Putri Malu

Putri Malu

Perjalanan Mudik 3

Written By Unknown on Jumat, 28 Maret 2014 | 21.48



Subuh, sepanjang malam Anton mengambil alih kemudi bertindak sebagai supir serap memberikan kesempatan supir tidur. Anton membuat pengumuman ‘Bapak-ibu sekalian kita sampai direstoran …, disini silahkan berisirahat lebih lama, satu setengah jam, silahkan mandi, karena nanti siang mudah-mudahan kita sampai ditujuan’

Saat ada peluang berbicara, ‘Kak sepanjang malam tersiksa banget dehh, anuku tegang terus, gimana kak?’ Anton memamerkan tampang lugunya. ‘Iya, kita cari tempat untuk kakak bisa periksa’ Hindun prihatin. ‘Oh terima kasih kak, Gini aja setengah jam lagi, kakak saya tunggu di sana, area istirahat supir, lurus, nanti masuk kekiri, cari pintu yang ada stiker bis ini, gampang kok’

‘Bang, bangun kita sampai di ….,’ nanti saya tidur sebentar dikamar Anton meninggalkan Ridwan yang sudah terjaga bangun, mengecek kondisi bis, memerintahkan kru darat untuk mencuci bis dan segalanya, dengan cepat menyantap jatah kru bis. Dirinya melangkah kearea penumpang yang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Tampak keluarga Indro sedang sibuk dimeja makan, Anton memperhatikan seorang ibu ayu sedang menyisir rambut anaknya yang sedang menyantap hidangan dihadapannya. Tampaknya keluarga Indro sudah hampir selesai membersihkan diri, dan tinggal menyantap hidangan subuh. Anton sengaja lewat agak dekat dengan meja tersebut, yang segera terlihat oleh Hindun, lirikannya memperhatikan kemana arah anak itu. ‘Anak-anak jangan nakal yaa, kalau mau main, harus dengan papa’ Hindun berbisik ‘Bang, Hindun mau mandi, kotor sekali rasanya, apalagi abang nakal terus dari kemarin’ Indro geli mendengarnya ‘Gih sono… awas jangan ngabisin air, kasihan penumpang lain’

‘Mana ya pintu dengan stiker bis …,’ mata Hindun menjelajah deretan 4 kamar, ‘nah itu dia’ Dirinya memberanikan diri membuka pintu tanpa mengetuk, kriyetttt, pintu murahan menjerit. ‘Kakak?’ terdengar sahutan dari dalam ‘Masuk saja saya lagi diwc’ Kamar istirahat supir dilengkapi dengan WC sederhana. Salah satu servis restoran ini, yang membuat para supir menyukai singgah disini, karena tidak perlu berebut toilet dengan penumpang, bahkan perusahaan bis bisa menyediakan sabun odol dll. Sedangkan tempat tidurnya hanya berupa bale-bale dari papan yang mengisi hampir seluruh ruang itu.

Anton di wc, baru selesai membasuh tubuh ala koboi, dan dengan cepat melakukan masturbasi, memaksa penisnya untuk segera bangkit. Sensasi akan ditumpahi kasih sayang seorang ibu memudahkan penisnya menegang. Dengan cepat dia mengenakan baju dan melangkah keluar. ‘Kak…sukurlah kakak datang’ Anton melangkah mengunci pintu. Hindun yang sejenak sempat memperhatikan isi ruang, melangkah duduk diujung dipan, karena sama sekali tidak ada kursi. ‘Anton sini coba kakak lihat’ Hindun mencermati memang ada tonjolan keras dicelana remaja ini yang coba ditutupi kemeja seragam yang dikeluarkannya. (Kena luhh: emang siotong baru dibangunin) ‘Coba buka celananya,’ Jengah juga Hindun berkata demikian, tetapi kesannya terhadap anak ini sudah demikian kuat, bahwa dia menderita karena membantu dirinya menebus aib. ‘Kok masih malu’ Ujar Hindun menguatkan diri, melihat anak itu tertunduk malu. Hindun berinisiatif membuka kancing celana, bak menanggalkan baju anaknya yang masih balita yang berdiri dihadapnnya. Bedanya kalau anaknya setinggi pinggangnya sehingga dirninya harus membungkuk atau berlutut, anak ini menjulang tinggi dihadapannya, sehingga Hindun tak perlu membungkuk. Dengan sigap anton melangkahkan kaki membantu celananya lepas. Tonjolan keras dibalik celana dalam tidak terlalu jelas terlihat karena terhalang bagian bawah kemeja. Hindun melanjutkan memeloroti celana dalam itu. …Tuingggg… teracunglah tongkat keras sianak Ihh… Hindun terpana, baru sekarang benar-benar disadarinya onderdil anak ini benar-benar onderdil orang dewasa. ‘Ohhh….pantesan…’ Dirinya segera teringat betapa dahsyatnya benda itu kemarin mengaduk dirinya. Ohh bukan, dirinya yang mengaduk benda itu. Anak ini benar-benar tidak mengerti. Dirinya mendadak dilanda sensasi aneh. Bila tadi niatnya 100% akan mengobati anaknya yang sakit, sekarang mau tidak mau dadanya berdegup kencang membayangkan alternatif pengobatan apa yang harus dilakukannya. ‘Ohh ibu…. gimana cara menolong anak ini, kasihan sekali dia’ benaknya berpikir keras. Glek…, Hindun menelan ludahnya sendiri terbakar sensasi. Diraihnya tongkat itu, dicermatinya, betul, tidak disunat, dibelainya lembut ‘Ngilu….’ ‘Tidak kak…’ ‘Rasanya sih, kamu harus ejakulasi untuk masalah ini’ ‘Eeee…sering denger sih kak, tapi cuman denger doang, katanya sih muncratin mani, betul ya kak? ‘Kira-kira demikian’ Pusing Hindun menjelaskan kepada anak kecil tentang hubungan sex, apa lagi dibawah todongan ‘this big gun’ ‘Oooo gitu, saya pernah lihat kawan gosok sendiri anunya, saya pernah mencoba menirunya, tapi malah sakit dan lecet’ Ujar Anton dengan kebegoan semaksimal mungkin. ‘Gini deh, coba kakak yang gosok, sini baring, buka dulu bajunya’ Hindun terdorong bergerak sigap didesak rasa aneh, menarik anton ke dipan dan mendorongnya rebah, usai menanggalkan baju. Dirinya ingat beberapa saat berselang menggosok barang suaminya. ‘Eee…iya…iya kak…’Respon Anton dengan malu-malu. Hindun bersimpuh disisi tubuh remaja yang telanjang telentang, dengan tugu monas menjulang seakan hendak menggapai langit-langit kamar. Hindun kembali menelan ludah, dan berdebar-debar dengan niatnya memasturbasi anak ini. Tangan kanannya meremas batang penis secara perlahan-lahan, biji kemaluannya dibelai selembut mungkin. Penuh konsentrasi Hindun melakukan pengobatan, dibelainya, diremas, dibetot, lembut, sedang, keras, sekeras mungkin. Berbagai teknik dikeluarkannya (padahal tekniknya cuma dua saja lho), sekian menit berlalu, tidak-ada tanda- tanda perubahan, hanya tongkat yang mengacung keras. Diliriknya wajah sianak, yang masih tetap lugu, dengan wajah menunjukkan ketidak- mengertian. Sekian menit berlalu, Berkali-kali Hindun menelan ludahnya, dirinya mulai terbakar sendiri api birahi, entah sisa tadi malam, atau karena sekian lama ditodong penis keras yang menjulang dihadapnya. ‘Bagaimana Ton…’ Hindun sedikit terengah, ‘Bagaimana apanya kak…’ Anton menjawab lugu, dirinya mulai berjuang mengendalikan siotong yang mulai merasa tersiksa kenikmatan. Ayo tong… tahan…tahan….’ katanya dalam hati. ‘Aduh ini anak…. gimana yahhh…pegel juga nih, wah nggak bisa lama- lama nih…ohh langsung cara itu saja.’ Gejolak birahi dan tuntutan situasi kondisi, terutama mepetnya waktu, membuat otaknya memutuskan melakukan pengobatan ekstrim. ‘Kakak coba cara lain yaa…’ ‘Iya kak…’ Dengan satu gerakan cepat dan indah, Hindun menanggalkan seluruh pakaiannya, eksotis sekali. Telanjang bulat. Anton terbelalak dibuatnya, terbelalak bernafsu. Hindun bergerak mengangkangi, merebahkan diri, telungkup diatas tubuh sang remaja, diletakkannya kejantanan anton dalam jepitan pangkal pahanya, uhhh terasa sekali mengganjal dalam jepitan pangkal pahanya. ‘Ohhhh hangat sekali anu anak ini,’ benak Hindun mulai kacau, sudah campur antara niat pengobatan dan niat birahi. ‘Anton coba, jangan nahan-nahan, kalau enak bilang ya…’ Hindun mendekap erat, dan berbisik agak parau. Mayakinkan pasien untuk tabah menahan terapi pengobatan. ‘Kakak baik sekali’, Anton balas mendekap erat, tangannya mulai menjamahi punggung halus wanita ini. Membuat bulu-bulu halus disitu merinding. ‘Wuiiii …berhasil…’ Anton tersenyum menyeringai mulai nampak senyum pornonya. Untung tidak terlihat Hindun yang wajahnya mendekap dipundak siremaja, mencari kekuatan. Pangkal paha Hindun mulai menjepit batang keras, dalam gerakan lambat, mirip gerakan berenang gaya lumba-lumba, kedua pangkal pahanya memeras keras batang keras si remaja. Tubuhnya didekapkan serapat mungkin, seolah-olah tidak menginginkan sesuatu menghalangi tubuhnya yang telanjang membekap tubuh telanjang yang ditindihnya. Hindun menautkan kedua pergelangan kakinya memantapkan posisi agar pangkal pahanya mampu menggerus maksimal.

Anton sangat menikmati beban tubuh harum, yang menekannya, tidak perlu terlalu didekap sudah demikian rapat, mesra. Terasa batang kerasnya digerus-gerus, bahkan sesekali tersiram kehangatan saat menyentuh gundukan bukit kecil dipangkal paha itu. ‘Sedap…’ pikirnya dalam hati.

‘Hhhh… anton bagaimana? Ngilu atau bagaimana?’ Dengan sedikit terengah Hindun mengkonfirmasi terapinya apakah menghasilkan sesuatu. ‘Anton…santai saja…hhh’ Ujarnya sambil pangkal pahanya terus menggerus ‘Hhh… jangan ditahan Ton…, bilang yaa kalau …hhh… enak’ Hindun sendiri merasakan keenakan saat melakukan terapi tersebut. ‘Ohh…kakak.. aduh kak…ngilu…tapi kak…terus aja… mulai enak…’ Anton memberikan semangat, setengah tertawa menikmati tubuh telanjang menggeliat-geliat tengkurap diatas tubuhnya. ‘Ahhh ngilu..kakak…ahhh..enak..’ Anton sengaja sedikit menyuarakan kenikmatan yang dirasakannya. Setiap kali Hindun menggeliatkan pangkal pahanya. ‘Ohh Anton tahan saja ngilunya…hhh’ Hindun mulai menginginkan terapi ini berhasil, karena setiap pangkal pahanya memeras, kenikmatan semakin menyeruak tubuhnya. ‘Kak aduh…kak aduh…’ Anton semakin menyemangati, merasakan geliatan tubuh Hindun, semakin cepat dan dan semakin kuat memeras kejantanannya, sesekali tubuh Hindun mulai mengejang kenikmatan. ‘Hebat juga ibu ini, perasan pahanya dahsyat, jauh lebih hebat dari empotan si Nuning’ Pikir Anton, mengenang cewe anak penjaga warung di kapal fery. ‘Anton…kakak…hhh…tahan’ Hindun mulai melenguh kenikmatan, semakin berkelojotan. Perasannya semakin keras dan mulai tidak teratur. Anton tersenyum nakal dan berniat menggoda, ‘Kak…aduh kak…aduh… agak ngilu..’ ‘Hhhh…sabar Anton…hhh tahan..shhh..’ Otaknya semakin kacau, mulai lupa, bahwa dirinya yang seharusnya mengobati anak ini, tapi karena didera kenikmatan birahi setiap pangkal pahanya menggerus, Hindun semakin buas. Tubuhnya mulai menggelepar tengkurap, mengupayakan ganjalan keras tongkat itu menggerus pangkal kewanitaannya, setiap pahanya menjepit. Nafasnya semakin terengah-engah mengejar kenikmatan. Hindun sudah mulai melupakan niatnya melakuan pengobatan. ‘Kak..ahhh…kak..ahhh…’ Anton sengaja menyuarakan sinyal tidak jelas antara ngilu atau enak. ‘Anton…ohh anton….ohhh shhh….’ pasti anak ini keenakan, pikirannya mengabaikan kemungkinan bahwa sianak kesakitan, dirinya sudah menggelepar tak terkendali, pangkal pahanya lebih sering kejang- kejang. Berahinya sudah mengambil alih peranan otaknya. Tubuhnya sudah menuntut hak kepuasan. “ohhh….anu anak itu…pasti lebih baik diobati didalam’ birahinya menjustifikasi, membenarkan kehendaknya. ‘Ton…shhh…coba cara lain….hhh…’ Hindun asal ucap, membodohi anak ini, mengejar kenikmatan. Tubuhnya bangkit bersimpuh mengangkang diatas perut siremaja. Mulutnya terbuka terengah-engah mencari oksigen sebanyak-banyaknya, matanya terpejam kuat, menahan nikmat. Anton tersenyum dalam hati menatap pemandangan ini, ‘buset buaya mau dikadalin’ Pemandangan luar biasa sensasional, seorang ibu alim berkelojotan dengan mata terpejam menggapai-gapai kenikmatan, dihadapannya, menebarkan bualan tingkat elementer. Hindun mengangkat pahanya setengah berjongkok seperti di closet, menggapai tongkat keras, ‘ohhh berabe nggak yah ukurannya’ saat detik- detik mengarahkan meriam itu kesasaran, lubang kewanitaan yang sudah basah kuyup dilanda hujan badai, ditekannya sedikit, sleppp masuk. ‘Ohhh…’ sesak dirasakannya, seolah ada yang menyumbat pernafasannya, saat kepala tongkat dipaksa masuk, nyelip sedikit. ‘Hhhhhh…..egghhh’ Hindun menghembuskan nafas panjang bagai mengedan saat menekan bagian bawah perutnya turun kebawah ,’Ohh ibu…gimana nih, …sesak…’Ratapnya dalam hati’ Sleppp, sepertiga masuk. Menatap si ibu kesulitan, berhenti ditengah jalan, Anton berupaya menyemangati ‘Kakhhh…ahhh…ngilu…ahh tapi enak kak…oh kakak…’ Siibu terlecut semangatnya, ‘oh..sudah betul..ohh… sedikit lagi’ Dia menarik nafas panjang dan mulai menekankan kembali bagian bawah tubuhnya, sungguh perjuangan berat, sambil mengedan panjang, tubuhnya mengejang kuat…bless…. Masuk lebih dari dua pertiga. ‘Ohhh….kakak nggak kuat…’ Hindun ambruk diatas tubuh siremaja, menggelepar. Lemas akibat terasa sedemikian sesak mengganjal kewanitaanya. Rasanya tak kuat lagi menekan lebih lanjut. Yess, Anton puas sekali, ibu alim ini menggelepar telanjang. Kepuasan ini bagi anton lebih dari orgasme, inilah orgasme yang sebenarnya.

Tiba saatnya bagi Anton untuk membalas budi. Dimainkannya teknik kegelnya, didenyut-denyutkannya batang kemaluan yang tercengkeram keras diharibaan Hindun. Tanpa badannya bergerak sedikitpun juga. ‘Ohhh..ohhh..ohhh…’ Hindun bagai terlonjak ‘aduh,,, anu itu kok bisa kayak gitu..ohh’ Benak Hindun kembali kacau, belum reda siksa nikmat setelah gagal berupaya membenamkan barang keras karena demikian sesak mengganjal, barang itu seolah meronta-ronta dalam bekapannya. Otot kemaluannya bekerja keras membekap sitongkat yang seolah-olah berjuang melepaskan diri. ‘Kak…ngilu..ohh kakak ….’ Anton berpura-pura menyemangati Iba timbul dalam diri Hindun, mungkin pengobatannya kurang pas, sekuat tenaga dihalaunya dorongan birahi untuk terus mendekap dan menggelepar, perlahan tubuhnya mulai beranjak bangkit, hendak menyudahi kegiatan dokter-dokteran ini. Tampak dibawahnya wajah imut- imut itu menatapnya, sejuta rasa bergejolak didada Hindun. ‘Nggak pah-apah kak …hhh, coba lagi…tadi ngilu banget tapi yang terakhir ngilunya kok lain ya kak?. Tangan Anton mencengeram keras pinggul Hindun mencegah untuk beranjak. Kembali didenyutkan penisnya ‘Ohhh …betul…ohhh betul…kamu tidak apa-apa kanhhhh?’ Hindun mendesah, pucuk dicinta ulam tiba, ‘dirinya kembali mengeluh menahan siksa nikmat rontaan penis itu. Cengkeraman anak itu dipinggulnya, dinilainya akibat reaksi positif pengobatan yang dilakukannya. Sebentar saja akal sehatnya melenakan desakan birahi, secepat itu birahinya melonjak, birahinya langsung mengambil alih kendali, Hindun kembali ambruk dan menggeleparkan diri diatas tubuh Anton. Tubuhnya menggeliat-geliat menggapai puncak kenikmatan yang sedari tadi menderanya. Bagian bawah perutnya hanya mampu terkejang-kejang menahan rontaan penis sang anak. Anton membantunya dengan cengkeraman kuat dibokongnya, meremas- remasnya dengan kuat. Lenguhan dan engahan nafas siibu, membuat Anton tahu, bahwa puncak pendakian si ibu segera tiba. Diselipkan tangan kanannya kedada, diraihnya susu kiri si ibu, diremasnya dengan kuat. ‘Oh Anton…’ Merasakan sumber kenikmatan lain, didadanya Hindun agak sedikit mengangkat wajahnya “Kakak…Anton sayang kakak …., enak kak..’ Disambarnya bibir siibu, dilumatnya dengan ganas, tangan kirinya mencengkeram kuat punggung Hindun menahannya bergerak, tangan kanannya rapat didadanya membantai payudara yang mengganjal didadanya, dengan remasan-remasan buas, terkadang mencakar. Denyutan kegelnya dimaksimalkan. Demikian Anton menghantarkan sang ibu alim kepuncak pendakiannya. ‘Hemmphhhh,’ Hanya pinggulnya lah yang dapat bergerak bebas, menjangkau puncak berahi, dengan geleparan liar tak menentu. ‘Ohhhhhhhh….’ Dalam satu desahan melepas nafas panjang, seolah jauh dari dasar rahimnya, Hindun meledak. Kepalanya melepaskan diri dari sergapan lumatan sianak, untuk bernafas. Pinggulnya terkejang-kejang, dirinya terasa kembali terbang keawang-awang, ‘Ohh anak ini, kok baik sekali’, batinnya berujar merasakan tangan sianak memberinya sensasi kenikmatan tiada taranya dengan meremasi payudaranya dan mencakari punggunya. Selang beberapa saat Hindun terengah-engah sambil menggelepar-gelepar menikmati puncak birahi, Anton dengan tersenyum puas menatap wajah kuyu menempel dipipinya, matanya terpejam-pejam, sesekali terbuka menampakkan bola putihnya saja, mulutnya terbuka lebar menahan sesak. Dengan cermat diamatinya betapa wajah itu berkerenyit menahan derita nikmat, setiap tangannya meremas keras susunya, atau setiap otot kegelnya bergerak kuat, atau setiap kali pinggulnya kelojotan.

Anton berpikir, investasi ini dipertahankan atau…. Kalau dia tidak ejakulasi kemungkinan mengulangi adegan ini sangat besar. Kalau ejakulasi agak sulit mencari alasan, alasan pengobatan sudah pasti OK coy. Tapi dirinya mulai tak tahan, sudah dua seri menahan ejakulasi. Uh spekulasi aja…

Hindun merasakan badai birahi yang melandanya mulai reda, desah nafasnya mulai teratur, Anton tidak lagi membantai dirinya, tangannya lembut memijati punggungnya, bak pelatih tinju mengipasi jagoannya untuk segera bertanding lagi. Tangan kanannya membelai mesra seluruh bokong dan belahan pantatnya. ‘Ohh ibu….indah sekali….’ keluh Hindun dalam hati, meresapi. Akal sehatnya mulai kembali, ‘ohhh…anunya masih mengganjal keras…, bagaimana ini? pengobatan kurang berhasil….aduhhh….aku sudah lemas sekali…gimana ini?’

‘Anton gimana, belum ya? Wah berapa lama lagi kita berangkat? Hindun bertanya gundah. ‘Iya kak…mungkin karena waktunya terburu-buru, masih ada waktu kak 40 menit lagi’ ‘Sudahlah kak, nggak apa-apa barangkali nanti sembuh sendiri’ ‘Iya tapi Anton tetap sakit, atau gini kakak kasih nomor telp, barangkali bisa ketemu di Jakarta atau di…, nanti kakak upayakan nyembuhin lagi, jangan takut, kakak janji” Menawarkan janjinya mendengar sianak pasrah, Entah memang kasihan ingin ngobatin atau tidak ingin kehilangan anak kesayangan. ‘Makasih kak, makasih, mmmmmphh’ Anton mengecup bibir semesra mungkin, seolah mempraktekan apa yang sudah diajarkan siibu. Perasaan Hindun terbuai oleh ungkapan terima kasih sianak. Dirasakannya sianak mendekapnya demikian erat. Sesaat hening berlalu

‘Kak, saya mau nanya boleh? ‘Ya sayang…’ Hindun menatap, tangannya membelai rambut wajah baby face. ‘Ngg tadi kakak berusaha masukin ke anu…ngg…susah ya…’ ‘Ya sayang… besar juga itumu, agak sesak, kakak takut kamu semakin ngilu’ Hindun berbohong, Tongkat itu masih nancap sebagian besar. Memang dirinyalah yang nggak tahan keenakan. ‘Oooo…. kak, saya punya ide, antara kakak pegang dan masuk’ ‘Mmmmm..gimana…’ tertarik juga Hindun ‘Kakak cape..’ “Nggak…nggakk…, coba kakak lihat’ rasa ingin tahunya timbul, ingin tahu apa yang ada dipikiran kesayangannya ini. Anton membalikkan tubuh yang tengkurap, keduanya berguling hati-hati, mencegah sitongkat terlepas. Hebat si Anton, behasil membalikkan posisi tanpa melepas senjatanya. Siibu yang lumayan polos tidak menyadari, teknik ini tidak mungkin dilakukan oleh pria dengan jam terbang rendah. Anton dengan kakinya merenggangkan kedua kaki Hindun, membuat sepasang kakinya berada dalam kangkangan siibu. Tongkatnya masih menancap keras, walaupun tidak sepenuhnya. Anton sedari tadi berpikir keras, bagaimana mencapai ejakulasinya tanpa menyakiti, kalau kesakitan pasti hilang nih investasi. ‘Kak tadi tangan kakak meremas, enak sekali lho…’ Remas lagi dongg’ Anton bertumpu dikedua tangannya, hanya bagian bawah perut keduanya yang menyatu. Menatap dengan selugu mungkin. ‘Iya sayang, …’ Hindun tersenyum menatap wajah kesayangannya, dengan mudah tangan kanan Hindun, menyelip masuk dan menggenggam,’Ihh dari kemarin ini yang selalu nyusahin’ ujarnya dalam hati. ‘Kakak baik deh…’ Anton berkata semanja mungkin ‘Kamu yang nakal…Ton’ sedikit genit Hindun menjawab, sekaligus meremas keras. ‘Kakkk….’ Seolah-olah tak sengaja Anton menekan kuat bawah perutnya ‘Ohh…’ Hindun kembali tersedak, rahimnya disesaki batang keras, nikmat. Remasannya lepas ‘Kakak yang nakal….’ Anton menarik pelan tongkatnya seolah-olah akan dilepaskan. Tak rela si anu pergi, Hindun segera menangkap sitongkat untuk tidak beranjak, dengan kembali meremas dengan kuat. ‘Kakkk…’ Kembali Anton bergaya, dengan menekan kuat, tak sengaja ‘Eghhh….’ tangan Hindun yang meremas, mengganjal si tongkat untuk amblas lebih jauh, tapi itu sudah lebih dari cukup, membenam diliang kewanitaannya dan melecut birahi siibu. Merasakan tekanan amblas berhenti, Hindun menghela nafas, melepas remasannya, Kembali anton menarik tongkatnya untuk pergi, perlahan sekali. ‘Ohhh ….’Hindun seolah-olah menemukan permainan baru, menjelang sianu hampir lepas, tangannya meremas kuat menghalangi pergi, menghimbau masuk kembali. “Hhhh….’ Anton kembali berusaha menekan kuat, dinding kewanitaan Hindun dengan batangnya, tapi segera terganjal tangan mungil yang menggengam batang kerasnya. Saat tekanannya berhenti remasan berhenti. Demikianlah keduanya menemui permainan baru, Hindun merasa bangga memberikan komando dengan remasan, yang artinya hujaman di kemaluannya, melepas remasan artinya menarik mundur. Anton, berpikir, kayaknya bisa nih, hebat juga remasannya. “Kak…’ ‘Anton…yaa…coba gitu terus…yaaa..terus..ohhh..eghh ‘ Hindun mulai terengah memberikan komando, dengan suara dan sinyal remasan. Birahinya sudah kembali membara bahkan seolah hendak meminta penuntasan. Berkali-kali dengan penuh disiplin siremaja mematuhi siibu, menekan kuat dan menerik perlahan. Hal ini membuat siibu kembali menggelepar, kali ini dibawah tindasan siremaja. Anton merasakan kejantanannya mulai berdenyut, mmm ini dia, bisa dilepaskan ‘Anton…’ Tidak tahan Hindun meremas kuat, tidak melepaskan remasannya ‘Kak….’ Anton bertanya menahan tekanannya, yang terganjal tangan lembut yang menggenggam keras batang kejantanannya, mengganjal untuk masuk lebih jauh. ‘Hhhh …sebentar sayang’ Tak tahan tangannya pegal, tangan kirinya dengan cepat menggantikan, mulai segera meremas, dengan tenaga baru. ‘Egghhh…’ Anton segera kembali menghuja perlahan tapi kuat. Rupanya tangan kiri Hindun tidak selincah tangan kanannya, tangan itu tak berhenti menggenggam batangnya dengan keras. Sinyal bagi siremaja untuk tahan menekan. “Kak…’ Anton bertanya ‘Shh…shhh…terus, agak cepat…ayo…terus, tarik …ohhh..tekan…’ Permainan sedikit berubah, Hindun memohon hujaman dipercepat, akibat berahi yang makin memuncak, tangan kananya berganti posisi bagai polisi lalulintas mengarahkan kecepatan gerak naik turun pinggul siremaja. Anton meningkatkan kediplinannya menarik dan menghujam sesuai arahan tangan yang berwenang. Oh nikmat banget, sebagian batangnya menghantami liang kewanitaan siibu alim, sebagian lagi batangnya diperas habis-habisan. Anton mulai merasakan titik akhir pendakiannya mendekat. “ohhh..terus…ohh terus…’ Hindun kembali melenguh keras, tak tahan menerima hantaman yang semakin bertenaga, dipangkal pahanya, tangan kirinya sedapat-dapatnya bertahan memeras, menjaganya dari kesesakan yang tak tertahankan, Tangan kanannya yang tadi menuntun pinggul siremaja menghantam sudah tidak lagi diperlukan, Anton sudah mulai berlari, menghujam semakin cepat, mengejar birahi yang sudah sampai keubun-ubun.

Hindun kembali meledak, Ditariknya tubuh dalam dekapannya, dijambaknya rambut siremaja, digigitnya telinga dengan gemas. Nah ini dia, Anton sedari tadi menunggu gerakan baru Hindun untuk mendukung ide nakalnya. ‘Kakak …. ohhhh’ Anton berpura-pura menggeliat, kupingnya digigit. Memberikan sinyal bahwa daerah itu titik rawannya. ‘Oooo…ini toh kelemahannya…’ Sisa-sisa kesadaran Hindun saat sampai pada puncaknya, Kembali dihisapnya telinga tersebut. Anton mengambrukkan dirinya ke tubuh siibu, berpura-pura, ‘hhh…..’ Tentu saja tidak lupa tetap menghantam dengan kecepatan tinggi. Dalam puncak kenikmatannya dengan gemas Hindun mengemut separuh telinga itu, ‘Kakggghhh….’ Sudah cukup alasan bagi Anton, dilepaskannya ledakan ejakulasinya, dengan hantaman sekuat tenaga, terus dan terus dan terus. ‘Ugh..ughh…ughh…’tubuh mungil siibu terhentak-hentak menerima badai hujaman sekuat tenaga dari sianak remaja. Sekuat tenaga tangan kirinya meremas pangkal batang kejantanan itu, bertahan mati-matian agar batang itu tidak amblas lebih dalam. Sudah demikian sesak ganjalan yang dirasakannya, rasanya tak mungkin lagi dirinya bisa menahan siksa kenikmatan bila tongkat itu berhasil masuk lebih dalam. Saat ledakan siremaja lumayan lama, mungkin lebih dari tiga puluh kali hujaman sekuat tenaga, yang berusaha masuk lebih dalam, tetapi digenggam demikian keras oleh tangan mungil yang mati-matian bertahan, menjadikan sensasi tersendiri bagi Anton. Hindun merasakan badaipun mereda. ‘Ohhh…kak..tadi Anton diapain….rasanya seperti disetrum…’ Ujar Anton selugu mungkin, menyatakan bahwa hisapan ditelinganya itulah yang membuatnya ejakulasi. ‘Hhh…hhh…rasanya kakak tahu masalahmu sayang’ Ujar Hindun sambil mengatur engahan nafasnya, sok tahu menganalisa. ‘Ooo…apa…itu kak….’ ‘Sudahlah lain waktu kakak jelasin, sekarang kakak mau kembali, waktunya mulai mepet’ ‘Bener kak?, sungguh? Anton dengan mengejap-ngejapkan matanya menagih janji dan jaminan’ ‘Iya sayang…kakak nggak ingin kamu terus menderita’, dengan mesra dikecupnya pipi anak itu, penuh kasih’ Hindun berjanji pada dirinya sendiri, anak ini masih perlu terapi sekali lagi, mmm mungkin cukup sekali lagi, mmm ahh dua kali mungkin cukup, mmm…., tidak satu kali saja cukup. Diagnosa dan bujukan nikmat campur baur. Tapi yang penting dia tidak boleh membuat orang lain menderita karena melindungi keluarganya dari aib.

supir ……

Usai menurunkan penumpang terakhir diterminal, Ridwan mengarahkan bisnya ke pool. Anton duduk dikursi disampingnya, tentu saja sudah mengantongi no HP, telp rumah, alamat dan jadwal selama mudik Ibu Hindun. `Ehh kau, bagaimana caramu bisa nyuruh ibu itu mau begituan sama aku? “Tenang saja bang, yang penting, inga-inga’ Wah sial, kadung janji ama nih ******, nggak mungkin lah yauww, gue bagi si Wita ama dia, tapi sudah sumpah. Gimana nih?. Ridwan kebingunan dalam hati, karena ada niatnya menjadikan Wita simpanannya yang masih berusia 20 tahun sebagai istri mudanya. Sudah lama dia kawin masih juga belum punya anak, dia berharap kalo si Wita bunting akan segera dikawini, kalo tidak simpen ajah terus. Wita Ridwan yang perawanin, dengan janji gombal kerja diloket perusahaan, tampak sangat setia kepadanya, cocok jadi pendamping, masa gua bagi? Sebodo amat, lihat nanti, nggak bakalan gua kasih.

Hubungan, Ridwan dengan Wita anak penjaga warung disamping pool, sudah jadi rahasia umum dikalangan supir, semua supir iri padanya, tapi demi kode etik, mereka saling menjaga rahasia. Wita yang bisa memperkirakan jadwal kedatangan Ridwan yang enam hari sekali, segera menyelinap ke kamar untuk para supir. Pool menyediakan lusinan kamar terutama untuk supir yang domisilinya bukan dari kota tersebut. `Ehh Ton, kau beresi dulu semuanya…aku mau setor’ Anton paham maksud supir ini. `Gimana janjinya bang?’ `Bereslah, tenang saja tapi jangan sekarang, nantilah kuatur dulu, OK? Eh jagain kakakmu yach, kalau datang cepat kasih kode’ `Ok bang, ingat janji lho’ Anton sebenarnya kurang minat sama Wita yang menurutnya masih terlalu remaja, Anton sangat suka sama ibu muda, mungkin ada masalah oedipus complex. Tapi lumayanlah kalau nggak ada, memang kebetulan investasinya memungkinkan demikian, sudah dapet Hindun, kemungkinan dapet Wita.

Anton, yang sedang membereskan segala urusan, mulai dari cek barang ketinggalan, kerusakan, administrasi dll, melihat Kak Ida naik beca diujung jalan, menuju pool. Idamawati, atau yang dipanggilnya kak Ida adalah istri Bang Ridwan yang sudah tujuh tahun kawin tapi belum punya anak. Berusia 31 tahun, suku jawa kelahiran sumatera, kakeknya kuli kontrak jaman belanda. Cantik keibuan, agak tinggi sekitar 168cm, dengan postur tubuh menawan, kalau dulu istilahnya Molegh. Dulu sih ramping tapi setelah berumah tangga menjadi semakin berisi, menjadikan semakin montok dan menawan. Memang kelebihan para supir adalah bisa memilih istri dari banyak cewe cantik disepanjang jalan.

Kak Ida cukup baik kepadanya terutama karena Anton sangat rajin, tanpa disuruh menyelesaikan pekerjaan rumah yang seharusnya menjadi tugas Ridwan. Anton segera menghambur kekamar supir, meneriakkan kode `Bang Ridwan ada polisi minta setoran’ Buru-buru Ridwan berbenah, baru saja dia bertempur menggeleparkan Wita satu Ronde. Segera mengenakan baju, dan lari kedalam bis. Anton melenggang kedepan menjumpai Ida `Anton, aman dijalan, mana abangmu? Ida sudah mendengar isu santer ulah suaminya, buru-buru ke pool setelah diinformasikan suaminya sudah kembali. Hatinya panas, digosok cemburu tapi tak mampu membuktikan karena hebatnya kaum supir dan kenek menjaga kode etik. `Sukurlah kak, aman, abang tadi ada dibis sedang ngecek lampu’

Singkat cerita, Ida dan Ridwan kembali bertengkar setibanya dirumah, kali ini lebih keras, karena Ida menjumpai bekas-bekas pertempuran di beberapa bagian tubuh suaminya. Seperti biasa, ancaman Ida minta cerai. Kali ini Ridwan agak terpojok akhirnya mengemukakan alasan, kerinduannya akan anak. Ida mengancam dia bisa juga nyeleweng, yang balas diancam akan lelaki itu dibunuh. Setelah mengeluarkan senjata pamungkas kaum perempuan sesegukan mengancam bunuh diri. Ridwan menawarkan solusi: `Dik, kita butuh keturunan, ada kemungkinan bibit abang nggak bagus, demikian juga sebaliknya. Mangkanya abang nyoba kelain perempuan, hati abang tetap sama adik’ Ida semakin meledak, `Enak aja, kalo nanti perempuan itu hamil, saya dibuang? `Bukan, gimana kalau abang carikan bibit buat adik, kalo jadi, abang janji tidak akan nyari perempuan lain’ Terdesak karena ketahuan terpaksa Ridwan mengalah, menurunkan harga dirinya. “Nggak perlu abang yang nyari, aku bisa sendiri’ Ida menyatakan dendamnya. “Nggak boleh gitu dik, ini masalah kehormatan, lelaki itu umumnya anggar jago (penulis: suka pamer), kalo dia bicara meniduri kau, dimana kuletakkan mukaku, pasti kuhabisi dia’ Pertengkaran reses, seperti rapt DPR

Lama, Ridwan merenung panjang memikirkan pertengkaran dengan istrinya. Mendadak dilihatnya Anton masuk, mungkin ada keperluan dari kantor ‘Kenapa Ton’ mengedipkan mata, karena Ida mungkin menguping, maklum rumahnya tidak besar. ‘LLAJR minta setoran bang, dia marah-marah, barangkali setoran tadi nggak beres’ kode rahasia mereka, yang artinya dicari cewe, dalam hal ini Wita. ‘Bilang aja besok, kas sudah tutup’ “Yaa sudah, saya juga bisa ngurus bang, saya talangin duluan, inga..inga’ Sesuai janji, si Wita akan di ‘urus’ Anton ‘Saya kembali ke pool ya bang’ “Sompret ****** ini’, Dalam benaknya nggak rela calon istrinya diembat orang ‘Wah tapi sudah sumpah’. lagipula sebenarnya besok sudah ada rencana kekampungnya Wita untuk berkenalan dengan keluarga Wita’. ‘Tunggu sebentar’ Dirinya menghendaki kembali kepool untuk menyelesaikan unfinished bussines dengna Wita, tapi pertengkaran tadi lumayan hebat. Ridwan mendadak menemukan solusi’ Bagaimana kalau ****** ini yang jadi pejantan? Toh anaknya baik, rajin, dikenalnya baik, pandai menyimpan rahasia, dll’ Ridwan ragu-ragu “Bang, tunggu apa lagi?’ Anton berniat bali ke pool. “Ton tunggu sebentar, ada yang penting, aku bicara dulu dengan kakakmu’

Ridwan masuk kamar, mendapati istrinya sedang berbaring menangis sesegukan. ‘Ida… sebenarnya abang sudah lama berpikir, barangkali memang abang yang kurang sehat sehingga kita tidak punya keturunan. Abang sungguh-sungguh dengan usul tadi, bahkan sebenarnya sudah punya lama punya calon, tapi takut adik tersinggung, abang malu sekali dik, bahkan sudah lama abang menjajagi orang ini, kayaknya dia bersedia’ Ida sebagai istri yang baik, memahami derita batin suaminya, hatinya tergerak ‘Ida nurut sama abang, yang penting, Ida jangan disia-siakan’ “Bagaimana kalau…Anton’ Ida kaget setengah mati ‘Tapi bang dia kan masih kecil’, bagi Ida, Anton bagai adik kandung suaminya sendiri. ‘Huss, dia sudah gede, tapi terserah adik, pikirkan matang-matang. Kebetulan dia ada disini, abang tinggal dulu, biar adik bisa menilai dan menjajagi’ Ridwan mengarang sekenanya ingin buru-buru kecewe simpenannya, apalagi besok ada rencana kekampungnya ngelamar, sekaligus nebus hutang sumpahnya dibis, sukur-sukur Ida bisa bunting ’sekali kayuh empat pulau terlampaui’. Ridwan beranjak pergi meninggalkan Ida yang masih bengong.’Kutunggu perkembangannya dari Anton, suruh dia nyari saya nanti’

‘Eh kau, dengan kakakmu saja yachh, jangan macam-macam kau, dia sudah kubilangi, aku balik ke pool’ Anton ternganga dibuatnya ‘Bang Ridwan gila ya?’ ‘Sudah diam, yang penting janji ditepati, kita kan cs, saya akan kekampung Wita, ngelamar, kau atur saja disini, paling cepat 2 hari lagi cari aku dipool. Oh iya -kau ini sudah lama kumohon bahkan kupaksa bantu kami punya anak, mulanya kau nggak mau, setelah kuancam pecat karena ngerusakin bis, baru sekarang kau mau, ngerti? Giliran Anton Bengong, shock

Tahu suaminya pergi dan ada masih Anton, Ida keluar kamar menyembunyikan bekas tangisannya. ‘Anton mandi dulu, sebentar kupanaskan masakan’

Menemani Anton makan, seusai mandi, Ida memandangi Anton yang sedang makan tapi salah tingkah, menunduk terus, Ida memikirkan proposal suaminya, yah apa boleh buat, yang penting dirinya tidak disia- siakan, sukur-sukur bisa dapat anak, bahkan dia bertekat, mempelajari rahasia kesukaan lelaki untuk merebut kembali suaminya dari perempuan lain. “Ton kamu sudah diberitahu abangmu’ ‘Sudah lama kak tapi Saya menolak, tapi kemarin gara-gara bikin rusak bis, saya dipaksa abang untuk mau, kalo tidak dia nyari kenek lain’ Anton mengarang cerita sesuai petunjuk’ ‘Jahat sekali abangmu itu’ Sahut Ida dengan gemas, tetapi mulai menyukai proposal ini, karena tahu Anton sebenarnya tidak mau, bahkan sampai mau dipecat, merasa sependeritaan. Memandang wajah kekanak-kanakan yang tertunduk malu’ batin Ida berkata ‘Mudah-mudahan dia agak dewasa sehingga bisa mengerti urusan orang dewasa’

Usai makan, ‘Anton, siabang suka maen cewe ya?, sudah nggak usah pura-pura, kakak cuma mau tahu, siabang kesukaannya gimana, barangkali kakak bisa belajar, sehingga dia bisa betah dirumah’ ‘Mana saya ngerti kak, kerja saya kan jagain bis, sedetik pun nggak boleh ninggalin’ “Ayolah Ton, pasti antar supir sering cerita, gimana main perempuan. Atau gini aja deh apa yang Anton tahu tentang hobi supir itu’ ‘Iya sih saya sering denger mereka cerita aneh-aneh, yang istilahnya pun aneh! “Apa ton,’ “Banyak, misalnya Mandi kucing, belah bambu, enamsembilan, blowjob, teratai, duduk amazon, cunning, felatio, doggy, snake, kelinci’ ‘Wah apaaan tuh’ Ida hanya tahu bersetubuh dengan cara biasa (Penulis: misssionaris) , Ridwan nggak pernah macam-macam pada dirinya. “Mana saya tau kak, dijelasin berkali-kali juga nggak ngerti’ “Coba yang kamu inget apa’ ‘Teratai, karena pernah saya lihat dipraktekkan, Cunning nyiumin anu cewe’

‘Ton coba praktekkan yang kamu tahu’ ‘Wah..nggak ngerti kak,’ Anton kembali mengeluarkan keahlian aktingnya ‘Alaa, kakak mungkin tahu tapi istilahnya yang asing’ Ida mengambil inisiatif, merasa orang dewasa. Anak ini mungkin bisa membantu mempelajari rahasia lelaki, ya paling tidak jadi boneka sungguhan. Ida beranjak ke sofa “Ayo Ton, mari sini’ Ida mendesak melihat Anton tidak juga bergerak, ‘Err…gimana yaa’ Anton beranjak menghampiri ‘Kakak yang ngatur yaa? Anton bersimpuh serong dihadapan Ida, yang duduk disofa. Anton pura-pura malu membelai betis, dirasakannya kulit halus dan lembut. Belaiannya naik keatas, menyentuh lutut, dirasakannya bulu-bulu merinding. Ida menarik dasternya sedikit keatas, menampakkan sebagian pahanya, mengundang Anton membelai lebih jauh. Belaiannya naik sedikit keatas, berputar-putar, kadang sedikit memijit.Kemana tangan Anton meraba dirasakan bulu-bulu halus tegak merinding. Anton yang pura-pura menunduk mencoba melirik keatas, dilihatnya wajah ayu yang tegang, sambil sedikit menggigit bibirnya. Anton bertahan meraba di wilayah paha yang terbuka, sedangkan yang masih tertutup daster tidak disentuhnya. Ida yang kini disentuh bukan suaminya sudah berdebar-debar, walaupun otaknya menyatakan ah anak kecil ini, tetapi sensasi yang ditimbulkan lebih dahsyat daripada dibelai suaminya sendiri. Ida menahan diri untuk tidak bergerak. Agak lama dirasakanya tangan itu hanya berkutat di paha sedikit diatas lututnya, tampaknya anak kecil ini benar-benar takut pada dirinya. Untuk mendorong semangatnya Ida kembali menarik kembali keatas dasternya, menampakkan sedikit celana dalamnya, mengundang tangan itu maju lebih berani. Anton mematuhi instruksi tak langsung itu, dengan berdisiplin tangannya hanya membelai sebatas yang diijinkan. Walaupun dibatasi, belaian dipangkal pahanya sudah menimbulkan rangsangan dahsyat, yang ditahannya setengah mati. Apalagi saat tangan itu menyentuh sangat dekat kepangkal pahanya, memaksa Ida menahan nafasnya. ‘Aduh anak ini benar-benar penakut’ kok setiap kali harus didorong. Dibelainya rambut Anton, seolah ibu mencurahkan kasihsayang kepada anaknya,dikecupnya ubun-ubun anak kecil itu, didekapnya dipipinya, membuat sedikit menarik kepala Anton semakin mendekat. Membawa bibir anton menyentuh paha telanjang. Anton tidak menyia-nyiakan kondisi itu, dikecupnya paha telanjang itu, dikecupnya disepanjang daerah yang diijinkan, sesekali dijilat, sesekali digigit lembut. Tangannya tidak alpa melaksanakan tugasnya melakukan survei diseluruh kulit mulus yang terpampang. Ida menahan diri sekuat tenaga atas rangsangan yang muncul, didekapnya kepala Anton kuat-kuat sebagai pelampiasan nikmat yang timbul.

Sudah menjadi tabiat Ida, keyakinannya sebagai wanita baik-baik menyatakan amat tidak pantas istri berlaku seperti perempuan jalang yang binal. Bagi Ida, istri yang baik adalah patuh pada suami dan sopan dalam segala hal, termasuk dalam urusan ranjang. Setiap disetubuhi Ridwan Ida selalu mempertahankan sikap wanita alim, menahan diri tidak terlalu menunjukkan gairahnya. Demikian juga kali ini, menerima rangsangan hebat dari Anton, sekuat tenaga tidak menunjukkan gejolak birahinya, terlatih sekian lama, dirangsang belaian dan kecupan, Ida masih mampu menahan diri untuk tidak menggelinjang. Tetapi bulu-bulu yang merinding, nafas yang tertahan-tahan, pejaman matanya, menunjukkan kondisi sebenarnya. Anton berpikir dalam hati ‘Wah kak Ida ini kelakuannya kaya frigid, tapi sebenarnya nggak tuh buktinya merinding dan nafasnya terganggu, perlu diberi pencerahan nih’ ‘Kak Ida nggak enak diraba-raba yah?’ “Tidak Ton, enak, kenapa? ‘Oooo…, kalo dengar supir-supir ngomong, termasuk juga abang, mereka sangat menyukai perempuan yang bergairah, tapi nggak pura- pura. Idola mereka adalah perempuan yang sangat bergairah kalau dirangsang, julukan bagi perempuan yang susah bergairah adalah ‘gedebong pisang’ kalo yang disukai ‘kuda binal’ disenggol dikit ngelonjak kaya kuda’ ‘Jadi Bang Ridwan suka yang bergairah?’ tersadar Ida atas gayanya selama ini yang makah sekuat tenaga tidak menunjukkan gairah’. ‘Iya kak, kalo mau disenengin bang Ridwan, kakak jangan menahan diri, natural aja’ Anton pura-pura sok tahu. ‘Masa sih?’ “Iya, mereka sangat bangga bisa menaklukan wanita, istilahnya dua- satu, tiga-satu, kalau seri sih nggak seru. Semakin sering cewe takluk mereka semakin senang’ ‘Ooo, jadi cewe yang disukai abangmu yang sangat bergiarah’ ‘Iya, semakin cewe puas, puas berkali-kali semakin abang suka, tapi apa itu puas saya nggak ngerti’ Anton mempertahankan kebegoannya. ‘Ton, kakak rupanya salah selama ini, apa itu yangg…, ah yang penting sekarang kakak ngerti, kamu bantuin kakak belajar ya?, apalagi Ton’ ‘Apa lagi yah..eee… ya..itu, pokoknya kakak harus berusaha puas terus-terusan’ ‘Iya Ton’ Diraihnya tangan siremaja, dibimbingnya membelai pahanya ‘Mmmmm…’ Ida berusaha lepas. Bila sedari tadi, Ida duduk diujung sofa, karena tegang, sekarang mulai rileks, agak bersandar disofa, tangannya membelai rambut. Anton menyadari kuliah malamnya berhasil, kembali meraba dan mengecup. Tapi sekarang agak beda hasilnya, setiap kecupan atau jilatan mulai membuahkan desahan atau gerakan kaki. Desahan atau gerakan yang menghimbau dirinya bergerak lebih berani. Ida sudah menarik dasternya jauh keatas, memampangkan wilayah segitiga pangkal pahanya yang sangat menggairahkan mata Anton.

Anton semakin maju, terkadang jemarinya menekan pangkal paha Ida, menggosok disepanjang garis celana dalam, sesekali mencubitnya, yang membuat wanita itu menggelinjang. Berkali-kali dibusapnya rambut- rambut yang mencuat halus dari balik CD. Kenikmatan mulai tiba menghampiri. ‘Hhh…Ton coba dong yang tadi kamu sebutkan tadi’ Ida memerintahkan siremaja menghapus rasa takutnya, tidak sabar menanti siremaja bergerak agresif. ‘Saya nggak yakin kak, dan eee…eee….bajunya…’Tetap mempertahankan bego, Anton sedikit mengingatkan. Ida sudah membulatkan tekad melaksanakan proposal suaminya sekaligus belajar untuk lebih disukai suaminya, berdiri mengunci pintu, mematikan lampu. Berdiri disisi Anton, Ida menanggalkan dasternya, sedikit ragu ditanggalkannya bra dan cdnya. Mengurangi malu Ida mendekap tubuh siremaja yang masih bersimpuh menatap setiap gerakan dirinya, dibenamkan wajah Anton keperutnya. Sianak membalas dekapan dengan sama hangatnya, bahkan tangannya seolah tidak sengaja mencengkeram bokong, belahan pantat. Anton sudah bertekad dari tadi untuk mempertahankan persepsi Ida akan keluguan dirinya. Dikecupnya perut telanjang sang kakak, dibelainya pangkal paha bagian belakang, dan menyentuh menikmati hangatnya daging montok disana. Dengan sabar kedua tangannya membelai sekujur paha telanjang sang kakak, memaksanya mendesah, dan mendekap semakin erat. Ida ingat pelajaran tadi,dia tidak menahan diri, ‘Ton…enak Ton…mmm…’ Agak lega dirinya mengakui rasa nikmat, dirinya semakin rileks. Dijatuhkan dirinya kesofa, setengah bersandar, menyeret wajah anton terbenam di gundukan bukit yang dihiasi lebatnya bulu pepohonan, mengharapkan daerah pangkal pahanya untuk kembali dikecup. Anton tidak menyia-nyiakan undangan ini. Dia mulai sedikit-sedkit mengeluarkan keahliannya, sambil tetap bersimpuh, direnggangkannya kedua paha, mengangkang. Tubuhnya masuk kedalam kangkangan paha si kakak, memudahkan dirinya untuk mulai melakukan pembantaian. Lidahnya mulai menjelajahi sekujur paha kiri bagian dalam, mulai dari lutut naik keatas, menyentuh pangkal ppaha berbalik turun, berulang- ulang. Tangan kanannya memegang lutut agar tetap mengangkang lebar. Tangan kirinya mulai buas, meremas paha kanan, sesekali menggaruknya. ‘Ohhh…’ Ida tersentak setiap lidah itu menghampiri pangkal pahanya. Berkali-kali tersentak dan melenguh. Anton berdisiplin hanya menjarah area diluar liang kewanitaan. Deraan nikmat semakin membakar dirinya, dengan menguatkan diri, Ida mencengkeram rambut Anton dengan kedua tangannya, dan membenamkan wajah itu agar menyentuh daerah kewanitaannya. Kepala itu ditahannya untuk tidak lagi pergi kemana-mana, seolah berkata, cukup sudah kau merantau. Anton menyambutnya dengan serangan berat, lidahnya mulai membajak bibir kemaluan sang kakak, menjilat dan menghisap’ ‘Ahhhh….Anton….’ Ingat harus tetap bego ‘Kak kenapa sakit?’ Anton mendadak menghentikan serangannya’ ‘Ohhh…tidak Ton… enak… terus Ton..’ Anton kembali menyerang dengan lidah kasarnya membajak sisi dalam bibir kewanitaan, membuat pinggul itu meronta menerima nikmat. Ida mulai membiarkan tubuhnya menggelinjang setiap didera kenikmatan.’Ohhh,,,sayang…ohhh …’Sedikit-demi sedikit Ida menyadari semakin ia merespon, reaksi deraan nikmatnya semakin berlipat. Nafas Ida sudah terengah-engah tidak keruan, pinggulnya sudah bergejolak tak terkendali, dengan cepat birahinya menjelang puncak pendakian. Anton dengan sigap mengimbanginya dengan mulai menjulurkan lidahnya dalam-dalam ke liang kewanitaan. ‘Shhh…shhh…shhh…’Ida mengeluh tak kuat menahan, siksa birahi, setiap lidah kasar itu menyeruak rongga kewanitaannya, kekasaran lidah menimbulkan efek ganda tak terhanankan. Anton terpaksa mulai menahan kelojotan pinggul Ida yang semakin kuat tak terkendali. Anton hapal tanda ini, sang kakak menjelang tiba di puncak. Segera diangkatnya kedua paha sang kakak, ke atas bahunya, membuat pinggul itu terangkat keatas dengan tubuh selonjor di sofa. Punggungnya tertekuk disandaran sofa, hanya atas pinggulnya yang masih menumpu di dudukan sofa. Berat badannya menumpang di bahu siremajai. Ida mencari- cari pegangan diatas sandanra sofa. Anton menarik nafas dalam-dalam menyiapkan diri untuk melakukan pembantaian. Lidahnya mencari klit, dihajarnya seperti orang menjilat es krim, dengan jilatan panjang dan bertenaga, berulang-ulang ‘Aghhh….’ Ida menggelepar. Pinggulnya sulit menggelepar, dia hanya mampu mengejang kuat, pahanya hanya mampu dijepitkan kuat kuat dileher siremaja. ‘Nggggggg…..hhhhh’ Ida meledak, saat Anton semakin cepat menjilati klitnya. Seluruh tubuhnya mengejang keras, dihajar puncak kenikmatan. Tangannya mencengkeram keras ujung sofa menahan ledakan yang merasuki seluruh tubuh, pahanya menjepit dahsyat leher siremaja. Dengan lihai, Anton semakin buas melakukan pembantaian, lidahnya dcucukan sedalam- dalamnya keliang kewanitaan, perlahan tetapi kuat menekan dinding- dinding kewanitaan. Lidahnya merasakan betapa panasnya liang itu, walaupun dibanjiri cairan kewanitaan yang sedari tadi sudah luber kemana-mana. Ida sudah diawang-awang, tidak disadarinya tubuhnya kelojotan kesisi kiri, bak penggulat yang hendak membanting musuhnya dengan jepitan dileher, mengejang kuat. Anton kembali merasakan puas menyaksikan seorang wanita takluk diujung lidahnya. Dengan perlahan namun penuh tenaga lidah itu terus mengayuhkan birahi si wanita agar tetap dipuncak nikmat. Entah berapa lama berselang, tubuh Ida melemas dan lunglai tak berdaya, tersengal-sengal. ‘Ohhh anton, enak sekali sayang..hhh sudah…sudah…’ Ida ingat untuk tidak menahan diri, dinyatakan kepuasannya secara terbuka. ‘Iya kak…’ Anton beringsut menurunkan kedua paha telanjang itu dari bahunya, membuat siwanita terlonjor lemas dilantai, bersandar di kaki sofa. Anton duduk disisinya. ‘Anton…mmmphhhhh’ Ida mengecup bibir sianak dengan penuh kasih- sayang, berterima kasih dituntun sekian lama merasakan deraan nikmat sekaligus mengajarinya menjadi istri yang disukai suami.

Setelah sekian lama dalam keheningan’ Ida berhasil meredakan nafasnya ‘Ton, tadi kakak sudah puas sekali, terus apalagi yaa yang disukai kaum lelaki? ‘Ooooo tadi itu kakak puas, saya kira kesakitan, sudah ketakutan dari tadi’ Konsisten bego. ‘Tidak Ton, tadi enak…sekali tidak nyangka kamu bisa begitu’ ‘Itu yang salah satu saya tahu cunning, nyiumin anu cewe, habis kalo dengerin ceritanya paling gampang, cuma cium dan jilat’ ‘Wah berarti kamu hebat dong, hanya dengar teori langsung bisa praktek, terus gimana lagi?’ ‘Ngg kayaknya sih, kakak nggak boleh berhenti puasnya, harus berusaha mencapai puas lagi, gituh’ ‘Gimana?’ ‘Kakak meraba-raba dengan hot, tetapi dengan niat supaya silelaki kembali galak’ Bingung Ida mendengarnya ‘Maksudnya gimana?’ ‘Yaa begitu…mana saya ngerti!’ ‘Tadi satu lagi apa, teratai? coba lagi, pasti kamu bisa, tadi saja bisa, ayo kita sama belajar, ayo Ton, terus gimana’ “oh iya…lupa, kakak harus agresip, jangan pasip’ ‘Maksudnya?’ ‘Nggak tau..’ ‘Ooo mungkin…’ Ida menyadari Anton masih mengenakan bajunya. Jemarinya mulai meraba dan melepaskan satu persatu kancin baju ‘Ton lepas ton’ Ida naik, duduk disofa, jarinya mengarah resleting celana, dibukanya ditariknya remaja itu agar berdiri, dipelorotinnya celana, dengan cepat jemarinya menurunkan cd Anton. Mendadak Ida merasa lega sudah sama-sama telanjang. Segera tampak dalam keremanangan alat vital siremaja yang masih layu. ‘Kalau teratai, yang saya lihat, ngggg, sini kakak duduk saya pangku’. Anton duduk menyandarkan diri disandaran sofa, dituntun kakaknya duduk menyamping dipangkuannya. Segera dirasakannya Kehangatan pantat Ida menekan pangkal kemaluannya. Pundak kanan Ida menempel di dada siremaja, kedua tangannya merangkul dibelakang kepala. Kaki Ida rapat selonjor sejajar sofa. Tampaklah seorang Ibu muda yang ayu dan seksi duduk menyamping dipangkuan remaja, keremangan malam dengan sinar seadanya membuat kulit ibu yang putih lembut bak berpendar lembut, indah menawan. Posisi ini, membawa tangan kiri Anton bebas membelai sekujur punggung, tangan kanannya bebas menjamah bagian depan tubuh Ida. Didekapnya tubuh telanjang itu dengan mesra. Dikecupnya pipi halus wajah yang cantik, dihembuskan nafasnya di teliga, diciuminya wilayah itu, membawa Ida menggeliat geli ‘Mmmm…’ Ida mempraktekkan kata agresif, dicarinya bibir anton, dilumatnya, dihisapnya dalam-dalam. ‘Kalo ini sih Ida sudah lebih dari lulus’ ‘Eee kak, saya pegang ya! Anton mempertontonkan kedunguannya. ‘Iya sayang, ayo jangan-ragu-ragu’ Yakin bahwa sang kakak sudah ‘pengungkapan penuh’ anton melepaskan kebuasannya. Membiarkan bibirnya dilumat, tangan anton, memulai perang gerilya. Tangan kirinya membelai ketelanjangan punggung, menjalar mulai dari leher menjelajah sampai ke belahan pantat. Tangan kanan mulai membantai payudara montok. Payudara ini sedari tadi sangat mengganggunya, menantang untuk minta dijamah, tetapi demi mempertahankan keluguan Anton mendisiplinkan diri menahan menyentuh sepasang bukit kenyal yang sangat menggairahkan. Dilepaskan kegemasannya dengan lembut dan bertenaga diremasnya sebelah susu itu, yang langsung membuat Ida disentak kembali rasa. Posisi teratai dimana Ida yang duduk dipangku dengan sebelah sisi tubuhnya rapat didada Anton, membuat seluruh kemolegan tubuh depannya terbuka bebas terhadap ancaman tangan kanan Anton. Tanpa tadeng aling- aling lagi tangan anton menjarah semua daerah suci wanita ini. Tangan kasarnya dengan buas mempermainkan kedua bukit montok seenaknya. Memeras, mencakar, memelintir pentil. Ida tidak sadar memejamkan matanya kuat-kuat menahan rasa nikmat yang kembali mendera dilampiaskannya dengan mendekap kepala Anak ini dengan erat. Kembali Ida sekuat tenaga menahan desahannya, walaupun tubuhnya sudah kembali menggelinjang. ‘Kak sakit?’ Anton masih pura-pura bego, kembali mengingatkan materi kuliah ‘Ohhh…nggak Ton…ohh ….enak…enak…’ ‘Kalau enak, kakak kasih tahu biar saya nggak khawatir, kan saya nggak ngerti kak? Kalo gini sakit nggak…’Kembali Anton memeras payudara itu’ ‘Hhhhh enak Ton…terus ton…terus…ahh’ Ida melepaskan desah nikmatnya ‘Yang keras…ahhh…yaaa’ Sesekali memberi komando. Ida kembali menyadari dengan melepas reaksi tubuhnya atas kenikmatan yang mendera, baik itu dengan mengerang maupun kata-kata, terasa sangat ..gimana yahh… sangat seksi, serasa mengharubiru sanubari kewanitaannya yang terdalam. Urutan, cakaran dipunggung, dan remasan, belaian dipayudara kembali membakar api birahi. Nafas Ida mulai tersengal-sengal, tubuhnya menggelinjang semakin sering. Anton meningkatkan intensitas aktivitasnya, dengan sedikit menundukkan kepala, mulutnya menyergap pentil yang tegak menantang dengan indah, sembari tangan kanannya menyiksa payudara kiri. ‘Shh….’ Ida melenguh disergap deraan nikmat yang makin tinggi. “Sayang…ohh…’ Anton sudah menginginkan tindakan lebih jauh, tetapi tetap menahan diri, menunggu komando. ‘Gimana yah caranya supaya seolah-olah disuruh’ Tangan kanannya turun kebawah, diselipkannya sela pangkal paha yang terkatup rapat. Ujung jarinya meraba bukit kecil yang dihiasi bulu- bulu halus yang terasa lembab ditangannya. Anton membagi wilayah serangnya, bibirnya berkonsentrasi menghajar seputar payudara yang indah menantang, tangan kanannya beralih pada pangkal kemaluan. Didera nikmat, sekujur tubuhnya merindukan penuntasan lebih dalam. Ida mulai tidak sabar menunggu, tapi dia tidak tahu harus bilang apa. Anton pun demikian menahan diri. ‘uhh…’ Ida terjengkit saat dirasakannya sebagian jemari menelusup liang pertahannya, ‘Anton…ya..gitu ton…ohh’ Desahannya menyemangati anak ini supaya tidak ragu-ragu menyeruak kedalam dirinya. Sekian lama menerima hajaran nikmat, Ida tidak tahan lagi ‘Sayang…ayo..sayang…ohhh… ’ Anton bersorak dalam hati mendengar perintah ini ‘OK baby..’ Sedari tadi dirasakannya kejantannya sudah tegang menuntut penugasan, tapi ditindas hingga tertekuk, akibat pantat Ida yang duduk dipangkuan. ‘Iya kak…gimana yaa?, ee..coba kakak naik sedikit’ Anton mengangkat sedikit bokong yang indah itu, Tuinggg.. membebaskan tongkanya mengacung tegak menantang pantat yang sedari tadi mendindasnya. Ida mengangkat tubuhnya merespon, menurut menggeser pantatnya kesatu arah, sampai dirasakannya segumpal daging keras menenmpel dimulut liang kewanitaanya. ‘Ohhh ini dia…’ dirinya menyadari akan dimasuki benda asing selain milik suaminya sendiri, tak terasa dadanya berdebar sangat keras, menanti apa yang akan terjadi, gerakannya berhenti, Tangan Anton yang tadi mengangkat bokongnya, sekarang mencengekram, menuntun Ida menurunkan badannya. Ida tersadar, ‘oh iya betul…begitu seharusnya’ bergumam dalam hati, dengan birahi yang membara diturunkan tubuhnya menekan daging keras yang mengganjal dimulut kemaluannya. Sepp, masuk sedikit. Nyangkut, terganjal, ohh hangat sekali anu si Anton. Yess.. anton bersorak dalam hati, ‘Kak…’ Anak itu mendesiskan kegundahannya. ‘Uhhh Anton…tahan yaaa” Anton geli mendengar sikakak mengkhawatirkan dirinya. Ida menarik nafas, Ditekannya kembali bagian bawah tubuhnya dengan kuat, slepp, berhasil memaksa daging itu memasuki kedalaman tubuhnya. ‘Ohh terasa menyesakan, daging itu kenyal menyumpat liang keanitaannya membuatnya sesak susah bernafas. Walaupun sesak, Ida merasakan lega kerinduannya terobati. ‘Kakak…aaaa…’ pura-pura Anton menyuarakan penderitaannya. ‘Hhhhh…sabar sayang…hhh’ ditengah kesesakannya didera ganjalan keras, Ida memohon anak itu menahan kesakitannya. Tubuhnya bergetar berusaha menekan lebih keras dengan mengedan panjang. Berhasil amblas sebagian besar. Ida terengah-engah kehabisan nafas, tidak kuat lagi untuk menekan lebih lanjut, seolah-olah tongkat keras itu mati-matian menolak, dibenamkan lebih lanjut. Tapi sebenarnya kewanitaannya belum sepenuhnya menyesuaikan diri, terasa penuh menyumpal. Ditambah lagi posisi pahanya yang rapat membuat hambatan semakin kuat.

Mencari pegangan dileher Anton, Ida mulai memacu diri, seolah menunggang kuda ala wanita bangsawan dengan kedua kaki terjuntai disisi kiri. Sedikit saja pinggulnya bergerak menghasilkan ledakan birahi yang hebat. Memaksanya merintih. Tertatih-tatih Ida memacu diri menunggangi kejantanan Anton, terangah- engah nafasnya, saat kewanitaannya dalam kesesakan berupaya merejam tongkat yang terpancang disana. Pinggulnya diputar sekuat tenaga, sesekali mengejan, menahan derita nikmat. ‘Shhh…shhh….shhh…’ perlahan tapi pasti kewanitaanya mampu mengerami kerasnya kejantanan siremaja. Dengan semangat luar biasa akibat ledakan birahi kewanitaannya akhirnya mulai mampu menandingi keperkasaan sang tongkat. Ida memutar pinggulnya, bila dibandingkan dengan alu menghantam lumpang, atau ulegan menggerus atau menguleg cobek, yang tampak adalah lumpang atau cobeg kemaluannya memutar atau menguleg alu kejantanan Anton. “Anton sudah merem melek sedari tadi sejak kejantanannya berhasil dibenamkan. Sekarang dirinya santai saja menikmati gerusan atau ulegan kewanitaan si kakak. Dengan mesra didekapnya tubuh telanjang erat-erat seolah memberi semangat, ‘ayo uleg…ayu uleg terus…’ Sesekali ditimpalinya dengan keluhan manja, yang terdengar bagai nyanyian pemompa semangat Ida yang memang sudah kepayahan dari tadi akibat dirinya menerima desakan kajantanan.

Sesaat berjuang menguleg alu kejantanan dengan kewanitaannya, Ida merasakan dirinya sangat lemas, serasa lepas sendi-sendi seluruh tubuhnya, memaksa kewanitaannya menggerus tongkat yang perkasa. Tetapi karena nikmat yang dihasilkan setiap geliatan pinggulnya mendorongnya tetap memacu kenikmatan. Lemas nian rasanya, tapi oh…oh..oh…

Ditepi puncak pendakiannya dalam sisa-sisa tenaganya, Ida menyentak- nyentakkan dengan buas, pinggulnya kekiri kekanan, menyeret tonggak itu merebah kekiri atau kekanan, sekaligus menghasilkan gesekan keras batang kajantanan dengan otot dinding kemaluannya. Dirinya tidak mampu mengamblaskan lebih jauh tongkat keras itu, tak kuat rasanya menahan kesesakan. Anton berdesis-desis keenakan merasakan gilasan dikemaluannya. Tetapi ebih dari itu dirinya sangat senang memangku sesosok tubuh indah telanjang yang kelojotan berjuang menggapai nikmat, dengan menggeliat- geliat memeras kejantanannya dengan kewanitaannya. Anton tidak perlu bekerja keras, dirinya cukup memangku dan memberikan dekapan mesra, membiarkan sendiri wanita itu tersengal- sengal menggapai puncak kenikmatannya.

Hingga akhirnya, ‘Hhhhh Tonhhhhh……..’ Dengan setengah menjerit panjang dan parau, Ida kembali meledak dalam luapan kenikmatan yang mengharubiru seluruh sel-sel daam tubuhnya. Sensasi yang luar biasa, mungkin dia belum pernah mengalami sensasi ini seumur hidupnya. Tubuhnya loyo ambruk dalam dekapan sianak, yang dengan penuh kasih memberikan dorongan semangat.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik