Hari ini aku agak sedikit kurang enak
badan. Terasa sekali badanku pegal-pegal, namun di rumah sedang tidak
ada siapa-siapa. Kucoba bertanya kepada tetangga kanan kiri barangkali
ada yang tahu kalau-kalau ada tetangga sekitar yang bisa memijat.
Sebenarnya aku tahu bahwa di ujung gang sana ada seorang tukang pijat
yang terkenal di sekitar rumahku, tapi laki-laki, namanya Pak Mat.
Tidak bisa kubayangkan bahwa tubuh molekku ini bakal dipijat oleh
seorang tukang pijat laki-laki, bisa-bisa yang dipijat nanti hanya di
daerah-daerah tertentu saja.
Akhirnya aku dapatkan juga seorang
tukang pijat wanita. Namanya Mbak Tun yang rumahnya juga tidak begitu
jauh dari rumahku. Kucoba untuk mendatangi rumah Mbak Tun yang jaraknya
hanya sekitar dua ratus meter dari rumahku. Kebetulan Mbak Tun ada di
rumah dan bersedia datang ke rumah untuk memijatku. setelah berganti
pakaian dan membawa sedikit perlengkapannya, Mbak Tun mengikutiku
pulang.
Mbak Tun usianya masih relatif muda,
hanya sedikit lebih tua dariku. Perkiraanku Mbak Tun saat ini berusia
sekitar 35 tahun. Namun di usianya yang relatif masih muda itu Mbak Tun
sudah menjanda. Ia hidup bersama ibunya, satu-satunya orang tuanya
yang masih tersisa.
Mbak Tun sudah 6 tahun bercerai dengan
suaminya yang telah kawin lagi dengan wanita lain karena perkawinannya
dengan Mbak Tun tidak dikaruniai anak. Cerita tentang Mbak Tun ini
kuperoleh dari Mbak Tun sendiri saat memijat tubuhku. Sambil memijat
Mbak Tun bertutur tentang kehidupannya padaku.
Walau tinggal di Surabaya, Mbak Tun
tetap seperti layaknya orang udik, pengalamannya masih sedikit sekali
soal dunia modern, namun untuk urusan sex sepertinya Mbak Tun punya
cerita tersendiri. Semuanya akan kukisahkan pada ceritaku kali ini.
Sesampai di rumahku, Mbak Tun kuajak
langsung masuk ke kamarku yang sejuk ber-AC. Suhu udara di luar sana
bukan main panasnya, beberapa bulan terakhir ini kota Surabaya memang
sedang dilanda cuaca panas yang luar biasa, konon panasnya mencapai 37
derajat celcius.
Kubuka kancing hemku dan kutanggalkan
hingga bagian atas tubuhku yang mulus terpampang dengan jelas sekali.
Payudaraku tampak segar dan ranum dengan ujung puting susuku yang
bersih berwarna merah muda sedikit kecoklatan. Rok miniku juga
kutanggalkan.
Kini tubuhku sudah hampir telanjang
bulat, hanya tersisa CD yang kukenakan. Mata Mbak Tun tampak
terkagum-kagum pada bentuk tubuhku yang ramping dan sexy, terlebih saat
melihat bentuk CD-ku yang mini itu. Aku saat itu memakai G String
berenda yang ukuran rendanya tak lebih dari seukuran satu jari
melingkari pinggangku, selebihnya sepotong rendah yang tersambung di
belakang pinggangku, turun ke bawah melewati belahan pantatku,
melingkari selangkanganku hingga ke depan. Tepat di bagian vaginaku,
terdapat secarik kain berbentuk hati kecil yang keberadaannya hanya
mampu menutupi bagian depan liang vaginaku.
Lalu aku tengkurap di tempat tidur
dengan hanya memakan CD. Mbak Tun mulai memijat telapak kaki, mata
kaki, betis, naik lagi ke pahaku. Awalnya aku biasa-biasa saja, pijatan
tangannya juga terasa pas menurutku, tidak terlalu lemah dan juga
tidak terlalu keras yang dapat menyebabkan terasa lebih sakit setelah
dipijat. Menurutku, cara memijat Mbak Tun cukup baik. Setelah memijat
kaki kanan, kini Mbak Tun berpindah memijat kaki kiriku, urutannya
seperti tadi. Kini giliran pahaku bagian atas yang dipijat juga kedua
belahan pantatku.
“Mbak! CD-nya kok modelnya lucu ya?” tanya Mbak Tun lugu mengomentari bentuk CD-ku.
“Emangnya kenapa Mbak Tun?” tanyaku padanya.
“Oh enggak Mbak! Kalau dipakai kok
seperti tidak pakai CD aja ya? Bokong (pantat) Mbak tetap kelihatan,
dan bagian depannya, jembut (bulu kemaluan) Mbak juga kelihatan, Hii..
Hii.. Hii..! Kalau aku sih tidak berani pakai CD yang model begitu”,
oceh Mbak Tun masih mengomentari bentuk CD yang kupakai saat itu.
Sambil mengngoceh dan bercerita, tangan
Mbak Tun tetap memijat pahaku. Yang kini dapat giliran adalah pahaku
bagian atas, tepatnya di daerah pangkal paha dan belahan pantatku. Aku
sengaja tidak menjawab ocehannya karena aku ingin menikmati pijatannya.
Sambil sedikit tiduran, mataku kupejamkan saat dipijat Mbak Tun.
Letak kedua kakiku dibentangkan terpisah
agak lebar sehingga posisi pahaku terbuka. Mbak Tun memijat bagian
dalam pahaku yang bagian atas dekat selangkanganku hingga aku merasakan
sedikit geli, tapi enak sekali. Selain pegalku di bagian kaki dan paha
mulai sedikit berkurang, aku juga mulai merasakan horny, apa lagi saat
jari-jari Mbak Tun memijat bagian pangkal pahaku. Jarinya sempat
menyentuh gundukan vaginaku hingga rasanya ujung CD-ku mulai lembab.
Untungnya Mbak Tun sudah mulai pindah posisi memijat punggungku, naik ke
leher dan berakhir di kepalaku.
Selesai memijat bagian belakang
tubuhku, Mbak Tun mengambil body lotion dan dioleskannya ke kaki dan
pahaku. Rasanya sedikit dingin saat mengenai kulitku. Kalau tadi
memijat, kini Mbak Tun ganti mengurut tubuhku mulai dari telapak kaki,
betis hingga pahaku. Kembali saat mulai mengurut pahaku bagian atas aku
merasa geli, terlebih saat paha bagian dalamku yang diurut olehnya.
“Mbak! CD-nya dilepas aja ya, toh
percuma pakai CD cuma sepotong begitu, lagian kita kan sama-sama wanita
dan tidak ada orang lain di kamar ini, soalnya nanti kena hand body
nyucinya susah”, pinta Mbak Tun padaku.
Tanpa menjawab, kumiringkan sedikit
tubuhku sambil sedikit membungkuk. Kubuka CD-ku dan kulepas dengan
bantuan ujung kakiku. Kini aku telah telanjang bulat tanpa sehelai
benang pun menutupi tubuhku. Posisiku kembali tengkurap menunggu tangan
Mbak Tun kembali mengurut tubuhku.
Mbak Tun kembali ke tugasnya mengurut
bagian bawah tubuhku yang sudah dilumuri body lotion tadi. Jarinya
kembali bersarang di pangkal pahaku bagian dalam, sambil sekali-sekali
mengurut kedua gundukan pantatku. Aku tidak hanya merasakan pegalku
mulai berkurang, namun aku juga merasakan seperti ada suatu rangsangan
tersendiri menyerang tubuhku bagian bawah.
Mulutku menggigit bantal yang kupakai
untuk menopang daguku saat tengkurap karena menahan rasa geli di
selangkanganku, manakala jari tangan Mbak Tun menyentuh bibir vaginaku.
Terkada sentuhannya masuk lebih dalam lagi hingga menyentuh celah
belahan bibir vaginaku.
Terus terang liang vaginaku mulai bawah
hingga cairan bening tak terbendung mulai membasahi liang dan dinding
dalam vaginaku. Saat mengurut gundukan pantatku, seakan dengan sengaja
jari Mbak Tun disentuhkannya ke vaginaku kembali hingga ujung jarinya
sempat menyenggol ujung klitorisku.
Aku jadi tersiksa sekali karena menahan
hasrat birahi yang timbul akibat sentuhan tangan dan jari Mbak Tun
saat memijat dan mengurut bagian bawah tubuhku. Untungnya urutan Mbak
Tun segera pindah ke punggungku, terus naik ke leher dan kembali
berakhir di kepalaku.
Kalau di bagian atas tubuhku, aku masih
tidak merasakan suatu rangsangan seperti tadi. Namun rupanya setelah
selesai memijat kepalaku, Mbak Tun kembali memijat dan mengurut kedua
bongkahan pantatku, yang tentunya pangkal pahaku kembali menjadi
sasarannya pula.
Aku tak kuasa menolak, karena selain
kupikir Mbak Tun toh juga seorang wanita, dan juga normal karena pernah
bersuami walau sudah lama bercerai. Aku toh akhirnya juga menikmati
semua sentuhan tidak disengaja maupun mungkin disengaja saat jari-jari
tangannya mengusap bagian luar vaginaku. Sampai akhirnya aku
benar-benar tidak tahan lagi.
“Sudah! Cukup! Terima kasih ya Mbak”, ujarku akhirnya.
“Kok sudah toh Mbak?”, Tanya Mbak Tun padaku.
“Bagian depannya belum diurut lho! Ayo
telentang Mbak, kuurut sebentar perutnya supaya ususnya tidak turun”,
tambah Mbak Tun dengan sedikit memerintah.
Herannya aku menurut juga. Dan lalu aku
pun telentang di hadapan Mbak Tun. Mbak Tun mulai kembali mengolesi
body lotion ke bagian dada dan perutku. Mbak Tun langsung mengelus
bagian atas dadaku dekat leher sedang jarinya mengurut ke bawah ke arah
payudaraku. Kemudian area sekitar payudaraku juga diurut lembut mirip
elusan. Aku yang sudah horny sejak tadi jadi lebih blingsatan lagi
hingga akhirnya aku tidak tahan untuk tidah mengaduh.
“Aduuh! Geli Mbak!” protesku, tapi Mbak Tun diam saja sambil terus mengurut pinggiran payudaraku.
Kemudian perutku diurut dari setiap
penjuru mengarah ke pusar. Kini giliran pahaku diurut oleh Mbak Tun.
Cara mengurutnya naik ke atas menuju pangkal paha, letak kakiku
dipisahkan agak lebar sehingga posisiku lebih terkangkang lagi. Mbak
Tun terus mengurut pahaku. Saat mengurut bagian dalam pahaku, aku
menggeliat tak karuan.
Kemudian Mbak Tun mengurut mulai tepat
di atas vagina menuju pusarku. Katanya ini adalah untuk menaikkan usus
dalam perutku agar supaya tidak turun ke bawah. Aku diam saja tidak
mampu mengeluarkan sepatah kata pun, terus terang pijatannya memang
enak hingga pegal yang ada di tubuhku sedah tidak terasa lagi. Namun
selain itu aku juga mendapatkan rangsangan seksual dari cara Mbak Tun
mengurutku.
“Sudah, sekarang yang terakhir” kata Mbak Tun sambil membuka lebar pahaku.
Mbak Tun berpindah posisi duduknya.
Kini dia berjongkok tepat di hadapan selangkanganku yang terkangkang
lebar. Kedua tangannya secara bersamaan mengurut kedua pahaku, dari
arah lutut menuju selangkangan hingga aku jadi menggeliat tidak karuan
menahan geli.
Kemudian kedua ibu jarinya
mengurut-urut celah lipatan selangkangan dekat vaginaku dengan cara
mengurutnya dari bawah ke atas terus berulang-ulang. Bibir vaginaku
menjadi saling gesek karenanya hingga rangsangan dahsyat melanda bagian
bawah tubuhku dan akhirnya aku tak kuasa lagi mengendalikan nafsu
birahiku sendiri hingga tanpa perlu merasa malu lagi pada Mbak Tun,
jariku kuarahkan ke klitorisku dan terus kugosok-gosokkan sambil
mengangkat dan menggoyang-goyang pantatku.
Aku akhirnya orgasme di hadapan Mbak
Tun. Persetan kalau mau dia tertawa, bathinku. Namun ternyata Mbak Tun
tetap cuek saja sampai aku selesai melepaskan orgasme. Lalu kubayar
ongkos Mbak Tun memijatku dan kuminta dia untuk pulang sendiri.
THE END
0 komentar:
Posting Komentar