak Antan sedang duduk-duduk di luar rumah. Aku teruskan ke kamar mandi dan sesampainya di kamar mandi tersebut langsung kubuka handuk dan sarung dan terus mengambil air. Aku tidak sadar bahwa Bang Atin juga di situ memperhatikanku. Aku terkejut ketika mengetahuinya, namun Bang Atin begitu cepat memelukku dan menciumi pipiku.

"Abang sangat bahagia, Munah. Maukah kau tetap tinggal di sini?," tanyanya padaku sambil berbisik di telingaku.
"Ehm, ooh, aku tak tahu, Bang. Terserah sama Kakak Antan," jawabku.
"Baiklah," balasnya.

Selanjutnya dia meninggalkan kamar mandi dan aku terus membersihkan diri serta mandi sepuas-puasnya.

Bersambung .

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik