Putri Malu

Putri Malu

Perjalanan Mudik 4

Written By Unknown on Jumat, 28 Maret 2014 | 21.51



Dalam Mengarungi deraan nikmat dipuncak birahi, Ida merasakan kejantanan siremaja yang semakin kokoh tertanam, sekarang seolah- olah mengejek si liang kemaluan yang telah takluk, dengan berkedut- kedut. Anton dengan teknik kegelnya, membimbing kakaknya tetap bertahan dalam orgasmenya melalui denyutan-denyutan kejantanannya. Bagi Ida yang setengah mati liang kewanitaannya disesaki sitongkat jantan, kedutan itu bagai memeras dari dalam seluruh dinding kewanitaanya. Ida hanya mampu meresapi nikmat orgasme berkepanjangan dengan terengah-engah mendekap tubuh seremaja.

Anton yang tengah mempelajari teknik sex Tao, merasakan puncak kepuasan saat Ida menarungi orgasmenya yang panjang. Anton tidak memerlukan ejakulasi untuk itu. Kebahagiaan wanita telanjang yang didekapnya adalah kepuasannya. Dinikmatinya berlama-lama denyutan kejantanannya dalam kehangatan kewanitaan. Dengan penuh rasa empati kembali didekapnya tubuh telanjang Ida dalam pangkuannya, seolah-olah berbisik, ayo istirahat sayang

Tak rela melepaskan keindahan, Ida terlena, dan tertidur, telanjang dalam pangkuan siremaja. Anton dengan puas menikmati hal tersebut, menikmati setiap senti kulitnya yang bersentuhan dengan tubuh telanjang. Sampai pagi.

Seminggu dikampung, Indro telah diperkenalkan ke seluruh keluarga besar Hindun. Hindun bangga karena banyak yang mengagumi suaminya yang berkududukan lumayan kerja dikantoran di Jakarta. Bahkan Ada beberapa yang meminta bantuan anak atau keponakannya dibantu dicarikan kerja di Jakarta. Indro tak kuasa menolak, bahkan terlajur menyanggupi membantu Tara seorang keponakannya, yang sudah lulus D3 ekonomi tiga tahun lebih tapi tidak juga memperoleh kerja. Akhirnya diputuskan Tara ikut ke Jakarta, setelah mudik. Tara cukup ayu menawan, sehingga menjadi alasan Indro membawanya, untuk diupayakan melamar sebagai resepsionis di kantornya. Kalo penampilan kurang menarik, sulit untuk jadi petugas front office. Awalnya Hindun senang saja Indro bisa menolong sanak keluarganya, Orang tua Tara sepupu dekatnya sangat berterima kasih dan memohon padanya agar membimbing gadis itu sebagai ganti orang tua.

Suatu saat Indro sekeluarga melancong ke air terjun yang berjarak 6km dari kampung, Tara sebagai penunjuk jalan. Ternyata menjelang tiba dilokasi kedua anaknya sudah kelelahan dan tidak melanjutkan ke lokasi, karena harus sedikit memanjat. Indro yang merasa tanggung memilih meneruskan perjalanan bersama Tara. Hindun menemani kedua anaknya bermain air disungai. Kembali dari lokasi air terjun perasaan Hindun tidak enak, dia menduga terjadi sesuatu diantara keduanya, tapi dipendamnya erat- erat, karena tidak ada bukti, apalagi keduanya menunjukkan sikap yang wajar. Hindun berpikir keras, bagaimana mencegah bibit bencana ini. Dirinya kadung sudah janji, tapi tinggal bersama dengan anak gadis yang demikian ayu, sedikit banyak merupakan potensi keretakan rumah tangga. Hindun teringat Anton dan Pak supir. Kesan Hindun kepada keduanya sangat baik, keduanya telah menolong dirinya terhindar dari aib. Apakah mereka bisa meberi saran? Timbul masalah, Tara tidak punya tiket, dan sangat sulit mencari tiket dadakan saat lebaran.

Melalui percakapan di HP, Hindun dengan penuh perhatian menanyakan ‘kesehatan’ Anton, yang dijawab dengan geli ‘Sudah banyak sembuhnya’. Hindun sangat berharap bisa mengulangi terapi, sabagai rasa tanggung jawabnya. Hindun juga mencurahkan masalah, kekhawatiran suaminya tergoda oleh gadis cantik yang akan dibawa ke Jakarta, dia curiga telah terjadi sesuatu diantara suaminya dan Tara. Hindun juga menanyakan kemungkinan pesan tiket bis pulang tambahan. Rupanya bis Anton masih di luar kota dalam perjalanan kembali dari Jakarta.

Otak encer Anton berputar keras, bagaimana caranya dia bisa bersama Hindun, Bang Ridwan dipersembahkannya cewe cantik, sehingga dirinya selain tetap sebagai kenek yang merangkap supir serep juga merangkap suami serep. Setelah mematangkan rencana, Anton menghubungi Hindun, dan memintanya datang ke pool bersama cewe itu, Anton menjanjikan Abangnya, bang Ridwan ’sang supir’ punya rencana jitu. Melalui HP, Anton menguraikan rencana yang katanya ide Bang Ridwan

‘Mas Indro, saya ditemani Tara ke kota mesan tiket bus pulang, abang jaga anak-anak. Mudah-mudahnya kenalan kita kenek yang kemarin bisa bantu’ Hindun memperkirakan bis Anton sudah masuk lagi ke kota…’ Indro setuju saja. Lebih enak main ama anak dari pada kepasar.

Dalam perjalanan berdua Tara, Hindun menjalankan skenario yang dipaparkan Anton via HP ‘Tara, kamu mau merantau ke Jakarta punya simpenan ilmu tidak?’ Bagi orang daerah sana, hal tersebut sudah lumrah. ‘Eee tidak kak, kenapa?’ ‘Wah berat juga kalo tidak, persaingan di Jakarta sangat ketat, jaman sekarang tidak cukup lagi dengan suap dan koneksi, banyak yang main ilmu bahkan jual diri’ ‘Ooo, jadi gimana kak’ Tara memahami. ‘Lebih baik sebelum berangkat ke Jakarta kamu cari bekal ilmu’ ‘Wah Tara tidak paham kak, juga waktunya kan sudah mepet’ ‘Kebetulan kakak ada kenalan orang pintar, nanti kita temui saja’ ‘Ma kasih kak’

DIpool bis, karena ada Tara disisinya Hindun bersikap normal kepada Anton yang sudah menunggunya di kantor pool. ‘Pak kami sudah punya tiket 4, tapi perlu tambahan satu lagi, masih bisa?’ ‘Wah sudah habis sejak dua bulan lalu, dipesan orang’ Sahut Anton akting cuek. ‘Sama langganan tidak bisa dibantu? ‘Coba nanti ketemu Supirnya dibelakang, Kalau mau bangku darurat, bicarakan saja’ ‘Oh iya, Pak supir kan sistennya orang pintar, ini adik saya mau konsultasi’ ‘Nanti sekaligus saja, yuk saya antar’

Didepan pintu kamar untuk para supir ‘Tunggu sebentar, saya bujuk dulu yaa’ Ridwan sudah menunggu didalam: ‘Bang pacar saya yang kemarin saya ceritakan sudah datang. Abang pura- pura jadi asistennya orang pintar, ngasih pengobatan minyak pengasih, seperti yang saya ajarin kemarin, abang nurut aja deh, pasti sukses’ “Rumit kali cara kau, apa nggak bisa yang lebih simpel seperti yang dulu’ ‘Bang ini kan pacar aku, masih baru, ingin segera kubagi sama abang, seperti abang ngebagi. Tapi karena masih baru perlu sedikit muter- muter biar aman, kalo tidak saya langsung diputusin’ ‘Ok lah, kau jangan jauh-jauh yaa, disebelah aja’

‘Pak kami perlu tambahan satu tiket untuk adik saya ini yang mendadak perlu ikut, mengejar batas akhir lowongan kerja, kata adik kenek tadi bapak bisa mengupayakan bangku darurat’ Hindun menahan jengahnya, teringat kejadian seminggu berselang ‘Bisa sih, tapi adik harus bergantian dengan kenek atau saya kalau sedang istirahat’. Ridwan juga kebingungan, Pacar simonyet yang mana sigadis cantik atau kakaknya yang ayu. ‘Oh tidak apa-apa’ Tara menyambut gembira

‘Ngomong-ngomong saya dengar Bapak punya kenalan orang pintar, apa bisa membantu sehingga adik saya ini dapat segera diterima kerja, maklum saja kata suami saya pesaingnya banyak, pintar-pintar, masing- masing punya beking dan yang parah sebenarnya sudah terlambat’ Hindun menguraikan masalah Tara

“Oh iya… orang pintar perusahaan kami sangat hebat, dan untuk urusan begitu perlu waktu, tidak bisa dadakan, lagipula dia diluar kota’ ‘Tolonglah pak’ ‘Eee sebenarnya ada cara lain, yaitu dengan minyak pengasih, kebetulan memang kami punya stok untuk bis-bis kami yang puluhan jumlahnya. Minyak itu sudah dimanterai oleh beliau, saya bisa memberikan ke adik…siapa namanya?…Tara? “Bagaimana caranya pak’ Tara menyahut sedikit curiga, maklumlah banyak beredar berita dukun cabul’ ‘Begini, adik mandi membersihkan diri, nanti diolesi minyak pengasih. Kebetulan ada kakaknya, biar dia yang ngolesi. Nanti saya membacakan manteranya’ Susah payah Ridwan melaksanakan skenario dari Anton. “Ooo, kayaknya bukan dukun cabul, kan kak Hindun yang ngolesi’ Tara berpikir positif, dan menyahut ‘Tergantung kakak, ngerepotin atau tidak’ ‘Gitu aja kok repot kok dik, kita harus berterima kasih kepada Pak Supir yang sudah mau membantu, kursi darurat dan minyak pengasih, bagaimana balas budinya ini pak?’ Respek Hindun kepada supir ini kembali meningkat. “Ah ibu, nasihat guru saya, kita hidup didunia mencari teman’ Ridwan berimprovisasi.

Ketiganya tidak sadar menjadi korban ‘grand skenario’ Anton sianak kecil

“Adik mandi sebersih-bersihnya didalam sana, setelah itu hanya mengenakan sarung ini, berbaring disitu, nanti mbak yang ngolesi, saya yang ngasih aba-aba sambil baca mantera. Saya menyiapkan minyak dan menyiapkan diri dulu’

Tara Keluar dari kamar mandi dengan rambut basah terurai dan hanya mengenakan sarung, tergulung sebatas dada, sungguh sangat menawan bak dewi venus turun dari kayangan. Menggairahkan dengan sebagian paha tak tertutup kain, yang menampakkan keindahan kaki langsing nan indah. Ridwan pura-pura tidak melihatnya, hanya melirik melalui ekor matanya’ ‘Wah hebat nian Anton mencari pacar secantik ini’

Hindun memperhatikan kecantikan Tara, menghela nafas dalam-dalam menahan kecemburuannya,’bibit masalah ini tidak boleh dibiarkan, bagaimanapun caranya Indro tidak boleh digaet olehnya, mudah-mudahan cara Anton bisa berhasil’

‘Pakaian dalamnya sudah dilepas? …silahkan telungkup dibale-bale, santai saja. Mbak duduk disampingnya, Ini minyaknya, siap-siap mengoleskan sesuai aba-aba, saya bersila dilantai, membelakangi, tidak usah malu, saya duduk menghadap kesana membelakangi jadi sama sekali tidak melihat. Lagi pula ruangan agak gelap, lampu saya matikan, hanya sebatang lilin untuk membantu saya konsentrasi.

“Oleskan mulai dari kepala, keleher,’ Ridwan bergumam seolah baca mantera, wesssewesssewesss “Oleskan ke..’Ridwan memerintah sambil pura-pura komat-kamit.

‘Sudah ujung jarinya? Adik berbalik berbaring, mbak lakukan lagi seperti tadi mulai dari rambut turun kedahi dan seterus’ Ridwan berkomat-kamit

Ketika olesan Hindun sampai diarea segitiga kewanitaan, sesusai skenario Ridwan menjerit tersentak kebelakang, seolah dihantam sesuatu ‘Hegg….aduhh’

Hindun dan Tara kaget, Tara sontak bangun duduk, Hindun berbalik, keduanya menatap Ridwan meringkuk dilantai seolah kesakitan ‘Kenapa Pak? Hindun bereaksi, Menjalankan skenario, sambil terengah-engah kesakitan Ridwan menjawab, ‘Adik tidak bersih, minyak pengasihannya menolak masuk ketubuh adik dan berbalik menghantam saya’ Tara terkesima ‘Maksud bapak?’ “Adik dalam tiga hari ini baru berhubungan dengan lelaki, yang parah lelaki ini tidak sah, di anu adik masih ada sisa lelaki, yang menjadi kotor karena tidak sah’ Anton merancang skenario ini setelah menyerap keluh kesah Hindun atas kecurigaannya di air terjun. Ridwan mengerenyitkan mata seolah menahan rasa sakit.

Tara kaget, ‘Oh betul kemarin lusa di air terjun dirinya merelakan Indro menyetubuhinya, hebat sekali orang ini’ Hindun meluap amarahnya menahan benci ‘Ooo betul kecurigaanku kemarin, berani mereka macam-macam padahal kami berada tidak jauh, hebat juga Bapak ini bisa menebak kejadian yang tidak dilihatnya’ Hormat Hindun sekarang pangkat tiga.

“Jadi bagaimana pak?’ Tara cemas, cemas karena gagalnya pengasihan, tapi lebih cemas lagi skandalnya diketahui Kak Hindun, mudah-mudahan dia tidak sadar, tapi kan tiga hari ini saya kan bersama keluarga mereka terus, waduh gimana ini? ‘Agghh panas…, mbak tolong cari Anton suruh dia menghubungi orang pintar lewat telepon agar membantu saya mengatasi masalah ini, mudah- mudahan bisa dari jauh, barangkali dia dikamar sebelah’ ‘Baik pak’ Hindun patuh keluar kamar. Adegan babak pertama berakhir dengan sukses.

“Sekarang terserah adik, ritual dilanjutkan atau tidak, tetapi sekarang situasinya sulit, kalau guru saya ada disini tidak masalah, tapi karena tidak ada jadi agak berabe’ ‘Berabe gimana pak? Tara agak lega Hindun pergi khawatir dia curiga. ‘Ritualnya menjadi sulit karena kotoran dalam tubuh adik menolak, sedangkan mantera sudah dilepaskan, harus ada yang kalah’ ‘Ya sudah, saya nurut saja kata bapak’ ‘Itu yang berabe dik, ritualnya menjadi berat, ilmu saya masih cetek sehingga harus kontak fisik. Kalau tidak ada masalah, saya mampu, tapi sekarang gimana yaa? Lumayan juga akting Ridwan sebagai dukun alim. ‘Saya nurut saja, tapi mohon pak jangan bilang sama kakak, saya berhubungan dengan lelaki tidak sah dalam tiga hari ini, tolong pak’ ‘Wah, adik ini benar-benar merepotkan, masa saya harus bohong? ‘Tolong pak, saya takut dimarahi’ ‘Ya sudah lihat nanti’

‘Sekarang lampu saya nyalakan, saya perlu melihat agar jelas masalahnya, kontak fisik tidak bisa dihindarkan’ ‘Iya pak’ Tara sudh pasrah ‘Yesss suksesssss’ Ridwan bersorak dalam hati, hebat nian si Anton, luar biasa rencananya’ ‘glegghhh’ Tak sadar dia menelan ludah, wuihhh dua kali dia dikasih cewe alim, cantik-cantik lagi.

“Dik saya ulangi ritualnya ya, kalau nanti terasa ada gejolak dari dalam tubuh jangan ditahan, mudah-mudahan kotoran bisa keluar lewat pori-pori’ Ridwan duduk bersimpuh disisi tubuh yang berbaring telentang lurus. “Cantik sekali wajah yang terpejam malu ini, betapa halus kulit remajanya, putih mulus. Betapa indah tubuh ramping yang hanya terbalut sarung, lekuk-lekuk tubuhnya tak mampu disembunyikan kain tipis. Pandangan matanya melahap kaki jenjang telanjang sampai dipertengahan paha, betapa beruntung dirinya’ Dibalurkan minyak itu kekedua telapak tangannya, dibalurkannya mulai dari kepala, kedahi, seputar mata, keseluruh bagian wajah yang cantik terpejam’ Tidak lupa Ridwan berkomat-kamit tidak karuan, wessewesssewsss.

Dilulurkan minyak oleh tangan perempuan dan tangan lelaki sungguh jauh berbeda. Muka Tara terasa panas, malu wajahnya disentuh tangan kasar. Dadanya mulai berdebar. Ada sedikit kecurigaannya orang ini dukun cabul, tetapi dari tadi dia kan memang tidak mau kontak fisik, dan dia sangat hebat bisa tahu dirinya baru bersetubuh dengan lelaki. Oh memang dirinyalah yang menimbulkan masalah.

Terasa minyak habis menyerap, dibalurkannya lagi, digosokkannya dengan lembut dikedua sisi telinga sang gadis, diperhatikannya mata terpejam itu sedikit berkejap, memang benar bagi kebanyakan wanita daerah telinga termasuk paling peka. Balurannya turun kekulit halus dileher jenjang, terus menurun ke sebelah tangan, dilihatnya leher gadis itu bergerak menelan ludah. Ridwan ingat benar-benar instruksi Anton, harus sabar dan disiplin, dipatuhinya seperti isi kitab suci. Dijangkaunya lengan gadis yang satunya, yang membuat dirinya terpaksa beringsut lebih merapat. Terasa kering tangannya, dituangkan lagi minyak, kembali dibalurkan dipangkal lengan, yang segera dirasakan ditumbuhi bulu-bulu halus. Ridwan menahan nafas, karena daerah itu merupakan salah satu daerah favoritnya, tidak sabar dia ingin melumatnya, tapi ditahannya, karena ingin sukses. Terasa jemari kasar itu menyentuh pangkal lengannya yang juga pangkal payudaranya, Tara tertahan nafasnya oleh munculnya gejolak birahi. ‘Ohh telapak tangan kasar itu meraba seluruh dadanya yang telanjang tidak terbalut kain, ohhh’ Sungguh berbeda saat tadi dibaluri oleh tangan halus Hindun’ Tara memejamkan matanya lebih kuat, tangannya mencengkeram bale-bale yang terasa keras dibawah punggungnya. Setengah berharap tangan itu agak sedikit kurang ajar. Ridwan yang sangat cermat memantau perkembangan, memahami bahasa tubuh tersebut, tetapi dia tetap disiplin. Balurannya pindah ke ujung kaki ‘Ahh sial…’ Tara sedikit gemas, padahal dia yakin susunya akan segera disentuh. ‘Bapak ini memang benar-benar sopan’ Tara mengatur nafasnya pelan-pelan mencoba tidak ketahuan, gejolak birahinya yang tadi meletup sekarang agak mereda. Dinikmatinya baluran minyak oleh tangan kasar menjalari telapak kaki, pergelangan, betis, naik kelutut. Berpindah kekaki sebelahnya, terasa badan supir ini semakin merapat karena harus menjangkau kaki sebelahnya. Tara segera menyadari bahwa silelaki sudah rapat disisi tubuhnya yang terbaring lurus. Saat mulai menjangkau daerah diatas lututnya, kembali dada Tara bergemuruh didera birahi. Bulu-bulu dikakinya bangkit ‘Wesssewessewesss…wesewesssewe sss… Dik saya merasakan penolakan mulai muncul, saya akan sedikit menekan, kalau ada apa-apa jangan ditahan, mudah-mudahan bisa lepas’ sambil berkomat-kamit Ridwan memberi aba-aba. Bila tadi hanya sekedar membalur, sekarang kedua jemari Ridwan melakukan gerakan mengurut, mulai dari atas lutut naik kepangkal pertengahan paha. Ridwan melihat tubuh itu menegang, saat urutan tangannya semakin naik keatas kepangkal paha yang telanjang tidak tertutup kain. Ridwan memindahkan urutannya paha sebelah, gadis itu mulai mendesah ‘Hhhh…’ tubuhnya menggelinjang pelan. ‘Wesewessewesss’ Diremasnya dengan perlahan tapi kuat, sambil diurut. Licinnya minyak melipatgandakan efek kenikmatan, urutan telapak tangan Ridwan disekujur paha yang telanjang. ‘Ahhh…’ Tara mulai mengeluh menahan deraan birahi. Sensasi paha telanjangnya diurut dukun sakti dengan tangan kasar berbalur minyak menghantarkan gadis itu ke angan-angan binalnya. Tubuhnya menuntut lebih. ‘Adik, eee yang tidak tertutup kain sudah, eee tinggal yang ditutup kain, eee gimana yahh, saya malu juga nih, soalnya tidak pernah sampai harus kontak fisik’ ‘Hhh… terus saja pak…jangan ragu…’ Tara membuka matanya melihat sesosok tubuh lelaki duduk disisinya menggaruk-garuk kepala dengan wajah kebingungan. Dalam diri Tara sudah bercampur antara ambisinya sukses di Jakarta dengan hausnya pemenuhan birahi’

(Penulis: kalau ada juri piala oscar, Ridwan pasti dapat nominasi karena kehebatan aktingnya’ ‘Eeee..malu dik…’ ‘Jangan pak, kasihan saya dong kalau sampai pengasihannya gagal’ Tara menangkap keraguan dukun ini, dibukanya lilitan sarung didadanya diturunkannya sampai keperut. Tuiiinggg, tersembullah sepasang bukit kembar, menjulang menantang. Bukit kembar mulus seputih salju dengan dihiasi puncak kemerahannya yang sudah menegang sedari tadi. Bukit kembar gadis muda yang nyaris tidak pernah disentuh lelaki, dengan bentuk yang sungguh sempurna. Sekuat tenaga Ridwan menahan dirinya untuk segera menyosor tubuh telanjang itu, bahkan dia pura-pura melengoskan mukanya sambil memejamkan mata. Tara sudah yakin 100% kealiman dukun ini, diraihnya tangan sang dukun, dengan sinyal jangan ragu-ragu. Sambil melengos dan memejamkan mata, Ridwan kembali menuangkan minyak ketangan, mulai membalurkan disekujur bukit kenyal yang indah. ‘Hhhhh….’ Tara tersentak merasakan jemari kasar membalurkan minyak dipayudaranya, birahinya meledak dengan intensitas semakin kuat. Tubuhnya menegang, matanya terpejam. Tidak sadar tangannya gemas menggenggam jemari yang sedang menjarah dadanya. Merasakan jemari halus meremas tangannya yang sedang bekerja, Ridwan mengintip dan segera membuka matanya lebar-lebar mengetahui Tara kembali terpejam. Matanya nanar melahap keindahan sepasang payudara gadis cantik ini. Ridwan menghayati perannya, berupaya tangannya hanya melakukan gerakan membalur minyak, ditahannya keinginan untuk meremas dan memelintir pentil keras itu. “Hhhhh….’ Sesak nafas Tara menerima belaian kuat dipayudaranya. Tubuhnya semakin bergelinjang, tak sadar jemari halusnya meremas tangan yang memberinya kenikmatan. Ridwan membalurkan minyak kepayudara sebelahnya, yang semakin menggeletarkan tubuh telentang gadis cantik ini. Kedua belah tangan gadis ini sekarang sudah memegang masing-masing pergelangan tangannya, menahannya untuk pindah membalur ketempat lain. ‘Ohhh….’ Tara sudah mulai mendesah, menginginkan ritual lebih dipayudaranya. Tangannya mencengkeram pergelangan tangan si supir yang dari tadi sangat nakal menjarah tubuhnya, menekannya kedadanya. Ridwan memenuhi harapan sigadis, kedua tangannya yang dicengkeram sigadis, memulai teknik massage, dengan bantuan minyak telapak tangnnya berputar dan menekan. Baluran minyak diseputar lereng masing- masing bukit kenyal, membuat tubuh si gadis begelinjang keras. “Ohhh…’ Tara mendesah, sepasang kaki yang tadi rapat lurus membujur mendadak kejang, terlipat, seolah menahan derita dera kenikmatan. Paha terangkat dan lutut yang kejang tertekuk rapat keatas memaksa sarung yang tadi menutup sebagian pahanya, melorot, menampakkan semakin banyak ketelanjangan paha dan pangkal pahanya.

Nanar mata Ridwan menerima pemandangan hebat ini, dikomandoi tangan Tara yang mencengkeram masing-masing pergelangan tangannya, Ridwan mulai membantai kedua payu dara itu, balurannya ditekan lebih kuat. Masing-masing telapak tangannya menekan kuat dan memutar bak mengurut masing-masing susu yang berani kurang ajar menjulang dihadapannya. Tangan kiri memutar searah jarum jam, tangan kanan melawan jarum jam, bagai buldozer hendak meratakan bukit kenyal. ‘Ahhhh….’ Tubuh Tara bergetar menerima perlakuan ini, bagian bawah tubuhnya menggelinjang melengkung kejang menahan derita, mencoba merapat ketubuh lelaki yang disisinya. Lututnya yang terlipat berusaha menjangkau sia-sia tubuh dukun yang memberinya derita nikmat. Bagian bawah tubuhnya setengah meringkuk merapat, membuat Ridwan dihadiahi pemandangan ketelanjangan pinggul dan pangkal paha si gadis. Ridwan pura-pura sebelah tangannya hendak beranjak membalur bagian lain, segera ditahan oleh cengkeraman tangan Tara, seolah berkata ‘jangan…, jangan pergi’ ‘Wessewessewsss, Dik semua sudah, tinggal yang itu…’ dengan komat- kamit Ridwan bertanya, sambil memeras ganas kedua susu itu. ‘Ohhh…pak….iya pak…hhh’ Kacau sudah logika sigadis didera birahi nikmat yang ditimbulkan baluran minyak tangan ganas Ridwan yang lihai. Tapi tangannya tidak rela melepas kenikmatan yang mendera susunya, dicengkeramnya agar tidak pindah ke lain hati ..eh.. ke lain tubuh. ‘Wahh kebetulan’ pikir Ridwan, sambil terus memeras kuat tapi lembut, tubuhnya beringsut, beranjak, setengah berlutut, kebagian kaki Tara. Posisi tangannya sekarang menjangkau lurus payudara itu, sambil tetap memeras. Dengan hati-hati saat posisinya sudah OK, sambil kedua telapak tangannya menekan dan memutar susu, kedua pasang ibu jari dan telunjuknya memelintir pentil susu yang dari tadi mangganjal. ‘Ohh…pak..ohh..’ kesekian kalinya Tara mengeluh dan menggelinjang. Dengan lihai kedua siku Ridwan mencongkel kedua belah paha yang terkatup rapat, memaksanya membuka. Paha itu menolak, karena masih kejang menahan derita nikmat, dagu Ridwan turun membantu nyelip di lutut Tara, membongkar lipatannya, telapak tangan dan jemarinya bekerja sama memerah dan memelintir. Terkangkangklah paha itu dihadapan wajah Ridwan yang setengah telungkup dibagian bawah tubuh Tara. Tanpa ba..bu lagi Ridwan segera melumat pangkal kewanitaan sigadis, menuntaskan kegairahan yang sedari tadi ditahannya setengah mati. “aghhh…’ Tara merasakan ledakan nikmat dibagian tubuhnya yang lain, saat lidah Ridwan terasa mencucuk mulut kemaluannya. Kedua tangannya segera mencengkeram kepala yang begitu kurang ajar mejamah daerah kesuciannya.

Kalau sudah begini, Ridwan sangat pede (percaya diri), pelacurpun takluk pada kelihaian lidahnya, apalagi gadis kencur ini. Kedua tangannya sudah diistirahatkan, diselipkan dibawah bokong sigadis, mengganjalnya agar lebih terkangkang, sekaligus membantu sigadis agar lebih mudah menggelinjang. Lidahnya sekarang mulai bekerja. Desahan Tara sudah mulai tak terkendali, kepalanya terhentak kekiri dan kekanan, nafasnya tersengal-sengal.

Santai saja Ridwan menjarah pangkal paha sigadis, santai saja lidah itu menjilati, mengecup, mengulum, mencucuk, bahkan mengemut daerah kewanitaan. Pinggul Tara menggeliat meronta mecoba melarikan diri, setiap saat lidah yang kasar dengan buas menyentuh bagian tubuhnya yang paling intim. Kedua belah tangan Ridwan yang mencengkeram kedua belahan bokong sigadis, membantu Tara mengelinjangkan pangkal pahanya. Bak sedang makan separuh buah semangka yang dibelah, Ridwan sepuasnya melahap hidangan liang kewanitaan Tara. Mulutnya menjilat, mengecap dan menghirup kelaparan, kedua belah tangannya membantu bokong sigadis bergetar-getar. Tara tak berdaya dilanda arus birahi hingga tiba dimuara puncaknya. Tangannya hanya mampu mencengkeram kepala dengan rasa tak tertahan, jepitan pahanya tidak mampu meredakan sedikitpun dera nikmat.

Saat itulah tanpa disadari keduanya, Anton masuk keruangan. Pandangan Ridwan terhalang kedua paha yang menjepit kepalanya, Sedangkan Tara, boro-boro melihat, sadarpun tidak, matanya terpejam terus, kadang terbeliak hanya putihnya saja. Kalau ditanya berapa satu tambah satu, jawabannya pasti ‘terus…ohh teruss’. Dengan diam-diam Anton menggunakan kamera digital perusahaan mengambil beberapa foto adegan menggairahkan tersebut, diupayakannya wajah cantik Tara yang terengah- engah melonjak menahan nikmat, tertangkap jelas kamera digital murahan yang cuma 3,2mega pixel. Selanjutnya diambilnya juga gambar dalam mode movie, sampai kapasitas memorinya habis.

Tak lama kemudian Tara meledak dalam puncak kenikmatannya’ ‘Pak…..arghhhh…ohhh’ , mendesahkan berkali-kali nafas panjang, karena lidah silelaki terus saja dengan santai melumat bagian tubuhnya yang paling peka. Tara merasakan tubuhnya kembali meledak dan meledak, bahkan menggelinjangpun dia tak kuasa. Kedua belah tangan Ridwan senaknya saja memutar-mutar bokongnya, bak tangan ibu menampi beras untuk dimasak. Santai saja Ridwan memutar-mutar bokongnya sesantai lidahnya mengemoti bibir kemaluannya, selama itu Tara lupa diri terbang keawang-awang. Semenit berlalu, puncak nikmat itupun berlalu, meninggalkan jejak nafas tersengal-sengal, dan tubuh lunglai tak berdaya. Tak pernah Tara merasakan kepuasan sedemian intens dan sedemikian panjang. Berapa kali persetubuhan dengan pacarnya, sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan saat ini. Hujaman kejantanan Indro dua hari lalu di puncak air terjun, walaupun banyak memberikan nikmat tapi tidak intens karena bagian dari upayanya menyogok Indro membantunya menggapai ambisi.

Melihat sigadis sudah lunglai, dengan penuh kepuasan, Ridwan menghentikan siksaannya, dia berpikir menganalisa, untuk langkah selanjutnya dia mengikuti saja skenario Anton . Dibaringkannya tubuhnya miring disisi Tara yang lunglai tertelentang telanjang, terpejam. Sarung yang tadi dikenakan kini hanya menutup sebagian kecil perutnya saja. Dikaguminya kedua bukit kembar yang indah menjulang bergetar-getar akibat nafas yang tersengal-sengal. Dirangkulnya tubuh telanjang sigadis, tangannya meraih botol minyak, dituangkannya sedikit di bagian dada yang menantang, kembali dibalurinya dada yang telanjang. Lembut dan penuh kesopanan.

Sekian menit, akhirnya kembali juga Tara kealam sadarnya walaupun masih sedikit, kalau IQ normalnya 105,sekarang mungkin baru 85. Perlahan-lahan dirasakannya baluran lembut minyak di dadanya, ‘ohhh…kok bisa ya ritual berbuah kenikmatan seperti ini?’ Lupa diri didekapnya tubuh sidukun, seolah berterima kasih dan gemas’

Sembari terus melaburi dada dan payudara dengan minyak, Ridwan dengan cermat membaca bahasa tubuh sigadis. “Anu dik…, ilmu saya masih cetek…kayaknya saya tidak mampu membersihkan dengan tuntas, Minyak pengasihannya tidak juga berhasil menyatu sempurna ditubuh adik, mungkin karena masig ada sedikit kekotoran itu yang tertinggal di bagian-bagian sulit.’ ‘Ngg jadi gimana pak…hhh’ kembali nikmat menyentuh dadanya. ‘Ohh bapak ini benar-benar baik, walaupun saya sudah telanjang bulat, dia tidak melakukan apa-apa’ Tara sudah percaya 100% kepada dukun ini. Pacarnya dan Indro sama saja, buru-buru masukin anunya kekewanitaanny, enak sih’.

Ridwan terus melabur, berupaya melenakan kembali sigadis ‘Saya coba lagi, mudah-mudahan berhasil, coba dilepas sarungnya’ Tara mengangkat pinggulnya, memudahkan Ridwan meloloskan sarung itu. Tara merasakan kembali nikmatnya tangan itu melaburi tubuhnya dengan minyak, gairahnya kembali meletik. ‘Mmmmm …’ Tara mendesah kecil Laburan Ridwan semakin bebas, mengarah di segitiga kemaluan naik atas berputar diperut, naik lagi, merambah payudara, memerah keras, menuruni lereng, merambah payudara sebelahnya, memerah keras disana, memelintir mencoba menggusur pentil, turun kebawah, berputar dipusar, menjamah gundukan daging lembut dibawah pusar, ketiga ujung jarinya telunjuk, tengah dan manis, mencongkeli lembut sisi bibir kemaluannya. ‘Shhh…’ Tara menggelinjang Kembali Ridwan mengulangi ritualnya “Shhh…shhh…’ semakin menggelinjang Dengan penuh kesabar Ridwan mengulangi berkali-kali ritualnya.

Kedua tangan tara sekarang dikalungkan dileher sidukun, mendekap,mencari kekuatan menahan dera kenikmatan yang datang kembali, wajahnya dibenamkan dileher. Ridwan membantu mengganjal leher sigadis dengan lengan kirinya, merangkulnya dengan mesra. Tangan kananya bergerilya kemana-mana. ‘Pak…ohhh…ohh’ kembali Tara mengeluh, saat telapak tangan sidukun tidak lagi melaburi, tetapi ketiga jari, telunjuk tengah dan manis, merambah hutan lebat disekitar gua kewanitaannya. ‘Shhhh…hhhh’ Tara menggeliat ketika jemari itu dengan sengaja memutar klitnya dan sesekali memelintirnya

Ridwan mencermati bahasa tubuh sigadis, ‘yesss doi sudah balik lagi gairahnya’ Dengan semakin bersemangat, ketiga jemari Ridwan melaksanakan ritual dengan penuh disiplin. Menghantarkan kembali tubuh sigadis kealam bawah sadarnya. Tubuh telanjang itu kembali menggelinjang-gelinjang. Tapi sekarang tangan Tara sudah bisa memeluk erat tubuh sidukun, melampiaskan dera nikmatnya. Wajah Tara yang terpejam merapat kewajahnya sambil memeluk mesra, seolah dirinya adalah kekasihnya tercinta, disengajanya jari tengah menelusup agak dalam kegua kewanitaan si gadis, yang membuat matanya berkerenyit menerima sentakan nikmat. Tak sadar sigadis melumat bibirnya mencari penuntasan nafsu. Ditariknya kembali sijari dan ditelusupkannya lagi, beberapa kali. Dirasakannya pinggul sigadis menggeliat menggerakkan liang kewanitaannya mengejar selusupan jemari, ‘Pak ohh..ohh..pak…ohh…’ Tara mulai menceracau

‘Wah kayaknya sudah bisa nich’ Ridwan memutuskan untuk melakukan penetrasi Dengan meningkatkan keahlian jemarinya menggusur mulut dan liang kewanitaan, Ridwan berspekulasi ‘Dik jari saya tidak bisa melaburi kotoran yang didalam’ ‘Pak ohh..pak…ohh ter..ohh.terserah ..hhh bapakhhh’ Susah payah Tara menyahut, pasrah 100%, tidak peduli lagi dengan ritual, dirinya kembali terbuai arus birahi.

Dengan sigap Ridwan melepaskan kaus dan celananya, wuihh kalau bisa diukur kecepatannya, barangkali bisa masuk Musium Rekor Indonesia atas kecepatan menelanjangkan diri. Tangan kirinya kembali memeluk leher sigadis, jemari tangannya kembali melakukan pembantaian yang sejenak tertunda di pangkal paha si gadis .

‘Shh …hhh’ hanya kurang dari 7 detik rabaan dikewanitaanya hilang, kerinduan menyesak akan jamahan jemari itu, terpuaskan, lega. Bahkan melipatgandakan intensitas kenikmatan. Seolah memahami kerinduan sigadis, Ridwan semakin sering dan semakin dalam menyelusupkan jemarinya kelubang itu.

‘Adik, jarinya nggak sampai, pakai yang lain yaa..’ Ridwan menelusupkan jarinya lebih dalam ‘Ahhh…pak..ahhh…iya ahhh…iya…’ Hilang kembali kesadaran sigadis. Sambil tetap dengan lembut berulang-ulang menelusupkan jarinya, tangan kiri menggapai botol minyak ‘Dik, mana tangannya …’ dituangkannya sedikit ditangan kiri Tara ‘Nggg..dik laburkan minyak ke anu saya’ kali ini jarinya agak keras menggosok klit

‘Ohh….’ Tara tersentak, seolah mendapat pencerahan tangannya turun kebawah menggapai sesuatu yang hangat mengganjal perutnya, digenggamnya dengan gemas. ‘Laburi dengan minyak dik…’ Ujar Ridwan sembari menelusupkan jarinya agak dalam Yang terjadi tangan Tara membetot agak keras, Bagi Tara yang masih kencur, ukuran penis sikondektur yang sedikit lebih kecil dari kejantanan Indro yang dua hari lalu dinikmatinya, tidak jadi masalah. Dia tidak bisa membedakannya. Seumur hidup Tara belum pernah memegang benda seperti ini, persetubuhannya dulu dengan pacarnya dan Indro selalu dalam kondisi terburu-buru, tancap, genjot dan lemas.

‘Saya coba lagi ya dik…’ Ridwan bertanya dengan menyamarkan maksud pertanyaanya, mulutnya sekarang membantu dengan mengulum sedalam- dalamnya payudara sigadis, dikemotnya kuat-kuat, sembari jarinya menekan kuat klit ‘hhh…iya…hhh pak..shh’ Tara asal sahut, tidak sadar apa yang akan terjadi. Dengan sigap Ridwan mengambil posisi, dkangkangkannnya lutut sigadis, setengah berlutut diposisikan pinggulnya dikangkangang paha, diarahkannya si tongkat keras ke sasaran mulut kemaluan, ditempelkannya, dirasakannya pada kepala meriamnya liang yang basah dan hangat, tanpa tadeng aling-aling ditekannya dengan lembut tapi kuat. Slepp…masuk setengah ‘Yess soraknya dalam hati, memang hebat si Anton, untung bener aku dibuat ****** itu’

‘Ohhhhh….’ Tara mendesah panjang, matanya terbelalak, wajahnya terpana, kalau boleh dibilang melongo, merasakan sesuatu masuk kedalam sanubarinya. Birahi sudah memutar balikan otaknya, membuat seluruh tubuhnya berusaha menggapai kembali kenikmatan birahi. Ridwan menarik tongkatnya perlahan, yang ditimpali Tara dengan cengkeraman keras dipinggulnya, ditekankan kembali perlahan namun lebih kuat, dirinya menemui hambatan lebih kuat, Ditariknya perlahan, sampai kepala meriamnya hampir lepas, ditekannya kembali, slepp, masuk dengan cukup baik. ‘Aduhhhh….’ ‘Saya coba lagi ya.. Tahan sebentar dik, agak sulit letaknya, ‘Ridwan menarik kembali perlahan kejantanannya, sampai hampir lepas, membuat wajah gadis cantik itu terkesima menahan rasa. Kuku jarinya dicengkeram keras ke bokong supir yang telanjang, mencegahnya pergi. Ridwan menekan kembali perlahan tapi lebih keras kali menekan keras sisi bawah liang kewanitaan’ ‘Ahhhhh…pak…’ Tak tahan Tara mendesah melepas nikmat. Dengan sistematis Ridwan menghujamkan kejantanannya perlahan, tapi keras menekan sisi-sisi dinding kemaluan digadis, yang selalu membuat tubuh indah itu menggelinjang-gelinjang diiringi desahan nikmat dan sengalan nafas. Tak lama kemudian menghantarkan Tara ke titik akhir pendakiannya. ‘Shh..shhh…’ tubuh telanjang Tara kelojotan dibawah penindasan kejantanan sang dukun. Tara tak sadar kedua belah kakinya yang terkangkang merangkul pinggang sidukun, menjepit keras, menyuarakan tuntutannya agar hujaman kejantanan itu semakin buas dan buas.

Dengan terkejang-kejang Tara kembali meraih gelombang puncak birahinya. Ridwan sungguh puas menikmati sensasi, tubuh gadis cantik telanjang kelojotan dibawah hujaman kejantanannya. Dihantarnya sang gadis sejauh mungkin melayari dera kenikmatan, melalui tekanan kuat tongkat kerasnya yang perlahan-lahan digesekkan di sisi atas pangkal kewanitaan sigadis. Hingga akhirnya fisik Tara tidak mampu lagi bergelinjang, lemas tak berdaya. Mencoba menanamkan kesan sepositif mungkin, Ridwan menghentikan hujamannya, saat tubuh sigadis sudah lunglai, terlentang, walaupun kejantanannya masih keras menginginkan perlombaan itu dilanjutkan. Ridwan memang tidak menyukai menghantami gedebong pisang, kepuasannya adalah membuat perempuan terlonjak-lonjak. Seolah akan memberi bantuan dorongan hidup, Ridwan dengan tongkat yang masih keras tertancap, menelungkupkan tubuhnya diatas tubuh Tara, merapatkan tubuhnya dengan mengandalkan berat tubuhnya, berupaya memberi semangat dan tenaga. Tara menyambutnya dengan pelukan mesra, seolah-olah menumpahkan kasih sayang demikian mendalam.

Selang beberapa saat, Tara sudah mulai kembali kealam sadarnya, Ridwan melepaskan dekapannya dan bangkit duduk disisi Tara, dengan kaki terjuntai ke lantai. ‘Dik, sisa kekotoran sudah berhasil diserap, maaf ya karena ilmu saya cetek terpaksa harus kontak fisik. ‘Iya pak terima kasih pak’ Tara sangat meyakini kejadian sedari tadi adalah benar-benar ritual pemberian minyak pengasihan Adik harus ingat pantangannya, jangan sekali-kali berhubungan dengan lelaki yang buat adik tidak sah, seperti istri orang. Pengasihannya akan menjadi tidak manjur, kalau dengan pacar tidak masalah, demikian juga dengan duda.’ ‘Iya pak’ ‘Wah adik jangan anggap enteng syarat tersebut, misalnya adik numpang dirumah mbak Hindun, terus Suaminya datang menghampiri dengan janji dimasukkan kerja, bisa tidak menolak, ingat kemarin lusa adik sudah …’ ‘Ooo, terus gimana pak’ ‘Sebenarnya gampang, kalau ada lelaki yang minta hubungan sex, danadik takut menolak ada beberapa trik khusus’ ‘Eee gimana pak? ‘Kalau sudah telanjang dan segera bersetubuh, adik berupaya agar barang lelaki tidak memasuki barang adik, dengan cara kocok saja diluar, kalau sudah puas pasti loyo, aji pengasihannya aman, tanpa dia tersinggung. Bahkan ada kemungkinan semakin senang’ ‘Gimana itu pak, saya kurang jelas’ ‘Wah gimana ya, barangkali lebih jelas dipraktekkan saja’ ‘Betul pak, tolong dong jangan ragu mengajari saya’ ‘Ok” Ridwan kembali membaring badan disisi Tara, kali ini disebelah kiri

‘Ngg gini dik, misalnya bos adik memaksa dilayani, adik tak kuasa menolak, dan adik berdua sudah telanjang seperti kita sekarang, barang bos adik siap masuk, tangan adik kesini…ya…..adik memasturbasi barang ini’ Ridwan meraih tangan Tara untuk menyentuh tongkatnya yang tetap bertahan dalam kekerasannya menunggu penyelesan’ ‘Gini pak’ Tara menggenggam daging panas itu, kenyal keras dan berdenyut. ‘Adik remas dan digosokkan perlahan-lahan, seperti ini’ Tangan RIdwan menuntun jemari halus Tara mempraktekkan ‘Yaa..hhhh…betul’ ‘Remas keras…hhhh…gosok….lepashhh…’ Ridwan sedikit kesulitan menuntun Tara, karena birahinya kembali melonjak-lonjak, setelah diinterupsi sesaat.’ Tara tekun memprakekan seni rahasia ini, gembira dapat bekal baru. “Adik perhatikan reaksinya’ Ridwan menahan nafas’ saat anunya kembali dibetot ‘Apa yang diperhatikan pak?’ ‘Kalau semakin keenakan dan sudah hampir sampai, adik maksimalkan gerakannya’ Ridwan merasakan puncak gairahnya hampir tiba ‘Yang bagaimana itu pak’ ‘Ehhh, sshh… kira-kira kaya begini…adik perhatikan…’ Ridwan menggeliat nikmat ’sshhh…enak dik…shhh’ tubuhnya menggelinjang- gelinjang, paha kanannya ditumpangkan dipaha telanjang sigadis, merapatkan diri. Tara merasakan batang keras kenyal meronta-ronnta dalam genggam tangan kirinya, terasa merapat dipangkal pahanya, panas, “Maksimalkan bagaimana pak gerakaknya?’ Sambil berbaring telanjang dan tangannya membetot-betot kejantanan lelaki yang berbaring rapat disisinya. ‘Ahh..adik pintar…, saya tidak tahan lagi….hhhh…terserah adik’ Ridwan memeluk erat tubuh telanjang dihadapannya, menahan nikmat, kejantanannya dibetot-betot. Tara asal-asalan membetot-betot semakin keras dan semakin cepat, ‘Shhh…dik saya tak tahan, ‘ RIdwan menggeliatkan tongkat kerasnya dipangkal paha telanjang sigadis, terasa sangat nikmat, sekaligus dijepit keras jemari halus ‘Hhhh saya terpaksa mengeluarkan, shhh keko…shhh…toran yang…hhh…tadi terseraphhh, ayo dik…terus…yang keras…” Susah payah Ridwan berakting diujung ejakulasinya Perasaan aneh menyeruak diri Tara merasakan tubuh lelaki telanjang menggelepar telanjang diatas tubuh telanjangnya. Bak Newton menemukan teori apel jatuhnya, Tara menemukan betapa lelaki bisa melonjak- lonjak bila tingkat kerasnya dibetot-betot, oh ilmu baru. Terasa ditelapak tangannya, yang sudah kelelahan meremas dan membetot, daging kenyal keras itu berdenyut-denyut, dan memuntahkan sesuatu yang terasa panas di pangkal pahanya. Ohh pak dukun mendekapnya kuat-kuat, oh betapa mesranya, ohh pahanya keras sekali menekan pahaku. Tak sadar tangannya terus membetot hingga akhirnya batang daging itu mulai lunglai dan semakin lunglai, dan lemas, lunak menyerah digenggaman tangannya.

“Adik maaf yaa, karena mengajari tadi, terus adik pegang, saya tidak tahan, adik mulai pintar. Kebetulan juga saya perlu membuang kekotoran yang tadi saya serap. Jadi kalau nanti ada lelaki yang adik tidak berani menolaknya, lakukan saja seperti tadi’ ‘Ah bapak saya yang harus terima kasih, teknik itu apakah selalu manjur?’ ‘Mudah-mudahan, kalau adik sudah di Jakarta nanti, kalau kebetulan saya pas disana, nanti saya coba periksa apakah pengasihnya masih manjur’ ‘Oh terima kasih pak…terima kasih…budi bapak rasanya sulit sekali terbalas, pertama kesempatan bangku, minyak pengasih, terus jurus tadi. Tapi bagaimana dengan saya dianuin Bang Indro, saya takut Kak Hindun…’ Ridwan bersorak mendengar gadis ini sangat berterima kasih sudah disantapnya, sukses skenario Anton. Kalau sukses Anton janji pacarnya akan di sharing jangka panjang (penulis: buset dah…) ‘Jangan takut nanti saya cari alasan, adik yang penting menyangkal saja pernah digituin sama suaminya, dan juga jangan sampai suaminya ngaku’ ‘Terima kasih pak…’cup Tara mengecup mesra pipi sisupir ‘Gimana balas budinya pak, saya belum punya uang’ ‘Tidak usah adik pikirkan, bagi kami uang tak ada artinya, saya sudah menerawang tadi, adik nanti akan sukses menjadi karyawan dengan kedudukan bagus, kurang dari tiga tahun, asal pantangan tadi dipatuhi. Nah kalo sudah nyetir mobil bagus, gaji besar, bahkan nantinya punya suami baik, ganteng dan kaya, adik tidak boleh lupa sama saya supir bis antar provinsi. Disitu baru adik dituntut imbalannya, itu konsekuensi ilmu ini’ ‘Iya pak, pasti pak’

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik