Putri Malu

Putri Malu

Perjalanan Mudik 2

Written By Unknown on Jumat, 28 Maret 2014 | 21.44



Ridwan mendorong lembut tubuh telanjang menggairahkan itu kembali duduk. Dia mengambil posisi berlutut dihadapan sang wanita. Tangannya membelainya paha mulus dihadapannya, lidahnya mengecup dan menjilat sebelah paha yang lain. `’Ohh…’ Hindun mulai mendesah, menikmati geli yang membakar birahinya. Pahanya dikatupkan, malu. Ridwan menyadari gerakan ini, kecupannya diganti gigitan kecil, dan sebelah tangannya mulai meraba dari sisi bawah paha Hindun. `Ihh…’ Hindun mulai menggelinjang lembut menggairahkan, tangannya mulai berani membelai rambut pria yang belutut dihadapannya. Saat dirasakannya gigitan dipahanya, tangannya tersentak menjambak mesra rambut Ridwan.

Ridwan menyibakkan pangkal paha yang terkatup, dibelainya sepanjang kedua sisi dalamnya, sengaja menyentuh pangkal paha mulus yang hanya dilindungi secupak bulu-bulu halus. `Ohhh… bangg…’ Aduh siapa namanya abang ini, Hindun cemas dan grogi, saat pangkal kewanitaannya tersentuh lelaki asing. Tapi nikmat. Jelujuran lidah Ridwan mulai menjalari sisi dalam pahanya, bahkan terkadang hampir sampai disana. `Ohh…’ Hindu kembali menggelinjang dan mencoba mengatupkan pahanya’ Tangannya meremas rambut si supir.

Sembari tetap berlutut, Ridwan sedikit memelorotkan Hindun dari kedudukannya, sampai hanya pantatnya sedikit tertumpu diujung tempat duduk. Diangkatnya sebelah kaki siibu tersebut kepundaknya, belakang lututnya ditumpangkan kebahunya. Sebelah kakinya diperlakukan sama.

Jadilah adegan tersebut, wajah Ridwan hampir menyentuh kewanitaan Hindun, menyapukan nafas panas, seperti awan panas melanda daerah perbukitan, yang menambah bara birahi sang wanita. Hidungnya menyentuh bulu-bulu lembut yang tak berdaya melindungi daerah rahasia. Kedua tangannya masing-masing meremas paha telanjang yang menumpang di pundaknya. Hindun mulai menggeliat tak terkendali, nafasnya mulai tersengal, terengah-engah, pikirannya mulai panik membayangkan apa yang akan terjadi. Daerah sucinya mulai dijarah pria asing, aduh gimana ini.

`Argghhhh,…’ Hindun mengerang keenakan, saat Ridwan melancarkan serangan kilat, mengecup bibir atas kemaluannya. Wangi merk terkenal dari tisu basah meningkatkan aroma harum kewanitaan Hindun yang sudah kembali basah. Ridwan sangat bersemangat menghirup aroma indah dari wanita yang diyakininya benar-benar alim ini. Sangat jauh berbeda dari aroma wanita penghibur lain. Gaya tempur Ridwan, jauh berbeda. Taktik andalannya adalah serangan pendahuluan oral. Teknik dan stamina lidah Ridwan pantas diacungi jempol. Hal ini akibat ukuran penisnya yang standar asia, yang kadang- kadang sering diledek para wanita penghibur. Tetapi dengan keahlian oralnya, Ridwan mampu menjatuhkan sebagian besar wania yang dijumpainya. Penisnya hanya dijadikan hidangan penutup.

Lidah kasar Ridwan menyapu mulai dari lubang pantat naik keatas menyikat bulu pepohonan, membajak lubang kemaluan, menumbangkan klit, mengampelas gundukan bukit, terus naik sampai kepusar ‘Bangg ….ohhh….’ Hindun terbata-bata wilayah kesuciannya dibajak lidah kasar lelaki ini. ‘Ohhh….’ Hindun kembali melenguh ketika Ridwan mengulangi sapuan lidahnya. Tak sadar kedua tangan Hindun menjambak keras rambut Ridwan, mencoba menahan sentakan kenikmatan yang mengiringi sapuan lidah yang kasar. ‘Ohhh ….’ kembali Ridwan mengulangi gerakan yang sama, kali ini lebih perlahan tetapi dengan tekanan semakin kuat, bahkan saat menyapu lubang kewanitaan, lidahnya dicucukan kedalamnya. ‘Hindun tersentak menggelinjang, tangannnya mencoba meringankan derita kenikmatan dengan menekan keras kepala kepangkal pahanya. ‘Aduhhh …’ kembali Hindun mengeluh, upayanya menahan kenikmatan tidak berhasil bahkan semakin membuat Ridwan bersemangat. ‘Bener ibu alim, mudah sekali takluknya’ pikir Ridwan. Pelacur membutuhkan upaya jauh lebih keras untuk sampai tahap ini. Kembali mengulangi sapuan lidahnya. ‘Shhh….’ Hindun mulai melemahkan jambakan tangannya dirambut Ridwan ketika dirinya mulai terbiasa dengan deraan birahi keganasan lidah sang supir. ‘Oh..abang..oh…’ desahnya menikmati sapuan lidah Ridwan dikemaluannya, perlahan tapi pasti berahinya dapat mengimbangi gelombang kenikmatan yang ditimbulkan. Pinggulnya mulai menggeliat bergairah menyambut rindu setiap sapuan lidah Ridwan. Ridwan sangat menyukai pinggul yang mengelinjang ini, menambahkan kobaran semangatnya. Sungguh perempuan baik.. perempuan baik. ‘Bagaimana bu… suka?? Ridwan menengadah memandang wajah ayu terpejam dihadapannya. Wajah Hindun memerah, terengah-engah disiksa kenikmatan dari lelaki asing, dan ditanya pula, ‘Ngg…’ gimana jawabnya.. ‘Nama ibu siapa?’ (penulis: gila nih Ridwan sudah nyosor barang perempuan baru nanya nama, sialan… sialan..)

‘Hindun bang….’ Sebenarnya Ridwan berhenti sejenak untuk mengatur nafas, gerakannya tadi membutuhkan pemulihan nafas, maklum saja mengobrak abrik pangkal pertahanan wanita, diarea yang sangat sempit, sangat terbatas suplai oksigennya. ‘Abang..sia….ssss…’ Hindun hendak balik bertanya, juga dengan susah payah mengatur engahan nafasnya. ‘Hindun sayang….hemppphhh’ Kembali Ridwan mendadak menyosor daerah suci Hindun. Sapuannya berganti arah, bila tadi vertikal, sekarang horisontal, mulai dari sisi dalam paha dibahu kirinya, menjelajah lembut kepangkal paha Hindun, menggelitik-gelitik dipangkal paha dengan ujung lidahnya, dan kembali menyapukan pangkal lidahnya yang kasar dikulit mulus paha dalam yang tertumpang bahu kanannya. ‘Ssshhh….’ Hindun tersentak menahan serangan model baru ini, Tubuhnya tersentak kebalakang kesandaran bangku. Jemari hanya mampu meremas remas rambut lelaki itu. Menahan kenikmatan setiap periode sapuan lidah.

‘Ohh…’ Selang sekian kali lidah kasar Ridwan bekerja keras bolak- balik membajak pangkal pahanya, Hindun kembali merasakan sensasi baru yang sama sekali belum pernah dialaminya. Birahinya kembali meletup, kali ini mulai menuntut sesuatu. Memahami ritme serangan silelaki, Saat lidah lelaki ini masih berkutat di tengah batang pahanya, tubuhnya merasakan gejolak kewanitaannya untuk segera diperhatikan, liang kewanitaanya menuntut untuk segera dijamah kasarnya lidah silelaki, dengan gelinjangan indah. ‘Bang…. aduh…’ tangannya menjambak kembali dan menekan keras wajah silelaki dilubang kewanitaanya, saat tiba saatnya lidah itu menggelitik sekitar bibir kemaluannya. ‘Hempphh..’ hidung Ridwan terganjal gunungan bukit, saat pinggul Hindun menggelinjang keras mengejar sapuan lidah Ridwan dibibir kemaluannya, dimana saat bersamaan wajahnya dibenamkan dalam-dalam dengan gemas oleh ibu alim yang sedang mengangkang, kepangkal kemaluannya.

Senang sekali Ridwan diperlakukan demikian, ibu alim telah menjadi ibu yang binal, sukses. Mana ada perempuan alim membenamkan dalam- dalam wajah lelaki asing di liang kehormatannya, dengan begitu bergairah. Ketika lidah Ridwan berpaling kearah lain, untuk berlaku adil menjelajah paha kanan Hindun, Hindun tidak rela, dia mengatupkan pahanya kuat-kuat, tidak rela lidah itu pergi meninggalkan benteng kehormatannya. Kewanitaanya menuntut penyiksaan lebih lanjut.

Tubuhnya sudah didesak-desak berahi yang menggelegak menuntut hak. ‘Abang…oh….’ Hindun sudah menggelinjang kasar. Bahasa tubuhnya jelas, birahinya menuntut segera dimulai pendakian kepuncak. Ridwan memahami bahasa tubuh ini. Lidahnya mulai berkonsentrasi menghajar liang kewanitaan, yang sungguh kurang ajar menuntut dengan membekap wajahnya keras-keras. Lidahnya yang akan mengiringi pendakian Hindun.

Dikangkangkannya pangkal paha Hindun lebar-lebar, lidahnya mulai dijulur-julurkan kedalam liang yang sudah sangat basah kuyup. Ludahnya sudah bercampur aduk dengan lendir bertaburan. ‘Ahhh….ahhh …ahhh..’ Hindun mengerang saat kasarnya lidah menyodok-nyodok dinding kemaluannya. Berahinya sudah lepas kendali, pinggulnya bergeliat-geliat mencoba mengimbangi lidah Ridwan yang berhasil masuk cukup dalam keliang kewanitaannya. ‘Sshh… shhh…shhh’ Jemari ibu alim ini menjambak membenamkan wajah lelaki asing dikangkangannya dalam-dalam, setiap saat Ridwan dengan kasar mencucuk-cucukan sedalam-dalamnya lidahnya. Sesaat berlalu Ridwan dengan tidak juga puas menyiksa ibu alim ini dengan kenikmatan tegangan tinggi. ‘Abang…ohh abang…’ Hindun mulai menceracau. Dengan malu-malu mencoba mengundang sang lelaki menuntaskan perbuatannya, dengan cara membenam-benamkan berulangkali wajah silelaki didalam kangkangannya saat dirasakan kepala itu memiliki lidah yang sanggup mengorek-ngorek kenikmatan miliknya.

Ridwan tersenyum dalam hati, bener-bener mudah ibu ini. Lidahnya semakin buas memporak-porandakan lubang kesucian Hindun. ‘Abangg…ssss… ohh abang… ohh abang’ Hindun semakin tidak tahan, suaranya sudah bergetar hampir menangis. Pinggulnya bergelinjang tak karuan. Tangannya sudah tidak beraturan membenam-benamkan wajah Ridwan. Ridwan semakin buas, lidahnya sudah mencucuk-cucuk sedemikian cepat. Yeah gerakan lidahnya mirip lidah ****** yang sedang minum, sangat cepat, salah satu jurus dasar teknik oral Abang Ridwan. ‘Abang.. ah..a..a..ayoo bang…. ayo…’ Lepas juga kata-kata ini, tanpa terkendali, diledakan gejolak birahi yang menuntut sesegera mungkin dipenuhi haknya. Lupa rasa malu lupa nilai kehormatan. ‘Ayoo bang…ohh.. anuiin dong bang ohhh bangngg..’ Hindun merengek dalam hati Saat berlutut, sembari mempertahankan hujaman-hujaman lidahnya, Ridwan melepaskan celananya, agak sulit tetapi berhasil ‘Bang..ahh.. udah bang…sudah…’ suara Hindun mulai bergetar menangis. Geliatan pinggulnya sudah tidak membantu, sudah lepas kendali, meronta tak semakin liar terkendali. ‘Gerakannya terakhir berhasil melepas celana dalamnya sambil berjongkok, lidahnya tetap mencucuk-cucuk dengan keras’ ‘Abang..sshhh..shhh.. jahat..bang…nggg..jahat’ Mendadak Hindun merasakan lelaki ini perlahan bangkit berdiri sambil tetap memanggul kedua pahanya. ‘Shhh…’ agak lega Hindung terengah menarik nafas, sejenak terbebas dari siksa nikmat lidah kasar lelaki. Tidak sadar tubuhnya agak melorot, karena Ridwan sudah berdiri tegak dihadapannya sambil memanggul kedua pahanya. Ridwan membetulkan posisi berbaring Hindun diujung bangku, hanya pinggulnya yang masih menumpu dibangku, punggung dan bahu Hindun agak tertekuk pada sandaran bangku. Pikiran Hindun kacau, tapi agak lega bisa menarik nafas sejenak.

‘Ihhh….’ mendadak disadarinya ada daging keras tiba-tiba menyodok lubang kemaluannya. ‘Ohhh…’ muncul sedikit rasa khawatir akan disetubuhi lelaki asing, akan tetapi kuatnya desakan birahi menyapu tuntas kekhawatirannya. ‘Hindun… ‘ Ridwan menguakkan kedua pangkal paha perempuan itu, sembari sedikit menekan penisnya keharibaan tubuh mungil yang mengangkang lebar menggairahkan dengan paha dipanggulnya. Slep, Sedikit nyelip. Agak mudah, mungkin karena sudah basah kuyup, apalagi sudah dikorek- korek lidah dengan buas. ‘Ohh…’ kembali rasa khawatir menyeruak, ‘aduh tolong..aduh gimana ini..’ benaknya kembali berputar sedikit normal, sesaat setelah diberi kesempatan bernafas. ‘Abang nggak jahat kan…’ Ridwan menggoda wajah ayu kuyu yang terpejam terlentang setengah tertekuk dihadapanya. ‘Nggak bang…shhh’ kemaluannya didera kehangatan ujung penis yang baru sedikit nyelip. ‘Gimana dik… ‘Ohh.. ayo bang….ayo…heggg’ jawaban refleknya bertolak belakang dengan keraguannya barusan, tubuhnya mendadak kembali tidak sabar minta dihajar.

Belum selesai menjawab kemaluannya sudah dihajar dengan hujaman pelan tapi bertenaga, bless …amblas..blass. Posisi mengangkangkan wanita dengan pahanya dipanggul pria, seolah- olah jalan tol memuluskan hujaman silelaki. ‘Ssshh. Tangan Hindun menggapai-gapai mencari pegangan, hanya menjumpai ujung bangku yang segera digenggamnya erat-erat.

Walaupun sebenarnya penis Ridwan sedikit lebih kecil dari Indro, tapi efeknya sama saja bagi Hindun, karena posisinya tersebut. ‘Abang….ohh…’Hindun mendesah lega, merasakan pendakiannya dapat segera tuntas Hindun tak malu-malu segera menggeliatkan pinggulnya mencoba menyerang sang penis. Hindun mencobakan gaya tradisionalnya, gerakan pinggulnya memutar-mutar, dan maju mundur. Biasanya gerakannya ini merupakan responnya melayani Indro, memerah kejantanan suami dengan otot kemaluannya. Bakti istri terhadap suami memijat alat vital sang suami, didalam gerbang kehormatannya. ‘Hhhh….’ Hindun mendesah sendiri saat gempuran ototnya ditandingi sang penis yang mulai menggosok. Geliatannya bukannya respon melayani, tetapi dorongan berahinya yang menuntut pemuasan. ‘Shhh..shhh..shhh..’Hindu n mendesah sendiri setiap gerakan pinggulnya berhasil menghasilkan desakan dikemaluannya. Gerakan pinggulnya semakin cepat tak terkendali. Kepala Hindun tersentak-sentak kekiri dan kenanan, menahan desakan kenikmatan geliatannya berbuahkan hujaman keras silelaki. Tangannya mencoba menjangkau pinggang pria dihadapannya, agak sulit, lepas sendiri, dan kembali hanya meremas ujung bangku. ‘Bang..,ohh… Hindun….ohh…’ pinggul Hindun yang memutar segera dihantam penis Ridwan, setiap memutar segera dihantam, semakin buas. “Ohh,,, Hindun…ohh sud…hh..sudah bang..shhh’ Ridwan setiap menghantamkan penisnya dengan cermat memandangi hasilnya, berupa wajah kuyu dengan mata berkerenyit terpejam, tersiksa didera kenikmatan, mendesah-desah, sesekali mengeluh keras. Puas sekali rasanya, dirinya sangat berterima kasih pada kunyuk kecil si Anton. Ridwan segera menyadari Hindun sudah tiba pada pucak pendakiannya, dia ingin menyiksa sebuas-buasnya perempuan alim ini. Tapi dia teringat pesan si kunyuk. “Hindun sayang… (penulis: sompret, sejak kapan jadi sayang-sayangan) ‘.. baca .. Hindun sayang, baca…’ ‘Shhh…..’ oh iya…. mantera…ohh…mantera…’ hujaman Ridwan tidak berhenti sejenakpun karenanya, tetap jalan terus… Otak Hindun kacau saat mulai mengarungi puncak kenikmatannya. ‘Hindun..La paloma…’ Ridwan mengingatkan tak lupa menghujam semakin keras ‘Shh La pa hegg….La…la…hegg..paloma… ‘La paligi…’ Ridwan mengeja, dan kembali menghujam perlahan namun lebih keras. ‘Ohh..la palgggg…hhhh.ligi… ahhh’ Ridwan mengingatkan tapi juga dengan buas menghantam. Susah payah Hindun melafalkan lanjutan mantera pendek tersebut, setiap mulai satu kata dirinya menerima hantaman keras. Gerakan pinggulnya sudah berhenti, digantikan geliatan tak teratur. Tubuhnya pasrah, sudah tidak mampu lagi memberikan serangan balasan. Dirinya dengan mudah segera lemah tak berdaya ditaklukan lelaki ini. Terutama akibat tidak siap menghadapi serangan kilat oral Ridwan dengan teknik khususnya.

Pinggulnya bergetar-getar menerima hantaman bertubi-tubi penis Ridwan. Tubuhnya sudah lunglai tak berdaya, meresapi puncak kepuasan melingkupi dirinya. ‘Ohhhh….abang… ohhhh….’ Hindun menyatakan kepuasannya. Berterima kasih tentunya, dibantu menunaikan tugas menghindari aib, sekaligus mendapat bonus puncak gairah.

Menyadari Hindun sudah sedemikian lunglai, Ridwan agak berkurang semangatnya. Pendakiannya masih panjang. Dia tidak menyukai menghantami batang pisang. Lelaki seumurnya sangat menginginkan wanita menggeliat-geliat dibawah siksaan birahinya.

Ridwan memutuskan beristirahat sejenak. Tangannya mejangkau tubuh mungil dihadapannya, menurunkan kedua paha dari pundaknya, menarik tangannya, mengangkatnya, tanpa melepas penis dikemaluan si perempuan. Ridwan membopong Hindun, dan berbalik segera duduk setengah berselonjor dengan tubuh telanjang Hindun dipangkuannya. Buset penisnya tetap menancap dengan baik. Hindun terpaksa menekukkan lututnya, menyentuh dinding bangku. Tubuhnya lemas mendekap lelaki yang memangkunya. Kepalanya lunglai menyandar dibahu bidang. Tanganya berhasil menggayut dileher si lelaki. Hindun terengah-engah menyesapi saat-saat berlalunya badai kenikmatan yang melanda. Pikirannya perlahan mulai kembali dari awang-awang. Mendapati dirinya bagai menunggang kuda, tengah mendekap dan duduk dipaha lelaki asing, …’ohh ibu… anunya…anunya mengganjal diliang kewanitaanya, Hindun diserang rasa panik. ‘Aduhh…siapa lelaki ini yaaa’ Tapi dirinya juga segera menyadari dengan lega, sudah berhasil melaksakan kewajiban menambal mantera untuk mencegah aib akibat perbuatannya bersama Indro suaminya. Dirinya mulai berterima kasih kepada supir yang sedang memangkunya ini. Tapi ohhh anunya kok masih mengganjal keras…

‘Hindun…bisik Ridwan semesra mungkin, bibirnya mengecup belakang telinga Hindun yang tergolek dibahunya. ‘Hindun sudah …..? (orgasme maksudnya) ‘err..sudah bang…’ Malu sekali dirinya telanjang dipangku lelaki yang namanya sama sekali tidak diketahuinya. Bahkan terpaksa mengakui sesuatu yang sebenarnya sangat intim yang mustahil diucapkan kelelaki asing.

Udara dingin mulai terasa membelai ketelanjangan tubuhnya, ihhh terasa agak dingin. Tapi pangkal pahanya masih terasa hangat membara, sisa pertempuran yang baru saja berlangsung. Tubuhnya yang lunglai bersandar didada Ridwan terasa menyenangkan menghalau dingin yang menyapu punggungnya yang telanjang. Benaknya memerintahkan agar dirinya segera menyudahi adegan ini mengerikan ini. Tapi kesopanannya menahan tubuhnya beranjak bangkit. Hindun pasrah menunggu tindakan lelaki ini selanjutnya, dirinya berharap-harap cemas, mudah-mudahan bisa segera terlepas dari rasa malu yang mulai semakin merasukinya.

Geli kembali menyengat, saat dirasakan jari kasar meraba punggungnya, ‘Kulit adik halus sekali, lembut’ Ridwan memuji. ‘Lembut sekali, tidak pernah saya menjumpai kulit selembut ini’ rabaan Ridwan melebar, sebelah tangannya meraba sisi kiri tubuhnya, sebelah tangan lainnya setengah meremas pinggul kanannya. Sedikit rasa bangga menyeruak dalam diri Hindun. ‘Tapi dik, yang hebat, Adik begitu panas menggairahkan’ Hindun jengah mendengarnya, semakin bangga. ‘Tadi adik hebat sekali, luar biasa’ Tangan kiri meraba ketiak kanannya, membelai bulu ketiak, dan meremasnya’ Tangan kanan Ridwan memijit pangkal bokong belakangnya. ‘Ahhh…abang’ entah remasan atau pujian lelaki ini yang membuatnya mulai terlena. Hindun meresapi remasan dan pijatan disekujur tubuh telanjangnya. Dirinya agak lupa ada tongkat keras yang masih terbenam. Ridwan mengecup dan menghisap ketiak Hindun ‘Wah…harum sekali dik, mmmm….’ Giginya menggigit mesra ketiak Hindun. ‘Abang…’ Hindun menggeliat geli. Ridwan memiliki kesukaan berbeda, dirinya sangat menyukai ketiak wanita, karena baginya ketiak wanita memancarkan aroma yang tidak ada duanya. Baginya kemaluan wanita dan payudara merupakan hidangan penutup, hidangan utamanya adalah mencupang habis-habisan pangkal ketiak wanita.

Menikmati santapan yang sedang telanjang menunggangi dirinya, Ridwan mulai melahap ketiak kanan wanita ini. Bibirnya menyeruput keras bulu-bulu ketiak Hindun, menghisap-hisap dengan mesra, sesekali giginya mencacah daging lunak disana, seolah menggaruk. Kembali Hindun merasakan sensasi asing. Kembali dia menjumpai dirinya dalam posisi situasi yang sama sekali asing. Ketiaknya dijarah dengan cara yang sama sekali tidak pernah dibayangkan. Sensasi seperti tadi kembali merasuki dirinya. Tak sadar, Tangan mulai membalas dengan belaian kepala yang memberi rasa geli campur nikmat. Hindun mendekap semesra dia mendekap suaminya.

Puas menjarah ketiak kanan, Ridwan menyapukan lidahnya disepanjang dada telanjang Hindun yang hanya sebagain dilindungi bra cream, yang selama ini terlupakan. Ridwan mencari sasaran lain, ketiak kiri. ‘Shhh….’ Kasarnya lidah silekaki mengampelas kulit telanjang dadanya, menjangkiti Hindun dengan percik birahi. Sang supir yang masih mengenakan kemeja seragam, mulai membantai ketiak kanannya. Meniupkan nafas panas, mengecupnya dengan lembut, membajak dengan lidah, menggaruknya dengan gigi, mengemutnya dengan kuat, bahkan mencupangnya dengan dahsyat. Bahkan terkadang seolah berniat mencabut bulu ketiak dengan gigitannya. Tubuh Hindun mulai menggeliat, nikmat. Birahinya mulai kembali membara. Bagi Hindun ulah Ridwan lebih banyak gelinya dari nikmatnya, tapi itu sudah lebih dari cukup membuat matanya merem-melek. ‘Abang…’ Hindun mulai berharap bagian tubuh lainnya diperhatikan silelaki asing. Payudaranya mulai cemburu, biasanya yang menjadi pusat perhatian sekarang kok dianaktirikan. ‘Bang…geli…’ Hindun mengeluh karena Ridwan kembali menjarah ketiaknya yang lain. ‘Shhh….’ Hindun mulai tidak sabar merasakan Ridwan hanya berkonsentrasi diketiaknya. Hindun menggeliatkan tubuhnya, mulai sengaja menyosorkan payudaranya kepipi Ridwan. Sial Ridwan cuek saja, bahkan giginya kembali menggigit agak keras. ‘Abang…geli….’ suara Hindun seperti memprotes. Dirinya mengharap peningkatan tegangan kenikmatan, tapi tetap diabaikan. Dirinya malu sekali menyatakan keinginannya. Dirinya sudah mengehendaki payudaranya mulai dibantai. Ridwan mulai mengalihkan sasaran serangannya, lidahnya yang kasar kembali menggerus sepanjang dada mulus wanita alim ini, membuatnya menggelepar. ‘Ahhhh …sialll..’ kok cuman lewat. Benak Hindun mulai kacau, ketika sasaran Ridwan ternyata ketiaknya yang sebelah lagi. Kembali Hindun membusungkan dadanya, mengejar bibir Ridwan, tapi silelaki berkelit dengan mengemut ketiak Hindun. Bila sedari tadi Hindun dengan kealimannya menahan diri, membiarkan tubuh telanjangnya dikerjai lelaki asing, sekarang mulai tidak tahan menahan keinginan birahi yang telah membara. Kedua tangannya menggenggam sisi kepala silelaki dan dipaksanya dibenamkan ke pangkal payudaranya. Didekapkan kepala tersebut semesra mungkin. ‘Abangg…mmmm’ Suaranya sendu semesra mungkin, menyuarakan hasratnya akan peningkatan tegangan kenikmatan. Hindun lega merasakan kecupan pada pangkal susunya. ‘Shhh…bangg…jangan berbekas” Hindun kembali menggelinjang saat dirasakan adanya gigitan kuat dipangkal susunya. Bagai ibu yang menyusui anaknya, Hindun mulai tidak malu memaksa Kepala Ridwan untuk tidak berpaling ketempat lain. Dibekapnya kepala itu kuat kuat. Selang beberapa saat Ridwan mulai kehabisan nafas, didirongnya tubuh Hindun agar sedikit renggang, Dirinya mulai mengatur nafas, tangannya diperintahkan bertugas membelai kedua sisi tubuh Hindun, mulai dari Ketiak ke pinggul, kepaha kelutut, dan kembali lagi keatas, berulang kali. ‘Adik hebat….sangat bergairah….’ Ridwan menyuarakan rayuan gombalnya, saat memandang wajah ayu yang terpejam, telanjang dihadapannya menunggangi dirinya. Hindun memaksa matanya yang terpejam untuk terbuka, reflek tersenyum sayu menggambarkan rasa bangga dan nikmat. ‘Ahh abang…’ Hindun menyorongkan wajahnya dan melumat ganas bibir silelaki, menghisap-hisap lidah Ridwan dengan kuat, mencoba membuktikan kebenaran bahwa dirinya memang hebat bergairah. Heh, Hindun sudah lupa duniawi, akibat pujian dan belaian. ‘Mmmm…Hindun….. hebat sekali tubuhmu’ Ketika Hindun melepaskan lumatan bibirnya. Dia mendapati mata sang supir dalam keremangan malam, bersinar memancarkan kekaguman, menyapu sekujur tubuh telanjangnya yang sedang dalam posisi setengah berlutut menunggang. Dirinya merasakan belaian tangan yang sedemikan rajin membelai seluruh tubuhnya, tak pernah berhenti bertugas. ‘Ah,,,abang, masa…’ Suaranya bernadakan pengingkaran tetapi sungguh berharap hal itu benar. Berahinya semakin tak tertahan, kombinasi dan pujian mengacaukan otaknya. Dorongan api birahinya serasa disiram bensin pujian gombal. ‘Betul dik…sumpah’ Ridwan menyatakan sumpahnya dengan mengecup pangkal susunya. ‘Ah..abang bohongg…sshhh’ Dengan wajah mulai kemerahan menahan rasa bangga dan nikmat yang semakin melambung, kepala itu kembali dibenamkan didadanya. ‘Sungguh dik…abang gemass sekali, hmmpph’ Ridwan menghisap pangkal susu itu dengan kuat. Tak tertahankan kobaran birahinya, Hindun sedikit menegakkan tubuhnya dan dengan gerakan indah menggairahkan membuka kaitan bra dipunggungnya, dan meloloskan bra itu melalui kedua sisi tangannya. Mencampakkan seolah sampah tak berguna. Seolah-olah berkata benda sialan itu dari tadi menghambat saja.

‘Yessss’ Ridwan tersentak gairahnya memandang adegan indah yang berlangsung singkat, sangat dekat dihadapannya. Sensasi ibu alim yang melakukan gerakan erotis, dalam posisi menunggang, telanjang, membuka kaitan bra, dan meloloskannya, dihadapan dirinya yang belum 30 menit berkenalan. ‘Kalau pelacur sih biasa, tapi ini ibu alim, coy, jangan- jangan nama gua pun dia nggak tahu’

‘Abang juga….nggg…hebat…’ Sopan santunnya membuat reflek menirukan membalas pujian. Wajahnya kembali memerah, jengah. Hindun menutupinya dengan kembali mengecup Ridwan. ‘Hemmphhh hebat apa dik…’ Ridwan menggoda, ‘Abang nakal, shhh’ Hindun gemas, membalas godaan itu dengan kasar menjambak sisupir dan membenamkannya kepuncak payudaranya. Kegemasannya dijadikan pembenaran, kerinduan payudaranya untuk segera dijamah. Oh lelaki ini kenapa membiarkan payudaraku begitu saja. “ayo…ayolah…hajar susuku…’ jeritnya dalam hati

‘Sshhh…..’ Efek perbuatannya bagai senjata makan ‘nyonya’ tubuhnya terhentak menerima lumatan dahsyat mulut Ridwan disusunya. Susunya yang sedang-sedang saja ukurannya, terasa diselomoti sebagian besar oleh mulut lelaki ini. Rasanya seperti hampir seluruhnya masuk kekerongkongannya. ‘Bang…ohhh’ Hindun kembali menggeliat ketika Ridwan dengan ganas mengemut seluruh susunya keras sekali. Indah sekali pemandangan seorang ibu ayu yang kepalanya terhentak- hentak setiap kali menahan rasa, disusui dengan buas oleh lelaki dewasa. Hisapan Ridwan sangat dahsyat, dan memang itu keahliannya, teknik oral tingkat dasar, mengemut dengan sekuat tenaga. Berkali kali Hindun menahan kenikmatan yang mengiringi jarahan disusunya. Berahinya mulai lepas kendali, sekarang bukan kepalanya yang tersentak, tetapi seluruh tubuhnya mulai bergelinjang.

Sedari tadi sekuat tenaga, Hindun menahan bagian bawah tubuhnya untuk tidak bergerak, karena adanya ganjalan tongkat keras yang terpaksa harus rela dierami kewanitaannya tanpa daya. Dia ketakutan akibatnya kalau pinggulnya bergerak, oleh sebab itu sedapat mungkin bertahan. Akhirnya mana tahan.

‘Ohh…. abang…eghh’ tak tahan pentil susunya seolah tertelan kerongkongan si supir, pinggul Hindun tersentak kedepan, menghujam perut Ridwan. ‘Ahh..dik….’ Hindun sedikit menyadari kedua tangan lelaki ini kejang mencengkeram punggungnya saat hentakan pinggulnya tadi. Hindun seolah tersadarkan gerakan pinggulnya menghujam kejantanan lelaki asing adalah bukan perbuatan yang pantas bagi wanita alim. Dirinya kembali menahan pinggulnya sekuat tenaga untuk tidak bergerak. Mendadak Ridwan menyerang susu kirinya, dekemotnya sedalam dan sekeras mungkin, bahkan terasa pentil yang sudah keras menyentuh tenggorokannya ‘Shhh…. Benak Hindun kembali kacau didera kenikmatan ‘Ohh…ibu…nggak tahan lagi’ Terpaksa pinggulnya dilepas, kembali menghantam membalas dendam atas serangan kenikmatan. Ridwan yang mengetahui ibu alim ini mulai lepas kendali, meningkatkan serangannya. Tangan kanannya dengan keras mencengkeram punggung menahannya tak bergerak, tangan kirinya menyerang dari sisi mengepung ‘flank attack’, menjamah susu kanan Hindun meremasnya dengan kuat. Hindung kejang menahan pinggul tapi tak kuat dan segera lepas kendali, kejang dan menggelinjang. Sensasi luar biasa dirasakan sitongkat keras.

Kedua mahluk ini tidak menyadari bahwa sitongkat keras saat ini menjadi korban perbuatan mereka. Tongkat itu digerus-gerus, diremas- remas oleh otot kewanitaan Hindun yang setengah mati menahan pinggulnya untuk tidak bergerak, tetapi mulai sering lepas kendali, dan saat lepas dengan buas mencoba membantai sang tongkat. Ridwan menikmati sensasi luar biasa ini, bukan hanya kenikmatan genggaman kuat rahim Hindun pada kejantanannya, tetapi lebih pada kelakuan ibu alim yang mulai melonjak-lonjak menunggangi dirinya, silelaki asing. ‘Ohhh…abang..ohhh’ Hindun mulai menceracau, mulutnya tidak patuh lagi kepada otaknya. Demikian juga pinggulnya yang semakin sering menggelinjang.

Ridwan mengubah serangannya, sekarang tangan kirinya memelintir kuat pentil susu kanan Hindun. Mulutnya sembari mengemut kuat menduselkan kuat-kuat wajahnya kesusu kiri dengan gerakan memutar searah jarum jam, perlahan. Tangan kanannya mencengkeram keras punggung, membenamkan kuku kekulit yang mulus. Menahannya untuk menggelepar.

‘Aduuhhh…bang..eghh’ Hindun berusaha melonjak. Tidak tahan menerima kenikmatan susunya dirajam dengan keras, hanya pinggulnya yang dapat bergerak melampiaskan deraan nikmat. Dihantamkan kesatu arah, kepangkal sang tongkat. Setiap pinggulnya menghujam, mau tidak mau kewanitaannya mendapatkan serangan balasan yang setara dahsyatnya, otot kewanitaanya menabrak kejantanan yang demikian keras dan kokoh. Kekerasan tongkat itu mulai melambungkan birahinya kepuncak pendakiannya.

‘Shh …shhh … shhh’ Hindun menarik nafas panjang dan mengeluh. Pinggulnya sudah lepas kendali, mulai bergerak sistematis. Setiap pinggulnya bergerak menghantam, kenikmatan menghujam dirinya, Hindun semakin tidak tahan dan bergelinjang. Sekarang dirinya sudah dikuasai birahi, tidak ada lagi rasa malu, dirinya wanita baik-baik menunggangi lelaki lain, tidak dikenal lagi. Lonjakan pinggul Hindun yang dihantamkan kepangkal paha silelaki, sangat teratur dan bertenaga, sebagai upaya menggapai kenikmatan yang mulai semakin membumbung tinggi.

‘Ohh…ohhh…’ lonjakan tubuhnya tidak cukup lagi mengimbangi kenikmatan yang menderanya, Bila sedari tadi Hindun cenderung mendekap Ridwan, sekarang birahinya memerintahkan otaknya agar pinggulnya bisa lebih bebas, bisa lebih …

Hindun, merangkulkan kedua tangannya dibelakang leher si supir, badannya direnggangkan sejauh mungkin. Dengan mengandalkan kekuatan pegangan tangannya, pinggul Hindun berusaha lebih kuat menghantam. Berharap kewanitaanya dapat bertarung lebih hebat mematahkan kerasnya tongkat lelaki ini yang tidak juga patah dari tadi.

‘Hhhhh…hhhhh..hhhh…’ Efeknya malah berbalik, seluruh daerah suci kewanitaanya terbuka oleh hantaman balik pangkal paha sitongkat, klitnya malah tergerus habis-habisnya’ Sesaat berlalu, Ridwan merasakan remasan kewanitaan wanita ini semakin menjadi, matanya nanar menonton wanita alim berkelojotan menunggangi kejantanannya. Ridwan menyadari wanita ini perlu bantuan, dia menduga stamina ibu alim ini tidak seperti pekerja seks yang seluruh otot tubuhnya terlatih kuat untuk kegiatan ini. Ridwan memperhitungkan hanya pengejaran birahi sajalah yang mempertahankan sekian lama Hindun melonjak-lonjak dipanggkuannya menggerus dan menghantami kejantanannya. Hal ini disadari ketika lonjakannya tidak lagi sistematis tapi mulai berkelojotan. Dia masih menginginkan beberapa saat lagi menikmati pemandangan sensasional dihadapannya, wajah ayu berkeringat, sayu dan eksotis, mata yang terpejam-pejam, kepala yang sesekali terhentak kebelakang, mulut yang terbuka lebar mencoba mengalirkan oksigen sebanyak- banyaknya, bergantian dengan erang kenikmatan setiap kewanitaanya menghantami kerasnya kejantanan, yang tetap kokoh bertahan.

Nich bantuan tiba, Ridwan bertindak: Dicengkeramnya kuat-kuat pinggul Hindun, ‘Hindun…kamu hebat..hhhh, ampun …. abang nggak tahan…ohh’ Ridwan menyuarakan kepura- puraanya, mengharapkan wanita alim ini memperoleh ’second wind’ (kayak petinju)

‘Hhhhh..hhhh..hhhh….’ Hindun tersengal-sengal dalam gelinjangannya, dalam benaknya ‘ ohh …. untunglah dia sudah tak tahan…oh .. ini rasakan…inih rasakan.’ Hindun kembali terbangkit semangatnya, dengan menghantamkan kembali secara teratur berkali-kali kewanitaanya di pangkal kejantanan selelaki. Tangan Ridwan sekarang bekerja keras dengan cengkeramannya, membantu menarik keras, setiap pinggul Hindun bergerak, melipatgandakan efek hantaman. Ridwan memperlambat ritme hantaman pinggul wanita itu, yang segera dipatuhi Hindun. ‘Abang…hhh …. nggg … Hin…. ohhh’ Hindun menjelang tiba pada puncak yang sedari tadi digapainya. Ridwan seketika melipatgandakan kecepatan tarikan tangannya dipinggul sang wanita, bak piston mobil berkecepatan tinggi. Kejantanannya mulai dirasa berdenyut-denyut, menandakan sitongkat menginginkan segera melakukan lari sprint jarak pendek, mencapai finish.

‘Abangghhhh…’ Tak sadar Hindun menjerit dengan suara seolah dari dalam dadanya bercampur hembusan nafas akibat kenikmatan yang terpompa dari sekujur tubuhnya. Tubuhnya ambruk dipelukan Rindwan, pinggulnya lemas tidak mampu digerakkannya, tapi ‘ohhhh …..’ tangan Ridwan dengan buas menarik dan mendorong pinggulnya dengan demikian kuat, dan demikian cepat. Sesaat Ridwan dengan ganasnya memaksa Hindun bertahan mengarungi puncak birahinya, dengan menghantamkan kewanitaan Hindun dengan cepat dan bertenaga. ‘Dik…baca..dik….’ Ridwan tetap teringat pesan simonyet. ‘Oh iya …Lapa hh la … la…eghhh..loma..’ Ridwan membantu mengeja Hindun susah payah melafalkan, karena kemaluannya terus menghantami tongkat keras.

Hindun merasakan tubuhnya sangat lunglai, dirinya bersyukur kerena supir asing ini benar-benar membantunya mencegah aib, sampai dua kali malah. Tetapi oh ..ohhh kejantanan itu masih terus menyiksannya, ‘Oh… ibu…sudah …sudah …oh ….’benaknya mulai mengharapkan disudahinya kenikmatan ini.

“bang….bang…sudah..bang…sudah… ’ Sebelah tangan Hindun yang lemas mencoba menahan pinggul silelaki, Hindun lupa pinggulnyalah yang bergerak maju mundur menghantami tunggul sialan yang membenam dikemaluannya. Erang ketidakberdayaan ini, bagai simfoni indah ditelinga Ridwan, tidak sering dirinya mendengar perempuan mengerang menyerah menahan kenikmatan. Kejantannya mulai menggelegak. Tangannya mulai melemas, pikirannya memutuskan gerakan baru. Diangkatnya tubuh lemas dipangkuannya, dibaringkannya di sang wanita disepanjang bangku penumpang. Dengan susah payah, Ridwan berhasil mempertahankan tongkatnya tetap terbenam. Tubuhnya berputar mengikuti rebahan wanita ‘Ohh…’Hindun lega, badainya mereda, ‘tapi ..aduh..apa lagi ini…’ pikirannya bertanya-tanya, tubuhnya masih terasa sangat lemas. Dirinya merasakan, sebelah kakinya terangkat lurus, ditumpukan kepundak silelaki. Ridwan bersiap mengambil posisi, kaki kirinya jongkok terlipat dibangku, sejajar dan disisi luar paha kanan Hindun, terjepit antara paha dan jok sandaran kursi. Kaki kiri Hindun dipanggul dibahunya. Kaki kanannya menggapai-gapai mencari pijakan dilantai bis. Sip, sudah OK. Ridwan mengatur nafas sebentar, bersantai sejenak. Diiturunkan pantatnya menduduki paha kiri Hindun, hangat. Dibuka kemeja seragamnya, telanjang full. Dibelainya betis halus yang menempel dipipinya. Dicakarkannya kukunya dari betis itu turun kepangkal paha Hindun, cakaran mesra. Matanya memandang kebawah. ‘Dik…, sabar ya..’ ‘Bang sudah bang…’ Hindun sedikit menghiba. Matanya terbuka dan mendapati pemandangan yang sudah sering dilihatnya, memandang sembari telentang wajah lelaki diatasnya, siap menyerbu. Yang agak beda wajah ini sangat asing, tidak dikenalnya, namanya saja tidak tahu. Tubuh yang siap menggumulinya ini, tampak agak gemuk setelah lepas dari kemejanya. Tapi yang jelas barang keras terbenam didalam dirinya, ohhh sebentar lagi akan menjadi buas.

Bukannya kasihan, Suara desaan Hindun, bagaikan cambuk melecut punggung kuda, Birahi Ridwan kembali menggelegak, pinggulnya mulai menekan, perlahan tapi kuat. “Aduhh bang …. sudah…’ mecoba menghiba ‘Sebentar sayang…kasihan dong sama abang..’ kembali menghujam dan menghujam ‘Ohh..bang…tapi… ohh cepat ya bang..ohh’ Walaupun lemas, kenikmatan kembali menjalarinya, Kedua tangannya sekarang berhasil menjamah pinggul silelaki, menekapnya dan mengikuti hujamannya, seolah-olah mengawasi agar silelaki tidak berlama-lama. Ridwan semakin merasakan gelegak kejantanannya mulai mendekati tujuan, hujaman kejantanannya tetap dipertahankan ritmenya tetapi dengan tekanan semakin keras menggerus dinding kemaluan siwanita, bergantian sisi kiri sisi kanan sisi atas sisi bawah. ‘Ohh.. sudah..bang sudah…’ Kenikmatan kembali menyeruak, Hindun kembali menghiba agar kenikmatan itu segera berakhir. Tubuhnya kembali menggelinjang. Desahan Hindun semakin memacu Ridwan, dia menyadari sedikit lagi mencapai puncaknya. Sembari menghujam, batang paha Hindun yang ada dipelukannya didorongnya merapat ketubuh pemiliknya, ditindihnya. Tubuhnya mengikuti menekan paha itu menghimpit perut dan dada siwanita. Hujamannya semakin bertenaga. ‘Hhhhh….dik….hhh….’ ‘Ohh …bangg…ohh sudah…’ Tetapi tangan Hindun yang memegang lemas pinggang silelaki, yang tadinya berniat mengawasi agar tidak lama-lama, sekarang membantu pinggul itu bergerak maju mundur. Dengan sisa sisa tenaganya, tangan itu mencoba membantu. ‘Adik …kemu hebat…hhhh..hebat…’ sembari mempercepat hantamannya’ Tangan Hindun terbangkit semangatnya mendengar pujian tersebut, dalam gapaian sisa-sisa kenikmatan, tangan Hindun berinisiatif mempercepat hantaman dan tarikan pinggul Ridwan. ‘Adik…hhh…abang…hhhh…samp ai’ Kejantanannya meledak, memuntahkan bara panas. Ridwan menikmati sepenuhnya keberuntungannya menggapai puncak kenikmatan dengan menyetubuhi ibu alim ini. Saat- saat ledakan, hujaman pinggul Ridwan sedemikian keras membawa kejantanannya mendalami kewanitaan Hindun. Sesaat walaupun sudah meledak, Ridwan sekuat tenaga menggapai-gapai pucaknya dengan hujaman- hujaman keras, dengan ritme cepat menuruti gayutan jemari wanita dipinggulnya yang menghelanya tetap menghujam. “Bang..ohh…’ Tanda sampainya lelaki yang sedari tadi menyiksanya dengan kenikmatan, sontak menghentakkan Hindun dalam sensani kenikmatan. Dirinya seolah-olah mau membalas dendam, menghentakkan pinggul silelaki kepangkal pahanya, semakin cepat, mumpung sitongkat masih perkasa. Hindun menguatkan diri menerima hujaman sang supir diujung perjalanannya, tangannya membantu pinggul itu untuk terus menghantam disisa momentum perjuangannya, sampai …

Ridwan mengangkat tubuhnya, melepas jepitan pada paha si ibu alim, melepaskan paha itu untuk lurus, rapat dengan kaki kanannya. ‘Adik…hebat…’ Ridwan mendekap tubuh telanjang dalam himpitannya semesra mungkin, terasa payudara kenyal hangat didadanya, terasa berdetak-detak dan terengah-engah. Kejantanan Ridwan masih mempertahankan sisa-sisa keperkasaannya, masih terasa keras dikewanitaan Hindun, yang sedemikian hangat. Ridwan berulang membisikan pujian ketelinga Hindun, betapa menggairahkannya dia. Hindun, dalam dekapan lelaki asing, tak berhenti merasakan sisa-sisa kenikmatan dari tongkat yang masih cukup keras menancap dalam tubuhnya. Dirinya sangat bangga dibisikan pujian, walaupun gombal, tetapi dengan tongkat yang mengganjal, ohh ruarr biasa. ‘Abang…ohh…abang …’ Hindun balas mendekap lelaki asing ini dengan mesra. Dikejarnya sisa-sisa kenikmatan, dengan menggerakkan kedua pahanya memassage dengan liang kewanitaannya, tongkat yang sudah pasti sudah sangat lelah, akibat memberikannya kenikmatan yang luar biasa. ‘Adik…oh adik sayang…’Ridwan semakin erat mendekap, dibiarkannya berat badannya membebani pangkal paha Hindun. ‘Mmmmm abang…’ Hindun terus menggerakkan perlahan tapi bertenaga kedua pangkal pahanya memeras kejantanan dengan otot pahanya. Karena indahnya pujian dan sisa-sisa kenikmatan setiap kewanitaannya memeras si tongkat ‘Adik…ohh…enak sekali…dik…kamu hebat sekali…’ Diresapinya massage spesial ala Hindun, usai pendakian puncak kenikmatan yang melelahkan. Entah berapa lama berlalu kegiatan massage spesial ini. Sampai akhirnya Hindun kelelahan memassage dan si tongkat tidak mampu lagi, lunglai dalam genggaman hangat liang kewanitaan, dan akhirnya lepas.

‘Dik…lebih baik kamu tidur di kabin VIP, disini sebentar lagi akan pengap’ ‘Iya bang’ ‘Sukurlah, tugas mengindari bencana dan aib sudah usai, dua kali sudah ia berhasil menambal mantera yang dirusaknya. Betapa berterima kasih dirinya kepada lelaki ini, juga tidak lupa kepada anak kecil yang tadi.

Di sore kedua perjalanan, bis sudah jauh memasuki wilayah Sumatera Selatan, menuju Lahat. Melewati magrib, kedua anaknya yang tampak lelah setelah seharian bermain gembira, diatur tidurnya oleh ibunya. Hindun mengambil duduk disisi suaminya, dibagian jendela. Indro merasa bosan 24 jam lebih didalam bis ini, dia mencari kegiatan lain. Dimiringkannya posisi duduknya yang setengah berbaring, dibangku reclining seat, miring menghadap Hindun. Tangannya bergerilya memasuki bagian bawah baju terusan panjang, mulai merayapi bagian- bagian peka istrinya. Hindun meresapinya. Berlama-lama tangan Indro merayap kemana-mana mencoba membangkitkan gairah istrinya, didalam lindungan baju terusan panjang. Dikecupnya sisi telinganya. ‘mmmmm abang’ bisik Hindun. Gairahnya bangkit ‘Ndun…ke wc lagi yukk’, Hindun mengerti apa yang dikehendaki suaminya. ‘Jangan ah bang’ dirinya ngeri membayangkan konsekuensinya ‘Ayolah Ndun…’Indro sedikit memaksa, jarang sekali Hindun menolak keinginan seks suaminya, maklum wanita tradisional yang penuh pengabdian. ‘Tapi bang…’ ‘Ayolah…’ ‘Nggak ah bang… sini saja’ Tubuh Hindun dimiringkan menghadap suaminya, kedua tangannya bekerja cepat membuka kancing celana Indro dan langsung menyelusup masuk kedalam celana dalam, menyergap sepotong daging kenyal yang tampak tidak siap. Tidak siap disergap dan diremas-remas daging itu mulai meronta, mengeras dan menggeliat, hidup dalam genggaman siistri. Hindun mengerahkan kemampuanya membetot kejantanan yang mengeras dan memerah pangkal kemaluan suaminya. ‘Indro yang agak kecewa, dengan penolakan Hindun, menikmati saja serangan Hindun. Terobati sedikit kekecewaannya dengan service istrinya. Tangan kirinya yang terhimpit tubuh Hindun, mencoba meremas payudara, tangan kanannya yang bebas membelai sekujur tubuh.

Alat vitalnya yang langsung disergap dengan cepat membawa Indro menuju gejolak kenikmatan. Istrinya lumayan hebat mempermainkan batang kemaluan dan buah pelirnya, walaupun terhambat celana panjang dan celana dalam yang tidak dilepas. Ibarat menyanyikan lagu, Hindun berhasil menyanyikan lagu Indro sampai bagian intro pembuka, untuk memasuki bagian selanjutnya, tampaknya sangat sulit. Berlama-lama Hindung mengerahkan semua kemampuannya, tapi hasilnya hanya sampai pada titik itu. Hindun bertekad tidak akan berhubungan badan, di wc sialan itu, tidak terbayangkan konsekuensi yang harus ditanggungnya nanti. Sehingga memutuskan untuk melayani suaminya disini. Tangannya mulai lelah, tampaknya kemajuan semakin lambat. Otaknya berpikir keras. Bagaimana ini? Memang demikian, semakin menghadapi masalah, semakin otak manusia bekerja keras. Dia terbayang kejadian kemarin, kewanitaannya dilahap dengan rakus oleh lelaki asing, ohh… mungkin bisa ditiru. Perlu diketahui, Hindun sama sekali tidak pernah melakukan oral seks, dioral pernah, oleh suaminya dulu diawal perkawinannya. Indro tidak pernah mendorong istrinya untuk melakukan oral. Kegiatan itu bagi Hindun lebih seperti dongeng yang tabu untuk didengarkan. Tetapi benaknya tidak mampu melupakan kejadian kemarin malam dioral oleh lelaki asing. Hindun memutuskan meniru kejadian kemarin, sebagian akibat tangannya yang mulai lemas, sebagian mungkin karena mengurangi rasa bersalah bagian suci dirinya dioral lelaki lain, sebagian teringat gairah kemarin. Hindun menguatkan dirinya. ‘Mas…angkat…’ tangannya mempelorotkan sedikit celana panjang suaminya, Indro membantu dengan mengangkat pinggulnya, celana dan celana dalam terpelorot sedikit, melepaskan kejantanan Indro mengacung tegak. Dibungkukkannya tubuhnya, seolah oleh hendak tidur dipangkuan suaminya, dikulumnya topi baja itu, membuat Indro tersengat. Kaget dirinya mendapati Hindun melakukan oral. Kekecewaan Indro terhapus, digantinya sensasi baru, istrinya melakukan sesuatu yang sangat diluar dugaan. ‘Ok dehh’ Dalam dua hari Indro mendapati dirinya dua kali kembali dalam posisi defensif, tangannya hanya mampu meremas payudara, dan sebagian sisi tubuh istrinya. Singkat kata: Sampai juga Indro dipuncak kepuasannya walaupun tidak maksimal Sedangkan Hindun hanya sampai stater mesin untuk pemanasan, tapi pemanasannya lumayan lama, selama dirinya mengulum dan menyedot kejantanan sang suami. Berahinya terbangkit dibelai-belai suaminya tercinta. Sama sekali hal itu tidak menjadi masalah, yang penting suaminya terpuaskan. Toh dirinya kemarin baru mengalami sensasi luar biasa.

‘Bapak ibu silahkan turun berisirahat, kita berhenti direstoran Begadang ini selama setengah jam’ Supir mengumumkan, membangunkan seluruh penumpang, sudah jam 8 malam.

Hindun sangat malu ketika melewati sang supir yang meliriknya dengan tajam. Keduanya berhasil menyembunyikan dengan baik apa yang telah terjadi. Berpapasan biasa saja. Di bawah, kondektur sibuk membantu para penumpang turun dari tangga bis yang lumayan tinggi kepermukaan tanah. Terutama anak kecil yang harus diangkat turun. Terhadap para wanita sikondektur siap mengulurkan tangan, sambil mengarahkan ‘kamar kecil kekiri terus kekanan’ demikian berulang-ulang.

Saat tiba giliran Hindung, Anton menyambut tangan Hindun, tapi khusus tangan ini, diremasnya dengan mesra walaupun sekejap, sambil berbisik ‘Kak…dari kemarin anuku ngilu, sering tegak terus terusan sampai sakit sekali’ Anton menebar pancing. Hindun kaget mendengarnya, dia ingat kemarin anak kecil ini membantunya menambal mantera dengan ‘ihhh’ anunya yang besar, dan dia yakin, seyakin-yakinnya Anton tidak orgasme, tidak muncrat maninya. Oooo mungkin itu masalahnya. ‘Bang Indro duluan, termos air panas ketinggalan’ Hindun mencari cara untuk berbicara dengan Anton, dia kembali naik pura-pura mengambil termos, ketika berpapas dengan supir, anggukan supir dibalasnya dengan muka merah. Ridwan memandang dari atas, buset ****** ini sedang ngomong apa tuh dengan Hindun. ‘Anton, ada tempat bebas, biar saya bisa periksa..’ Hindun berbisik dengan prihatin saat turun diri tangga bis dibantu kondektur, membayangkan betapa tersiksanya anak ini akibat membantu dirinya. Yess…. Anton bersorak dalam hati. ‘Ee disini tidak ada kak, subuh nanti di …., kita beristirahat agak lama’ ‘Tahan ya Anton, sampai nanti’

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik